“Nabung di sini saja, hasilnya bisa lima kali lipat. Si Apa dan Si Anu sudah ikutan juga lho!”
Seorang kenalan dengan berapi-api menawarkan kepada saya suatu jenis investasi dengan skema ponzi alias arisan berantai yang baru saja diikutinya. Ketika saya menolaknya mentah-mentah, dia pun mencak-mencak.
Menilik sekilas saja jumlah return-nya yang tidak masuk akal itu, saya sudah curiga yang ditawarkan itu investasi bodong. Sebenarnya itu investasi atau pesugihan sih? Kok bisa return-nya setinggi itu?
Namun kenalan saya itu merasa sangat yakin dengan pilihannya. Bahkan tak ragu berutang karena termotivasi untuk menjadi cepat kaya tanpa banyak usaha. Hasilnya sudah bisa ditebak, uang setoran dibawa kabur bandar dan kesalahan itu membuatnya lebih miskin dari sebelumnya dengan menyisakan utang yang tetap harus dibayar.
Banyak orang Indonesia memiliki mindset yang salah tentang investasi seperti kenalan saya itu. Ada yang menganggap investasi itu bagai dewa keberuntungan yang dalam sekejap bisa menghilangkan kemiskinan. Ada pula yang mengira dengan ikut-ikutan yang sedang trending, bisa dengan cepat meraup cuan. Namun, yang paling sial adalah orang yang sama sekali belum pernah berinvestasi seumur hidupnya. Sebab, menganggap investasi itu perlu modal besar dan hanya bisa dilakukan oleh orang pintar karena susah dipecahkan.
Kesalahan mindset ini tentu bukan milik kita seorang. Salahkan saja siapapun yang pernah menanamkan doktrin di kepala kita bahwa “hemat itu pangkal kaya” sehingga kita tak terpikir untuk berinvestasi sejak kecil. Kita hanya berhemat dan terus berhemat hingga lama kelamaan kita berubah menjadi orang pelit. Namun demikian, meskipun kita sudah bergelar orang paling pelit sekabupaten, kita masih belum kaya juga. Hahaha.
Apa saja kesalahan mindset yang tertanam di benak kita mengenai investasi dan harus segera dikoreksi sebelum menjadi-jadi?
#1 Perlu modal gede
Investasi memang perlu modal, tapi tak selalu harus segede itu. Kecuali kalau kita invest ke proyek pembuatan mobil listrik yang memang membutuhkan modal besar.
Bahkan jika kita hanya punya uang receh sepuluh ribu rupiah pun kita tetap bisa berinvestasi kok. Ada lho reksadana yang bisa dibeli mulai harga segitu.
#2 Susah
Siapa bilang? Zaman belum ada smartphone mungkin mindset yang menyatakan bahwa investasi itu susah benar adanya. Tapi di era disrupsi informasi seperti sekarang ini, sama sekali tidak susah. Dan tak mesti berotak encer pula untuk memahami.
Bisa jadi susah hanya bila kita tidak mau menginvestasikan waktu sejenak untuk belajar investasi. Ya iya lah, kalau nggak dipelajari, bagaimana bisa paham?
#3 Duit kita bisa dibawa kabur
Duh, ini mah ngawur
Tak semudah itu menilep duit orang, Ferguzo! Harus dilihat dulu instrumen investasinya. Bila memilih instrumen yang aman dan terdaftar di otoritas pemerintah, jelas aman.
Jangan seperti kenalan saya yang salah memilih skema Ponzi itu. Jelas-jelas skema Ponzi dilarang OJK, sudah pasti tidak aman. Bila duitnya dibawa kabur bandar pun tak jelas ke mana harus mengadu. Sebenarnya mudah saja kalau ingin menghindari investasi bodong. Cek dulu di website OJK sebelum menyetor uang. Apakah benar terdaftar dan diawasi OJK?
#4 Jalan pintas menjadi kaya
Menjadi kaya dari hasil investasi memang harapan banyak orang. Tapi, seperti halnya memelihara anak sapi, perlu waktu untuk menjadi sapi dewasa dengan susu berlimpah. Demikian pula investasi yang memerlukan waktu untuk tumbuh sebelum memberikan hasil yang manis.
Hapus mindset bahwa investasi membuat kita cepat kaya karena tak semua mendatangkan cuan dengan segera. Tak ada jalan pintas menjadi kaya dalam semalam, kecuali bila kamu menang lotere atau dapat warisan.
Mengharapkan hasil investasi tumbuh dalam semalam itu mustahil, karena elemen paling penting dalam berinvestasi adalah waktu. Sabar adalah koentji!
#5 Ikutan yang lagi rame
Teman sekantor banyak yang main kripto? Jangan asal latah ikut-ikutan beli tanpa tahu seluk-beluknya. Mungkin kamu pernah mendengar strategi mendatangkan cuan dengan mengkopi langkah-langkah investor yang sudah mapan. Influencermu beli saham A dan kamu ikut-ikutan beli saham A juga meskipun harganya sedang naik gila-gilaan? Jelas bukan langkah bijaksana!
Ingat, investasi yang rame dan dilakukan berjamaah itu belum tentu mendatangkan cuan. Dunia investasi juga mengenal hukum supply dan demand. Semakin banyak orang membeli saham tertentu, harganya akan merangkak naik sehingga susah mendapatkan capital gain yang diharapkan dari selisih harga beli dan harga jualnya.
Jadi bila mindset-mu hanya ikut-ikutan yang lagi rame dengan harapan cepat untung, bisa jadi malah buntung.
Memangnya kalau orang lain makan tisu dan bilang tisunya enak, kamu mau makan tisu?
Itulah beberapa mindset yang harus segera diluruskan. Yang penting, jangan gegabah, dan tetap kritis!
Penulis: Margaretha Lina Prabawanti
Editor: Rizky Prasetya