Umumnya, orang mengira kalau punya rumah dekat lapangan desa itu asyik. Alasannya, kalau mau olahraga ya tinggal nyebrang atau jalan kaki. Alasan lainnya, kalau ada pertandingan sepak bola atau event lainnya tinggal duduk manis atau nonton dari rumah.
Nah, sebagai orang yang tinggal di rumah dekat lapangan desa selama dua dekade, tidak berlebihan rasanya menyebut bila saya sudah kenyang pengalaman. Pengalaman ini akan membuat kalian menyadari bahwa sesuatu yang sekilas mengasyikkan secara lahiriah belum tentu menenteramkan secara batiniah.
Berikut beberapa kemungkinan terburuk yang akan kalian alami selama tinggal di rumah dekat lapangan desa.
#1 Berisik
Bila kalian adalah tipe yang membenci keramaian, sebaiknya segera buang jauh-jauh impian untuk tinggal di rumah dekat lapangan desa. Bagi saya, lapangan adalah pusat peradaban. Di sana ada lomba, pertandingan, pelatihan, atau segala sesuatu yang berlangsung secara kolosal. Ada juga kerumunan hewan ternak, seperti kambing dan sapi, yang turut menyemarakkan lapangan.
Setiap pagi, kalian akan mendengarkan keriuhan anak-anak dari berbagai sekolah yang mengikuti pelajaran olahraga. Setiap siang, kalian akan mendengarkan pikuk orang-orang yang menjemur batik, gabah, atau organisasi tertentu yang lagi latihan diksar.
Setiap sore, kalian akan mendengarkan ingar-bingar orang-orang dari berbagai kampung yang bermain dan berolahraga. Bahkan setiap malam, kalian akan mendengarkan raungan orang-orang yang berlatih bela diri dan nyinyiran orang-orang yang nongkrong.
Belum lagi kalau saat ada pasar malam. Di tempat saya, pasar malam digelar setahun sekali selama dua minggu di lapangan desa. Di sana, kalian akan benar-benar merasakan kombinasi antara suara genset, musik dengan sound system nyaring, sorak-sorai para pengunjung, dan wahana permainan. Gabungan suara itu tidak sekadar menggetarkan jendela rumah, tapi juga gendang telinga dan mood kalian.
Setiap ada event ini, saya selalu mendengar keluhan khas dari orang-orang sekitar. Ada yang sambat karena nonton televisi sampai nggak kedengaran suaranya. Ada yang pekewuh karena tamunya berkunjung ngobrol jadi nggak nyaman. Ada yang jengkel karena bayinya nangis terus nggak bisa tidur. Ada pula yang pasrah karena jalan di depan rumahnya terdampak lokasi pasar malam.
Bayangkan dampak dari event yang sekilas tampak mengasyikkan dan temporal ini. Ada yang sampai ngungsi ke rumah saudara atau kerabatnya. Ada yang sampai beli alat penutup telinga. Ada yang kamarnya sampai direnovasi, diberi peredam ala studio musik. Ada pula yang sampai rumahnya dikontrakkan atau dijual. Jadi, sebegitu besar, kan dampaknya tinggal dekat lapangan desa.
#2 Jadi penanggung jawab kebersihan jalan dan selokan
Bila kalian pembenci persampahan, sebaiknya segera pendam dalam-dalam impian untuk tinggal di dekat lapangan desa. Ada kerumunan, berarti ada yang jualan. Ada barang yang dijual, berarti ada pula sampah yang dihasilkan.
Lapangan desa tidak sama dengan stadion yang selalu sedia tempat sampah. Kalian akan menjumpai manusia-manusia tanpa dosa di sana: membuang sampah sesuka hati.
Kalian pikir sampah-sampah plastik itu hanya akan berdiam diri dengan rerumputan di lapangan? Kalian lupa bahwa di dunia ini masih ada angin. Ia akan menerbangkan sampah hingga mendarat di jalan, selokan, halaman, hingga teras rumah.
Pernahkah terpikirkan oleh kalian bahwa saat membuka pintu rumah, justru sampah-sampah plastik yang menyambut? Kalian pikir orang-orang sekitar atau ketua RT acuh tak acuh saja melihat mereka berserakan di selokan atau jalan depan rumah? Ya, orang-orang ini akan sibuk mengkritik seolah-olah kalianlah pelakunya. Kebersihan selokan dan jalan depan rumah adalah tanggung jawab pemilik rumah tersebut.
Bayangkan kalian yang seharusnya pagi hari duduk manis di teras rumah sambil menikmati sarapan. Kalian yang seharusnya sore hari gegoleran di sofa atau kasur sepulang kuliah atau kerja. Rupanya kalian masih mempunyai satu pekerjaan rumah konyol: membereskan kekacauan yang tidak pernah kalian lakukan. Membagongkan juga, kan jadinya.
#3 Jadi sasaran bola atau layangan nyasar
Bila kalian pembenci kebrutalan, sebaiknya segera luluh lantakkan impian untuk tinggal di dekat lapangan desa. Kebetulan rumah saya berada di sebelah barat daya gawang. Artinya, rumah saya termasuk rawan akan serangan bola nyasar.
