Saya nggak habis pikir dengan tingkah polah para politisi saat ini. Sekarang masih 2021, tapi wajah mereka sudah memenuhi baliho di jalanan. Nggak lupa dengan tagline: siap maju di 2024. Hadeh, mau maju ke mana, sih? Tahun 2024 itu masih lama, loh. Tiga tahun lagi.
Bukannya apa-apa. Saya enek saja lihat wajah para politisi dengan fake smile di setiap sudut jalan. Ada Giring Ganesha, Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartato, dan tentu saja: Puan Maharani. Ini masih belum ditambah sama politisi lain yang sekiranya masih menunggu waktu tepat untuk deklarasi. Hash.
Baliho dan spanduk para politisi yang bertebaran nggak beraturan itu justru jadi sampah visual. Bahkan, bisa mengganggu konsentrasi para pengguna kendaraan di jalan raya. Untuk itulah, sebagai warga negara yang peduli terhadap keindahan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat, saya sarankan kepada para politisi supaya jangan menggunakan baliho dan spanduk sebagai media untuk jualan diri, lebih baik gunakan media tiang listrik saja.
Iya, tiang listrik.
Menurut saya, tiang listrik adalah kuda hitam dalam perkancahan media luar ruang untuk publisitas. Meski sering dianggap sepele, media tiang listrik cukup efektif dalam mempengaruhi alam bawah sadar setiap orang. Iklan-iklan macam jasa sedot WC, les privat, joki skripsi, jasa servis alat elektronik, sewa alat pesta, sampai jasa badut dan sulap begitu terngiang-ngiang dalam pikiran. Para politisi tadi tentunya mau, kan, namanya terngiang-ngiang dalam pikiran masyarakat?
Selain itu, media tiang listrik pun punya banyak keunggulan dibandingkan media luar ruang lain semacam baliho dan spanduk.
Pertama, jumlah tiang listrik itu banyak banget dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Coba, deh, hitung jumlah tiang listrik yang ada di jalan sekitar rumah. Tiap rentang 40 sampai 50 meter, selalu ada tiang listrik. Ini adalah peluang emas yang sayang untuk dilewatkan oleh para politisi yang mau jualan diri.
Kedua, luas penampang tiang listrik pas untuk media publisitas. Rata-rata diameter tiang listrik adalah 20 sentimeter dan ini cocok untuk ditempel flyer dengan ukuran kertas A4. Ukuran ini sudah cukup untuk memajang foto beserta tagline-nya. Dan, masih bisa dilihat oleh jangkauan mata para pejalan kaki atau pengguna kendaraan di jalan raya.
Ketiga, praktis. Berbeda dengan baliho dan spanduk yang perlu effort besar untuk memasangnya, menempel flyer di tiang listrik justru sangat praktis. Cukup tempel menggunakan lem tepung kanji yang murah meriah itu. Nggak perlu tali tambang, tali plastik, apalagi paku. Tinggal sat set sat set, beres!
Keempat, biayanya murah. Ini poin penting yang perlu diingat oleh para politisi tadi. Kalau jualan diri pakai baliho dan spanduk itu biayanya mahal, mulai dari pencetakan, pengurusan izin, sampai pemasangan. Nah, kalau yang ini murah meriah, Bos. Yaaa paling juga keluar biaya untuk cetak dan fotokopi flyer sekaligus jasa nempelnya. Jadi, anggaran jualan diri lewat baliho atau spanduk bisa dihemat dan dialihkan untuk kebutuhan lain. Beli suara, misalnya.
Kelima, luput dari radar Satpol PP. Instansi pemerintah ini memang terkenal galak dalam menertibkan masyarakat. Nggak cuma pedagang kaki lima yang bandel, baliho dan spanduk yang masa izinnya kedaluwarsa pun nggak luput jadi sasaran. Tapi, sepertinya mereka nggak ngurus flyer yang ditempel di tempat ini, deh. Lagipula, itu, kan, susah banget dicabut.
Nah, sudah saatnya para politisi yang ambisius dan menyebalkan itu memikirkan strategi ini. Daripada jual diri lewat baliho dan spanduk yang mengganggu keindahan, kenyamanan, dan keamanan, lebih baik mulai beralih ke media tiang listrik. Sekali-kali nggak apa-apa lah, foto mereka bersanding mesra dengan iklan badut sulap atau sedot WC itu. Setuju?
Sumber gambar: Pixabay