5 Hal yang Jangan Dilakukan ketika Anda Berada di Lampu Merah Condongcatur

5 Hal yang Jangan Dilakukan ketika Anda Berada di Lampu Merah Condongcatur

5 Hal yang Jangan Dilakukan ketika Anda Berada di Lampu Merah Condongcatur (Pixabay.com)

Kalau kita bicara tentang lampu merah Condongcatur, hampir mustahil menemukan hal-hal baik tentang tempat ini.

Selain banyak dicaci karena durasi lampu merah yang tidak adil antara utara-selatan dan barat-timur, ringroad utara bagian ini juga kerap kali menjadi tempat yang cocok untuk meratapi kehidupan di Jogja dengan UMR yang segitu-gitu aja.

Bayangkan, dari beberapa tahun saya menetap di Concat, keluhan tentang matinya lampu merah di lampu merah ini sering sekali terjadi. Saya sendiri merasakan langsung sebanyak lebih dari 5 kali dalam kurun waktu satu tahun saja. Tentu saja ini bahaya, karena lampu merah Condongcatur, sama halnya dengan Kentungan, adalah pertemuan empat sisi yang sama ramainya.

Dari arah timur, mobil-mobil besar seperti bus dan truk terhambat di lampu merah ini. Selain itu, motor yang nggak kalah banyaknya juga berebut untuk mencari posisi terbaik agar langsung tancap gas setelah lampu hijau menyala.

Sebaliknya dari arah barat, rombongan kendaraan tetap menumpuk di persimpangan lampu merah ringroad utara Condongcatur. Padahal, kemacetan di lampu merah ringroad utara Kentungan telah berhasil diurai dengan membangun underpass.

Hal ini juga terjadi bagi arah utara dan selatan. Di pagi hari, tumpukan kendaraan yang mengangkut orang-orang yang bekerja maupun kuliah akan menyambut Anda di pintu masuk Terminal Condongcatur. Sebaliknya, di sore hari, jangan sekali-sekali Anda memberanikan diri untuk membunyikan klakson ketika melintas di ujung Jalan Gejayan.

Tentang durasi lampu merah Condongcatur

Setelah beberapa tahun saya menyandang status sebagai akamsi Condongcatur, saya dapat menyimpulkan bahwa yang menyebabkan kemacetan di lampu merah Condongcatur bukanlah durasi atau lama waktunya, melainkan akhlak manusianya.

Mengutip tulisan Mas Hammam tentang perempatan ringroad Condongcatur, durasi APILL saat ini dapat berubah-ubah jika sudah terpasang sistem ATCS di dalamnya. Melalui ruang kendali yang dimiliki oleh Dinas Perhubungan (Dishub), lama waktu lampu merah dan hijau bisa diatur sedemikian rupa tergantung situasi dan kondisi.

Jadi, seharusnya argumentasi mengenai lama waktu yang dirasa tidak adil sudah menjadi tidak relevan lagi saat ini, karena toh lama waktunya bisa berganti sesuai dengan keadaan.

Dari pengamatan saya melewati jalan ini hampir setiap hari selama satu tahun lebih, ada lima hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh pengendara (motor, mobil, bus, maupun truk) yang sedang menunggu lampu merah.

Bermain handphone di lampu merah Condongcatur

Jika Anda kira bermain handphone pada saat lampu merah nggak membahayakan, Anda salah besar. Nyatanya, main hape ketika menunggu lampu merah akan mengalihkan perhatian pengendara, sehingga ketika sudah saatnya jalan, reaksi pengendara tidak siap dan akan menghambat waktu pengendara lain di belakang. Keburu merah lagi deh.

Nggak cuma itu, pengendara yang main hape ketika menunggu lampu merah akan mengganggu fokus pengendara lain. Gimana kalau konten yang sedang Anda lihat memang menarik, sehingga pengendara lain akan melirik hape Anda dan kehilangan fokus juga? Ah, sudahlah!

Oke, ini alasan yang nggak mashok.

Terkecuali mereka yang bekerja mengantar paket, ojek online, dan para pendatang yang sama-sama perlu membuka handphonenya untuk melihat maps agar menghemat waktu dan nggak kesasar. Rispek boss!

Mematikan mesin kendaraan

Orang-orang yang mematikan mesin kendaraan saat menunggu lampu merah berpikir bahwa mereka adalah ilmuwan andal yang lihai dalam meningkatkan efisiensi pembakaran mesin, sehingga dapat menghemat bensin. Padahal ya, nggak juga. Nah, kalau di Jakarta, orang-orang ini akan mendapatkan julukan tersendiri: sok ide; Alias terlalu kreatif.

Intinya sih, jangan lakuin hal ini di lampu merah Condongcatur. Kasian pengendara lain yang sudah standby, tapi malah kehalang situ yang masih berusaha nyalain mesin.

Bersenandung mengikuti lantunan lagu seniman jalanan

Lampu merah Condongcatur memang tempatnya pengamen mengais rezeki. Nggak ada masalah di situ, yang masalah kalau situ ikutan nyanyi. Bukan apa-apa, emangnya nggak malu?

Ya kalau suaranya bagus. Kalau nggak ya gimana ya. Memang ada kalanya ada bakat yang harus dipendam.

Mencoba basa-basi dengan pengendara lain

Orang Indonesia memang terkenal dengan ramah tamahnya, tapi mosok iya di tengah-tengah lampu merah Condongcatur, Anda nyoba ngobrol. Ya nggak apa-apa sih, tapi gimana ya…

Selain membuat situasi canggung (apalagi jika cuaca sedang panas), Anda juga tidak diharuskan untuk mengenal siapa pengendara di sebelah Anda. Menurut saya, bagian ini menjadi hal yang paling tidak penting untuk dilakukan ketika sedang menunggu lampu merah.

Saya yang notabene adalah perantau dari Kota Depok yang semrawut itu mengalami culture shock ketika (tidak hanya sekali) pengendara motor lain mencoba basa-basi dengan saya ketika hendak menunggu lampu merah.

Mengambil gambar atau video langit sore di lampu merah Condongcatur

Langit yang indah dan kecantikan Gunung Merapi yang tampak jelas memang tidak terjadi setiap saat. Jadi ya agak wajar jika kalian lihat ada yang coba menangkap indahnya Merapi di lampu merah Condongcatur. Meski ya, susah. Wong kehalang segitu banyak baliho dan pohon.

Tapi ya, gara-gara tiktok dan lagu viral dari The Lantis yang berjudul Lampu Merah, semua orang seakan-akan latah ketika bertemu dengan lampu merah di sore hari, dengan pemandangan langit yang sebenarnya biasa-biasa saja.

Mengambil gambar dan video di sore hari untuk menemani Anda menunggu lampu merah mungkin terlihat indah, tetapi keamanan Anda dan pengendara lain tetap harus menjadi prioritas utama, bung!

Kira-kira itu beberapa hal yang dapat saya temukan ketika menunggu macetnya lampu merah Condongcatur. Baiknya sih menunggu durasi lampu merah dengan tenang, sembari memikirkan bisa-bisanya UMR daerah ini sebegitu tiarap.

Penulis: Marshel Leonard Nanlohy
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Probolinggo Itu Kota di Jawa Timur, dan Kami Bukan Orang Madura meski Pakai Logat Madura

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version