Masih mending bolanya menerjang tembok, pintu, atau gerbang. Lah kalau yang kena sampai tanaman, kaca jendela, dan genting? Pernah, rumah saya kena bola nyasar sampai-sampai bagian atas pagar besi yang runcing itu putus. Bolanya tetap utuh nggak gembos, tapi pagarnya malah ambyar. Busyet, itu bola karet apa meriam, sih?
Lalu, layangan nyasar. Terkadang ada masanya saya geleng-geleng sendiri. Kok bisa, ya lapangan segitu luasnya, tapi masih ada saja layangan nyangkut di kabel listrik atau atap rumah. Saya membayangkan kalau mereka lagi main layangan di padang rumput Afrika. Badainya pasti sangat brutal hingga banyak layangan yang terempas keluar jalur.
Masih mending orangnya itu tipe manusia legawa yang mengikhlaskan layangannya bersarang di rumah. Lah kalau orangnya itu tipe manusia yang ambis? Mereka biasanya menarik paksa layangannya. Masih mending kalau yang jatuh layangannya. Lah kalau yang jatuh malah gentingnya? Waduh, bisa berabe tuh.
Bayangkan kalian yang lagi asyik mandi sore, tiba-tiba gerbang kalian digedor-gedor oleh orang-orang asing. Lalu, mereka mengendap-endap masuk ke halaman rumah mengambil bola atau layangannya yang nyasar.
Ada juga, loh beberapa kasus yang malah orangnya nyuruh-nyuruh sang pemilik rumah untuk mengambilkan. Mereka yang bikin ulah, tapi kalian yang harus direpotkan. Kira-kira apa makian yang lebih pantas bagi mereka selain semprul?
#4 Jadi tempat nongkrong
Bila kalian pembenci pengintaian, sebaiknya segera urungkan impian untuk tinggal di dekat lapangan desa. Kalian akan menjumpai sekelompok ABG yang nongkrong di depan rumah seolah-olah tempat itu merupakan warisan leluhurnya. Ada yang duduk-duduk di jok sepeda atau jok motor. Bahkan ada juga, loh yang sampai njereng tikar sambil bawa camilan dan minuman segala.
Saya sering menjumpai kalau mereka yang nongkrong di depan rumah nggak sekadar ngobrol. Mereka juga tampak mengamati bagian-bagian rumah. Sesekali mereka juga menunjuk-nunjuk bagian rumah. Hal ini tentu membuat saya dan anggota keluarga lainnya risih, seperti buronan yang lagi diintai oleh para intel.
Pernah pada suatu waktu saya tegur. Saya juga menyarankan mereka untuk nongkrong di tempat lainnya yang lebih lapang. Eh, malah saya dipisuhi sambil ditinggal pergi oleh mereka. Selang waktu sekitar seminggu, mereka balik lagi, kumat lagi, bikin gaduh lagi. Kadang ada yang malah nyetel musik di gadget keras-keras, sampai bawa mercon terus diledakkan di jalan atau selokan segala. Wealah…
Bayangkan kalian saat malam keluar sekadar beli sesuatu di warung atau toko. Terus mereka yang lagi asyik di depan rumah mengamati pergerakan kalian sambil terdengar casciscus. Bagi saya, kerap merasa diawasi dan dibicarakan oleh orang lain adalah hal yang paling tidak mengasyikkan.
#5 Jadi tempat parkir
Bila kalian pembenci kemacetan, sebaiknya segera angin kubur impian untuk tinggal di dekat lapangan desa. Kalian akan menjumpai deretan mobil bak dealer. Ya, mereka adalah sekelompok orang yang kebelet punya mobil, meski tak punya garasi. Mereka biasa menjadikan sepanjang jalan pinggir lapangan desa sebagai tempat parkirnya. Mereka yang tergolong manusia tanpa dosa ini juga turut menyumbangkan sampah-sampah mobilnya ke jalan.
Bayangkan kalian akan berangkat-pulang kuliah atau kerja, tapi terhalang oleh beberapa mobil yang terparkir di depan rumah. Sudah jalannya kecil, mobilnya besar, terus parkirnya nggak canggih lagi, sampai memakan badan jalan.
Belum lagi kalau pengendara yang tersendat laju kendaraannya akibat parkir sembarangan itu malah ngomelin kalian. Yang suruh ganti mobilnya, lah. Yang suruh pindahkan mobilnya, lah. Padahal, yang punya mobil mereka, tapi yang jadi sasaran amukan malah kalian. Sontoloyo, kan namanya.
Nah, itulah beberapa kemungkinan terburuk selama tinggal di rumah dekat lapangan desa. Namanya juga kemungkinan, artinya pendapat ini tidak mewakili suasana di lapangan desa secara keseluruhan.
Kalau kalian sudah baca baik-baik dan paham atas segala konsekuensinya, saya ucapkan salam semangat dan sukses. Lagi pula, saya percaya kalau tidak ada tempat di dunia ini yang terus-terusan asyik, bukan?
Penulis: Dhimas Muhammad Yasin
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kasta Tempat Berdiri di Lapangan Sepak Bola Tarkam.