Cuaca Magelang yang dingin
Magelang merupakan dataran tinggi. jadi wajar saja kalau sering hujan. Meski sudah masuk musim kemarau tetap saja hujan datang tiba-tiba tanpa permisi, jadi nggak ada bedanya antara musim hujan dan kemarau. Sehingga harus selalu sedia payung atau jas hujan. Seringnya hujan membuat cuaca di Magelang dingin. Saya jadi sering masuk angin dan kerokan menjadi kegiatan rutin di kosan.
Jauh berbeda dengan cuaca di dataran rendah seperti rumah saya yang panasnya minta ampun. Cucian sehari jemur langsung kering, beda dengan di Magelang cucian maksimal dua hari baru kering. Sulit.
Bahasanya beragam
Bahasa sehari-hari orang Magelang sangat berbeda dengan orang Jombang meski sama-sama Jawa. Saya kadang kurang paham salah satu kalimat saat diajak ngobrol temen dengan spontan langsung tanya “artinya apa?”. Ditambah lagi yang kuliah di sana bukan hanya asli orang Magelang. Ada orang Purworejo, Kebumen, Temanggung, Brebes hingga Cilacap makin beragam lagi bahasanya. Makin nggak nyambung lagi wkwk.
Untungnya bahasa daerah hanya digunakan di luar kampus. Kalau di kampus tetep pakai bahasa Indonesia. Jadi nggak terlalu pusing harus belajar bahasa baru lagi. Namun lama kelamaan saya cukup mahir berbahasa ala orang Magelang, hingga Bapak Kos saya kaget saat saya bilang asli orang Jombang menurutnya saya bukan seperti orang Jombang.
Lumayan jauh dari Jombang
Jarak yang jauh bikin saya nggak bisa sering pulang, kadang gampang homesick. Ya, gimana, Jombang-Magelang itu jaraknya 287 km je. Tapi mau gimana lagi, ini pilihan saya, jadi harus tanggung jawab. Semua akan kuhadapi, meski sambil nangis.
Nah, itulah lima hal nggak enaknya kuliah di Magelang. Meski nggak enak tetep saja masih banyak hal-hal menyenangkan yang lumayan membuat kehidupan saya lebih berwarna. Namanya juga hidup pasti banyak rasa. Kadang ada susahnya kadang ada senengnya. Nikmatin aja walaupun sambil sambat. Semangat!
Penulis: Fitrotin Nisak
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mengungkap Budaya Kental Mahasiswa Asal Magelang: Pulang