Beberapa waktu lalu, jagat media sosial diramaikan dengan berita Jerome Polin yang lulus dan resmi menyandang gelar sarjana jurusan Matematika Terapan dari Waseda University, Jepang. Melihat acara wisuda Jerome Polin tentu membuat kita jadi tahu sedikit banyak mengenai upacara wisuda di Jepang, kan? Ternyata ada lho beberapa perbedaan antara prosesi wisuda di Jepang dan Indonesia. Kebetulan saya sendiri telah merasakan bagaimana prosesi wisuda S1 di Indonesia dan S2 di Jepang. Mau tahu apa saja perbedaannya? Yuk, kita simak bersama-sama.
#1 Waktu
Tahun ajaran baru Jepang dimulai pada bulan April dan berakhir pada bulan Maret tahun berikutnya. Hal itu berlaku untuk tahun ajaran baru TK, SD, SMP, SMA, dan universitas. Kedua momen ini sangat identik untuk berfoto dengan bunga sakura lantaran keduanya diselenggarakan pada awal musim semi saat bunga sakura bermekaran.
Jadi, biasanya upacara masuk dilakukan pada minggu pertama bulan April dan upacara kelulusan akan digelar pada minggu-minggu terakhir bulan Maret. Sama kayak wisudanya Jerome, kan? Upacara kelulusan S1-nya dilangsungkan pada tanggal 25-26 Maret 2022 lalu. Akan tetapi, ada juga kampus di Jepang yang menyelenggarakan wisuda pada minggu ketiga, tergantung tradisi dan kebijakan kampusnya masing-masing. Yang jelas, upacara kelulusan S1 di Jepang hanya ada setahun sekali.
Akan tetapi, ada pengecualian untuk S2 dan S3. Umumnya, kampus di Jepang menyelenggarakan dua kali penerimaan mahasiswa S2 dan S3, yakni musim semi (sekitar bulan April, seperti S1) dan musim gugur (sekitar bulan Oktober). Jadi, untuk upacara kelulusannya juga ada dua kali, akhir Maret dan akhir September. Kebetulan saya dulu lulus pada bulan September. Untuk upacara wisudanya memang lebih sepi ketimbang prosesi pada bulan Maret lantaran hanya ada wisudawan S2 dan S3, sedangkan wisudawan S1 semuanya mengikuti prosesi pada bulan Maret.
Di Indonesia sendiri biasanya mengadakan prosesi wisuda tak hanya sekali dalam satu tahun ajaran. Di kampus-kampus besar seperti UGM misalnya, dulu malah ada tiga hingga empat kali periode wisuda. Saya dulu kebetulan wisuda S1 saat bulan November atau periode ketiga.
#2 Susunan acara
Untuk urutan susunan acara, sebenarnya prosesinya tergantung universitas masing-masing. Baik di Indonesia maupun di Jepang, rata-rata susunan acara wisuda terdiri dari upacara wisuda kampus untuk wisudawan tingkat universitas dan upacara wisuda untuk wisudawan tingkat fakultas.
Nah, bedanya ada di urutan acaranya. Melihat kelulusan Jerome Polin kemarin, di Waseda University ada upacara di tingkat fakultas dulu baru kemudian di tingkat universitas. Saat upacara di tingkat fakultas, ada upacara pelepasan simbolik dari rektor dan jajarannya, menyanyi himne kampus, dll. Berdasarkan website Waseda University sih ada dua hari wisuda dan masing-masing ada pembagian sesi lantaran wisudawan Waseda sekitar 10.000 orang.
Sementara waktu saya S2 di Jepang dulu, upacaranya dimulai dari tingkat universitas, baru dilanjut dengan tingkat fakultas dengan penyerahan ijazah. Selama upacara wisuda seharian ini, wisudawan hanya menerima ijazah, lho, tidak menerima “kenang-kenangan” atau lainnya dari pihak kampus.
Di Indonesia beda lagi. Dulu, ijazah diserahkan satu per satu saat upacara wisuda di tingkat universitas. Acara biasanya dilanjut dengan pidato rektor, menyanyikan himne kampus, dll. Setelah upacara wisuda tingkat universitas selesai, wisudawan mengikuti prosesi di fakultas masing-masing. Di acara kedua ini biasanya ada pidato dari dekan fakultas masing-masing dan pemberian “kenang-kenangan” dari pihak fakultas, pengumuman wisudawan terbaik, dan ramah-tamah.
