Menyaksikan ikan koi tumbang satu persatu membuat saya sadar, bahwasanya hidup terkurung dalam ruang yang tidak nyaman itu bisa bikin gila, bahkan mati.
Memangnya siapa sih yang betah tinggal di lingkungan yang kumuh? Udaranya beracun? Apalagi kita biasa hidup di lingkungan yang bersih, indah dan udaranya segar? Bisa disimpulkan, kita bakal stres, kan? Sama dengan yang dirasakan ikan-ikan koi saya, yang setiap hari tidak nyaman lantaran memiliki kolam yang tidak layak untuk ditinggali.
Syukur, kini saya sudah melewati masa-masa susah tersebut. Ikan koi saya sudah tidak ada yang sakit dan tumbuh dengan cepat. Meski demikian, saya tidak bisa dikatakan sudah ahli. Saya hanya merasa menjadi seorang amatir yang beruntung.
Nah, biar keberuntungan saya ini juga menular ke penghobi koi pemula lainnya, saya hendak merangkum hal apa saja yang saya lakukan agar ikan koi saya selamat. Simak nih.
#1 Siapkan ekosistem yang baik
Ekosistem yang baik untuk ikan koi adalah alam bebas yang masih murni, tidak tercemar oleh limbah. Selain itu, ekosistem harus menyediakan banyak hal. Seperti pasokan oksigen terlarut dalam air, bakteri pengurai kotoran ikan, dan kestabilan suhu air terjaga.
Jadi, ketika kita menemukan sebuah genangan air yang sudah terbentuk secara alami, sebenarnya itu bisa dijadikan tempat tinggal ikan koi yang nyaman.
Sebab, tumbuhan air bisa menjadi penghasil oksigen terlarut dalam air begitu juga lumut. Selain sebagai penghasil oksigen, lumut juga disukai ikan koi sebagai tambahan makanan.
Jadi, sebenarnya merawat ikan koi itu mudah jika kita mampu membawa pulang ekosistem alami tersebut ke rumah kita. Hanya saja faktanya sebagian pemula lalai dalam memperhatikan ekosistem tersebut. Dikira asal ada airnya, ikan koi bisa hidup. Nggak begitu konsepnya, Bro!
#2 Biarkan saja air kehijauan atau kecoklatan
Nah, untuk membangun ekosistem yang sesuai dengan ikan koi, kita perlu menyediakan berbagai peralatan dan bahan. Seperti yang kita tahu, air sehat bagi ikan koi yang ditemukan di alam bebas tidak tercipta secara instan, melainkan melalui proses yang sangat panjang.
Maka dari itu, untuk mempercepat pembuatan ekosistem tersebut, kita perlu ikut campur dalam menyiapkan segalanya.
Mulai dari pembuatan kolam yang memiliki aliran air teratur, hingga membangun filter yang andal. Hal ini bertujuan agar kotoran ikan nantinya bisa segera diurai oleh bakteri di dalam kolam. Sehingga, ikan koi tidak bakal keracunan sama tahinya sendiri.
Sementara itu, kolam yang baru dibangun mana mungkin mengandung bakteri baik? Sehingga, di dalam filter kita perlu menyediakan tempat perkembangbiakan bakteri. Biasanya, para penghobi menggunakan bioball atau bio ring.
Kedua benda tersebut sebenarnya memiliki fungsi sebagai tempat menempelnya bakteri baik yang biasa disebut filter biologis. Media filter tersebut sengaja dibuat berongga-rongga, karena semakin banyak luas permukaan, semakin banyak bakteri yang bisa menempel. Sebab cara kerja bakteri tersebut adalah dengan bersentuhan, sehingga kita wajib memastikan semua air kolam bisa melewati dan bersentuhan dengan rumah bakteri untuk mempercepat proses penguraian amonia.
Untuk makin mempercepat terbentuknya koloni bakteri baik ini, kita perlu memicunya dengan bakteri starter. Kita bisa membelinya di toko ikan.
Jadi, setelah kolam ikan koi diisi air, filter mekanis (macam jaring nelayan) dipasang, filter biologis disusun, maka kita perlu mencampur air kolam dengan bakteri starter. Nah, hal ini nih yang biasanya luput dari pandangan pemula.
Setelah bakteri dicampur, butuh waktu untuk membuat kolam tersebut sesuai dengan kebutuhan ikan. Nggak bisa instan. Kalian masih perlu memperhatikan kolam. Jangan mentang-mentang sedia air dan filter doang, kalian anggap itu sudah ideal untuk koi.
Kembali ke pembentukan ekosistem.
Nah, selama proses pembangunan ekosistem ini, biasanya kondisi air akan mengalami banyak perubahan warna dan kejernihan. Adakalanya, air di kolam akan nampak kecoklatan lalu kehijauan. Hal ini wajar saja karena ini merupakan dari proses pembentukan ekosistem.
Dalam waktu sebulan ini, setidaknya kita perlu menahan diri untuk tidak menguras kolam ikan meski merasa tidak nyaman dengan kondisi air kolam yang mirip empang; butek nggak enak dipandang.
Tapi, yang perlu kita lakukan adalah cukup mengganti airnya tidak lebih dari 20 persen tiap tiga hari sekali secara teratur.
Jika Tuhan menghendaki, setelah satu bulan ekosistem akan terbentuk ditandai dengan perubahan warna air kolam yang tiba-tiba nampak bening dengan sendirinya. Biasanya akan nampak lumut kecoklatan, atau lumut kehijauan di sekitar dinding kolam. Biarkan saja, jangan dibersihkan!
# 3 Siapkan bak karantina yang memadai
Selama satu bulan itu, biasanya sudah banyak ikan koi yang tumbang. Atau paling ringan ada ikan yang sakit karena ekosistem yang belum terbangun sempurna.
Nah, maka dari itu kita juga perlu menyediakan bak karantina yang memadai. Mulai dengan melengkapinya dengan aerator, heater, dan rajin mengganti air.
Catatan saja, bak karantina memang bukan ekosistem yang ideal, sehingga segalanya harus dengan bantuan alat.
Selama menampung ikan di bak karantina, kita tidak boleh memberinya makan. Sebab, hal itu bisa bikin kadar amonia dalam kolam naik.
#4 Hindari obat-obatan dosis tinggi
Memberi obat ikan dengan dosis tinggi sebaiknya dihindari. Bahkan jika ikan sakit tidak terlalu parah kita cukup memberinya garam ikan sesuai aturan.
Saya tidak berani menyarankan obat-obatan, sebab saya selalu saja gagal menyelamatkan ikan koi saya dengan obat-obatan. Justru, dengan garam ikan dan sering mengganti air di bak karantina, beberapa ikan koi saya bisa sehat kembali.
Jika boleh menyarankan, lebih baik mencegah daripada mengobati. Seperti yang sudah saya alami, saat ekosistem kolam sudah bagus, semua ikan koi saya sehat dan tumbuh dengan baik.
Nah, itulah empat hal yang wajib diperhatikan oleh pemula dalam memelihara ikan koi. Semoga bermanfaat ya, Bos! Salam satu hobi!
Penulis: Erwin Setiawan
Editor: Rizky Prasetya