4 Pembelajaran dari Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Gofar Hilman

Saya yakin saat saya menulis artikel ini, mungkin sudah banyak artikel-artikel lain juga opini-opini lain yang beterbangan di media sosial mengenai kasus antara Nyelaras dan Gofar Hilman. Saya menyadari bahwa dari kasus ini ada banyak hal yang bisa kita ambil jadi pelajaran untuk lebih aware ke depannya.

Pelecehan seksual itu bentuknya banyak sekali. Nyolek badan orang lain, mendadak merangkul, tiba-tiba nemplok, siul-siul, dan catcalling ke orang lewat, dan masih banyak lagi. Korbannya tidak hanya perempuan, laki-laki juga ada yang kena, kok.

Hal yang membuat kesal, seringnya justru korban yang menjadi “orang yang salah” di kasus-kasus pelecehan seksual seperti itu. Pakaian yang dianggap kurang sopan dan terlalu terbuka, dandanan yang dinilai terlalu menor, badan yang dianggap terlalu seksi dan “mengundang”. 

Padahal, hal ini bukan hanya terjadi pada orang-orang yang berpakaian seksi. Dari cerita-cerita yang beredar, pelecehan seksual juga terjadi pada orang-orang yang berpakaian tertutup dari atas sampai bawah, bahkan banyak terjadi di tempat yang seharusnya dianggap lebih aman, seperti di pondok pesantren, dll. 

Oke, balik lagi ke kasus Nyelaras dan Gofar Hilman. Ada beberapa poin yang bisa kita garis bawahi di sini.

#1 Kamu boleh mabuk, asal….

Di video Instastories yang sempat diunggah oleh Nyelaras, kita jadi tahu seperti apa kondisi tempat dan situasi di acara itu. Oke, tempatnya adalah sebuah tempat yang memang wajar didatangi dengan dandanan seksi. Di tempat seperti itu biasanya memang wajar bila orang-orang minum minuman beralkohol sampai mabuk.

Namun, ada alasannya kenapa alkohol diperbolehkan hanya untuk yang berusia 21 tahun ke atas. Sederhana, supaya yang minum dapat mempertanggungjawabkan hal yang dia perbuat saat dia mabuk. Walau memang nggak semua yang berusia di atas 21 itu sudah dewasa sih, ya. 

Kalau memang saat kejadian itu, Gofar Hilman sedang mabuk, bukan berarti menjadi wajar juga dong kalau dia grepe-grepe badan cewek tanpa konsen. Jangan jadikan mabuk sebagai alasan untuk menormalisasi sikap paling bangsat yang kalian lakukan. Kalau merasa tidak bisa mempertanggungjawabkannya nanti, ya tidak usah mabuk. Simpel.

#2 Bagaimanapun keberanian untuk speak up harus diapresiasi

Di luar semua itu, keberanian Nyelaras untuk speak up seharusnya kita apresiasi sepenuh hati. Untuk membicarakan aib sendiri di depan banyak orang itu nggak gampang. Ada nama baik keluarga di balik punggung, ada reputasi yang bisa saja hancur, ada rasa malu yang teramat sangat, trauma yang luar biasa, dan risiko kehilangan teman atau tidak lagi dipercaya oleh orang lain. 

Orang sudah berani speak up kok malah di-bully? Jangan dong! Hargai dulu! Perihal nanti hal yang disampaikannya terbukti benar atau tidak, toh akan terjawab. 

Jadi, jangan pernah lagi membully orang yang sudah menguatkan hati untuk speak up ya, Mylov. Inilah yang membuat banyak kasus pelecehan seksual  tampak wajar dan berpengaruh pada pola pikir orang-orang yang akhirnya jadi menormalisasinya. 

“Dienakin kok nggak mau?” Dengkulmu!

#3 Lanjut ke jalur hukum itu logis, tapi….

Kalau Gofar Hilman ingin menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan kasus ini, ya bagi saya itu logis. Bila tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, maka biarkan hukum yang menjawab. 

Tapi, tapi, tapi, prosesnya perlu kita simak baik-baik. Pasalnya, di negara kita yang gemah ripah loh jinawi ini, masih banyak hukum yang timpang. Hukum yang pada akhirnya membuat korban pelecehan seksualbmemilih untuk diam dan bungkam. Hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas. 

Kebanyakan korban pelecehan seksual memilih untuk bungkam karena mereka merasa takut duluan mendengar kata hukum, pengacara, bukti, saksi, atau pengadilan. Mereka keder duluan membayangkan akan seperti apa ribetnya segala prosesnya nanti. Kita tidak bisa menutup mata bahwa penegak hukum pun masih ada yang beranggapan pelecehan seksual itu wajar dan korban justru adalah pihak yang salah. 

Jadi, kalau memang pada akhirnya kasus ini masuk ke ranah hukum, kita sebagai warganet bisalah memantau prosesnya. Jangan sampai Nyelaras yang sudah berani speak up ini jadi ciut lagi nyalinya.

#4 Sange boleh, bego jangan!

Terakhir, kalian boleh sange. Itu hak kalian, tapi jangan bego. Pamer bisa peluk cium banyak orang itu nggak keren. Memamerkan bahwa kalian sudah meniduri banyak orang itu juga bukan hal yang membanggakan, jatuhnya lebih ke menjijikkan. Nggilani. 

Sange di tempat umum, apalagi. Ya boleh sih, tapi jangan dilampiaskan saat itu juga, di situ, sama sembarang orang. Konsen itu perlu. Kesadaran dan kontrol diri itu penting. 

Kalau kalian merasa masih belum bisa mengontrol diri sendiri, jangan main-main sama hal seperti ini. Nantinya bakal ada orang lain yang tersakiti, Mylov. Tolong, jangan!

BACA JUGA Lelaki yang Alami Pelecehan Seksual Itu Masalah Super Besar dan Bukan Guyonan! dan tulisan Dini N. Rizeki lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version