Eits, itu semua sebelum Covid-19 menyerang, ya. Setelah ada pandemi, upacara wisuda umumnya dilakukan secara daring dengan diwakilkan. Hmmm, jadi kurang greget, ya.
#3 Pakaian wisuda
Bicara soal pakaian yang dikenakan saat prosesi wisuda sebenarnya lebih karena budaya dan kebiasaan, sih. Di Jepang, wisudawan S1 dan S2 biasanya tidak memakai toga. Toga dianggap “sakral” dan biasanya dipakai oleh wisudawan S3 alias PhD.
Lha, kalau begitu pakai apa, dong?
Biasanya, wisudawan S1 maupun S2 memakai pakaian tradisional Jepang, bisa hakama maupun kimono. Untuk laki-laki, biasanya cukup memakai setelan jas biasa, tetapi ada juga memakai hakama. Sementara untuk perempuan, sebagian besar memakai hakama, tetapi ada juga yang memakai kimono dengan lengan panjang (nagasode).
Khusus hakama maupun kimono, para wisudawan di Jepang tidak harus beli karena bisa menyewa. Banyak sekali toko yang menyewakan hakama untuk upacara wisuda ini, biasanya sudah termasuk makeup dan hair do-nya, lho. Biaya sewanya bervariasi, mulai dari 20.000 yen (2,4 juta rupiah) sampai yang termahal bisa mencapai 100.000 yen (12 juta rupiah) atau lebih. Tak hanya baju yang disewakan, biasanya sudah sepaket dengan hiasan dan ornamen pendukung seperti jepit rambut, tas, dan sepatu. Biaya ini tergantung motif, warna, dan model. Semakin cantik motif warna dan modelnya, biaya sewa tentu semakin mahal.
Kenapa tidak beli saja? Di Jepang, hakama biasanya hanya dipakai pada momen khusus seperti wisuda ini. Jarang sekali anak muda Jepang yang memiliki hakama maupun kimono karena harganya mahal (kalau beli bisa mencapai 200.000-an yen atau sekitar 24 juta rupiah), perawatannya cukup sulit, dan pemakaiannya jarang. Belum lagi saat memakainya harus minta tolong pada ahlinya. Jadi, lebih baik menyewa karena lebih praktis.
Saat wisuda S2 di Jepang, saya memakai kebaya yang saya bawa dari Indonesia. Selain tak ada ketentuan khusus dari pihak kampus, kebanyakan mahasiswa asing yang lulus di Jepang memakai pakaian tradisional negaranya masing-masing.
Sementara di Indonesia, wisudawan biasanya kemeja putih dan jas dan kebaya untuk wisudawan perempuan. Saat upacara wisuda tingkat universitas, para wisudawan wajib memakai toga. Di Indonesia sendiri untuk jas dan kebaya bisa beli atau sewa, tergantung kemantapan hati. Biasanya sih banyak yang beli atau jahit sendiri lantaran jas dan kebaya bisa dipakai lagi untuk berbagai momen lainnya.
#4 Selempang cumlaude dan ijazah
Sebagus-bagusnya nilai kuliah, tak ada selempang cumlaude di upacara wisuda Jepang. Di ijazahnya saja, biasanya hanya ditulis gelar kelulusan. Hal ini tak beda jauh dengan penulisan gelar di ijazah Indonesia. Biasanya predikat kelulusan juga dituliskan pada transkrip nilai, kan? Namun, di Indonesia biasanya wisudawan dengan IPK cumlaude akan mendapat selempang yang menandakan bahwa ia mahasiswa berprestasi.
Terus, bagaimana bisa tahu seseorang cumlaude atau bukan di Jepang? Ya dicek sendiri. Nilai IPK di Jepang kadang harus dikonversi sendiri, lho, lantaran tidak seperti di Indonesia. Jadi, kalau kita sering membanggakan selempang cumlaude itu, di Jepang sih sama sekali tidak ada (yang jual). Hehehe.
Itulah beberapa perbedaan wisuda di Jepang dan Indonesia. Wisuda sebenarnya hanyalah sebuah “momen kecil” dalam hidup karena justru setelah luluslah kehidupan sebenarnya dimulai. Saya jadi bertanya-tanya, orang Jepang sepertinya tidak suka “memamerkan” hal-hal seperti gelar pendidikan dan selempang cumlaude, ya. Mungkin karena sifat rendah hati mereka atau memang takut mengecewakan ekspektasi orang-orang? Entahlah…
Penulis: Primasari N Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Menghitung Biaya Kuliah Jerome Polin Selama Kuliah di Jepang.