Sebetulnya, profesi desainer grafis itu menjanjikan. Lihat deh di sekeliling kamu. Ada begitu banyak hasil karya para desainer grafis bertebaran di segala penjuru. Mulai dari brosur kredit hape, surat undangan pernikahan, iklan di koran, sampai baliho para politikus yang ada di pinggir jalan itu. Itu semua adalah bukti nyata bahwa jasa desainer grafis itu sangat dibutuhkan di berbagai bidang. Apalagi di era industri 4.0 sekarang, wah, profesi satu ini sepertinya wajib dimiliki oleh setiap perusahaan.
Akan tetapi, untuk menjadi seorang desainer grafis yang andal, butuh banyak skill. Selain harus menguasai berbagai aplikasi desain grafis dan punya cita rasa seni yang tinggi, seorang desainer grafis juga harus punya mental sekuat baja. Ini serius! Mental sekuat baja sangat dibutuhkan untuk menghadapi bacotan para klien yang cerewet, nyuruh seenaknya, dan sok-sokan ngasih masukan padahal mereka sendiri nggak paham seni.
Berdasarkan pengalaman (((pahit))) saya sendiri, kebanyakan klien yang menggunakan jasa desainer grafis memang begitu. Nggak semua sih, tapi banyak. Bahkan saya mencatat setidaknya ada 4 kalimat yang biasa dilontarkan para klien dan bikin para desainer grafis muntab.
#1 Terserah gimana desainnya. Saya percaya, kok!
Ketika mendengar kalimat ini, sebetulnya nggak bikin kesal, sih. Cuma jadi bikin bingung, sebenarnya klien maunya apa? Biasanya kan para desainer grafis baru bisa mengeksekusi suatu desain kalau sudah jelas konsepnya seperti apa, untuk momen apa, dan petunjuk lainnya. Lah, ini malah dibilang terserah macam ngajak pacar mau makan di mana. Pasti bingung, kan?
Mending kalau klien tadi langsung setuju dengan hasil desainnya. Kalau nggak setuju dan malah minta dirombak ini itu? Hih, rasanya pengin tak banting ni kibor komputer.
#2 Mahal banget, sih. Harga teman bisa?
Kalimat ini cukup sering terlontar dari klien, khususnya klien dari sirkel pertemanan. Memang serba salah kalau kondisinya begitu. Mau pasang tarif harga standar, takut dikira nggak mau bantu teman. Mau ngikut pakai harga teman, ya nggak segitu juga harganya.
Idealnya sih profesional saja lah. Mau teman atau bukan, business is business. Seharusnya para klien itu, mau teman atau bukan, bisa menghargai usaha dan skill para desainer grafis dengan harga yang pantas. Desain grafis itu kan bukan pekerjaan yang mudah dan biayanya juga nggak murah.
#3 Besok selesai bisa? Cuma gitu, kok!
Nah, kalimat ini juga cukup populer di kalangan desainer grafis. Bukannya apa-apa, kalimat seperti ini terkesan menganggap enteng kerjaan profesi satu ini. Dipikirnya kerjaan desainer grafis itu cuma plek gambar ini, plek gambar itu, kasih teks, kasih warna, beres. Ya nggak gitu konsepnya, Markonaaah.
Desain grafis itu bukan sekadar bikin gambar, tapi juga memikirkan konsepnya, tata letaknya, segi estetiknya, juga nilai artistiknya. Pokoknya banyak deh yang dipikirkan. Makanya bikin desain itu butuh waktu lama untuk mikir, bukan cuma waktu untuk eksekusi.
#4 Desainnya masih bisa direvisi, kan?
Sebetulnya nggak masalah sih kalau suatu desain direvisi. Semuanya kan tergantung kesepakatan. Dari klien maunya gimana, dari desainer masukannya seperti apa. Nah, makanya revisi desain itu perlu dan penting. Biar sama-sama bisa mengakomodir kedua pihak.
Tapiii, kalau revisi terus-terusan sih bukan kesepakatan lagi namanya. Itu sudah menjurus ke arah penyiksaan buat para desainer grafis. Revisi desain itu pastinya akan menguras tenaga, air mata, dan waktu. Idealnya sih revisi desain itu ada batas maksimalnya, misalnya dua atau tiga kali revisi.
Nah, itulah kalimat-kalimat yang sangat dibenci para desainer grafis. Iya, saya paham kalau mereka itu memang dibayar untuk bekerja sekaligus mengikuti keinginan klien. Tapi, mbok ya jangan seenaknya minta ini itu. Tolong dipahami kalau kami juga manusia, punya rasa punya hati. Jangan samakan dengan pisau belati. Ngerti ora, Son?
Sumber Gambar: Unsplash