Kata Hip Hop Foundation dalam lirik lagunya, Jogja itu istimewa. Sebagai seseorang yang lahir dan besar di daerah ini, saya sepenuhnya setuju dengan potongan lirik itu. Jogja istimewa baik dari sisi daerah maupun orang-orangnya.
Saking istimewanya, banyak hal bisa dikulik di daerah ini. Bahkan, ada hal-hal tentang Jogja yang terlalu unik sehingga tidak bisa ditemukan di daerah lain. Begitu pula sebaliknya, saking uniknya, ada banyak hal yang mudah atau wajar dilakukan di daerah lain, tapi begitu sulit atau nggak wajar dilakukan orang Jogja. Kalau boleh meminjam ungkapan netizen akhir-akhir ini, “sederhana, tapi warga Jogja nggak bisa”.
Daftar Isi
#1 Memilih gubernur
Hal yang nggak bisa dilakukan di Jogja padahal lumrah dilakukan di tempat lain adalah memilih gubernur. Asal tahu saja, Jogja jadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang nggak menyelenggarakan pemilihan gubernur alias pilgub. Gubernur dan wakil gubernur provinsi diduduki secara turun temurun oleh Sultan dan Paku Alam.
Enaknya nggak ada pilgub, jadi nggak menambah potensi konflik horizontal antar warga yang terpecah karena politik. Di saat provinsi lain ribut-ribut masalah pilgub, Jogja tetap adem ayem. Namun, sejujurnya sebagai warga jogja, saya juga merasa sisi nggak enak dari pemilihan pemimpin semacam ini. Ketiadaan pemilihan pemimpin yang kompetitif membuat pemerintahan kurang inovasi dan perbaikan.
#2 Berwisata di Jogja
Jogja dianugerahi dengan potensi wisata yang sangat banyak. Gunung, pantai, hutan, danau, candi, kuliner, budaya, sejarah, dan masih banyak lagi yang antar tempat wisata jaraknya nggak terlalu jauh. Sebenarnya warga Jogja tinggal pilih, setiap akhir pekan mau ke mana. Tapi yang jadi masalah, warga Jogja nggak bisa atau nggak mau wisata di kotanya sendiri. Bukan karena wisatanya jelek, tapi karena sudah penuh sama wisatawan dari luar kota apalagi di musim liburan.
Mau keluar rumah sudah males, jalan pasti macet, apalagi harus berdesakan di tempat wisatanya. Mending di rumah saja.
#3 Membunyikan klakson di jalanan Jogja
Di daerah yang sibuk dan jalanan penuh sesak sama kendaraan, sepertinya sudah lumrah dan maklum untuk membunyikan klakson di perempatan, lampu merah, atau tempat-tempat yang sering macet lainnya. Namun, membunyikan klakson seperti tidak berlaku di Jogja. Membunyikan klakson di kemacetan adalah hal yang cukup tabu, padahal jelas-jelas jalanan itu macetnya bikin ngelus dada. Mungkin warganya terlalu santun dan santuy ya.
#4 Bayar iuran sampah
Hal lain yang kini nggak begitu berguna dilakukan di Jogja adalah bayar iuran sampah. Saya tekankan kata “kini” karena aktivitas ini pernah dilakukan rutin sebelumnya. Iya warga Jogja sempat berada di masa membayar iuran sampah ke RT. Namun, kebiasaan itu banyak berubah setelah TPST Piyungan penuh dan ditutup.
Banyak orang kemudian membuang secara mandiri sampah rumah tangga mereka ke tempat pembuangan sementara terdekat. Tentu kalian masih ingat video viral warga rela antre panjang demi membuang sampah. Salah satu titik antrean panjang terjadi di depo sampah Mandala Krida.
Akan tetapi, hal ini nggak berlaku pada orang menggunakan jasa pembuangan sampah swasta yang sampahnya akan dibakar atau dipilah sendiri. Biasanya ini ada di komplek perumahan. Mereka tetap membayar iuran atau membayar jasa di pembuang sampah swasta tadi.
Nah, di atas beberapa hal yang bisa dilakukan di daerah lain, tapi nggak bisa dilakukan atau nggak wajar bagi warga Jogja. Bagaimana, kalian yang sebelumnya tertarik tinggal di daerah ini masih tetap tertarik?
Penulis: Rizqian Syah Ultsani
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Pandangan Saya Terhadap Jogja Berubah Setelah Merantau, Ternyata Kota Ini Nggak Istimewa Amat
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.