Teman saya orang asli Semarang yang pernah merantau Jogja dan beberapa daerah lain di Pulau Jawa. Selama merantau di berbagai daerah di Jawa, tidak banyak kekagetan yang dia rasakan. Daerah satu dengan yang lain relatif sama.
Berbeda cerita ketika dia merantau ke Bali, tepatnya di Kerobokan, Kuta Utara. . Ada hal-hal yang tampak wajar saja di Bali, tapi nggak lumrah di Jogja. Memang, perbedaan ini tidak sampai membuatnya kesulitan menyesuaikan diri selama setahun tinggal di Bali. Namun, perbedaan ini membuatnya lebih terbuka terhadap banyak hal baru.
Daftar Isi
#1 Banyak hari libur di Bali
Warga lokal Bali yang mayoritas beragama Hindu mendapat hari libur di luar Sabtu, Minggu, dan tanggal merah. Asal tahu saja, umat Hindu memang punya hari-hari khusus untuk sembahyang selain hari besar yang sudah diliburkan oleh pemerintah. Setiap bulan pasti ada hari libur untuk sembahyang selain hari Sabtu, Minggu, dan tanggal merah.
#2 Minuman beralkohol dijual bebas di minimarket
Berbeda dengan minimarket di Jogja dan mayoritas daerah di Pulau Jawa, begitu mudah membeli minuman beralkohol di minimarket di Bali. Penjualan minuman beralkohol di sana lebih longgar, mungkin karena menyesuaikan pasarnya ya. Di Bali, khususnya di daerah teman saya merantau, memang banyak turis mancanegara sehingga permintaan minuman beralkohol cukup tinggi.
Baca halaman selanjutnya: #3 Begitu mudah …
#3 Begitu mudah menemukan canang
Kalian akan mudah menemukan canang ketika berada di daerah manapun di Bali. Dilansir dari berbagai sumber, canang adalah sebuah persembahan yang sehari-hari dibuat oleh penganut Hindu. Biasanya, Canang dibuat dari janur kelapa sebagai wadah, bunga untuk isian, dan dupa. Biasanya canag ditempatkan di titik-titik yang dianggap suci.
Teman saya cerita, dia menjadi lebih waspada ketika berjalan atau masuk ke sebuah bangunan selama di Bali. Dia takut menyenggol atau menginjak canang dan dianggap tidak menghargai kepercayaan warga.
Di Bali, warung makan dengan menu babi begitu mudah ditemukan. Kebanyakan olahan menggunakan bumbu Bali yang cenderung gurih pedas. Makanan ini seperti santapan harian bagi warga lokal. Mungkin, kalau di Jogja, levelnya seperti soto ya.
Harganya pun beragam ada yang sangat ramah di kantong ada juga yang cukup merogoh kocek./ Soal harga, teman saya juga menjumpai perbedaan. Tidak seperti rumah makan babi di Pulau Jawa yang kebanyakan sudah dipatok harga. Di Bali, jajan nasi campur bisa disesuaikan dengan harga yang diinginkan oleh pembeli. Bahkan, di beberapa warung tertentu, teman saya bisa membeli nasi campur dengan harga hanya Rp15.000.
#5 Banyak turis asing di Bali
Turis asing sama-sama mudah ditemui di Jogja dan Bali, mengingat keduanya merupakan daerah wisata. Namun, menurut pengamatan teman saya, turis asing di Bali lebih banyak dan beragam. Apalagi, teman saya tinggal di dekat dengan pesisir yang terkenal dengan berbagai destinasi wisata pantai. Dia merasa turis asing seperti warga lokal saking banyaknya. Bahkan, para turis ini seperti sudah membaur dengan warga lokal.
Di atas beberapa hal-hal yang wajar di Bali, tapi tidak lumrah di banyak wilayah di Pulau Jawa, apalagi Jogja. Bukan bermaksud membanding-bandingkan, tulisan ini hanya ingin berbagi pengalaman. Harapannya, banyak orang tidak begitu kaget ketika merantau atau mampir ke Pulau Dewata.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Nasib Warga Prambanan Sleman, Terasing dari Kabupatennya Sendiri
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.