Kita semua mungkin harus sepakat bahwa cilok adalah sebuah kudapan yang enak dan nggak terikat “ruang dan waktu”. Meskipun khas tanah Sunda, orang-orang dari seluruh penjuru negeri menyukainya. Camilan satu ini juga mudah dijumpai di mana saja.
Selain itu, cilok juga bisa dinikmati di segala cuaca, waktu, situasi, dan kondisi. Sedih atau senang, panas atau hujan, santai atau hectic, makan camilan satu ini tetap saja nikmat.
Di Jawa Timur, terlebih di Kota Batu, kota tempat saya tinggal, cilok jadi salah satu kudapan yang paling banyak dijumpai. Di depan SD, di alun-alun, hingga di depan gang pasti ada setidaknya satu pedagang yang menjajakannya. Dan, di sini, ada dua jenis cilok. Ada yang terbuat dari tepung kanji (aci), ada juga yang terbuat daging (ayam atau sapi, ada yang plus urat juga). Kedua jenis ini punya nasib serupa: nggak pernah sepi pelanggan.
Meskipun jadi jajanan favorit dan nggak pernah sepi pelanggan, bukan berarti semua cilok itu enak. Ada beberapa cilok yang rasanya sangat biasa saja, bahkan sampai di level mengecewakan. Nah, sebagai pencinta camilan satu ini, saya pengin memberi tahu beberapa ciri-ciri penjual cilok yang dagangannya sudah pasti enak. Biar kalian nanti bisa menghindari yang zonk.
#1 Aroma khas cilok yang menyeruak ketika pancinya dibuka
Ciri pertama adalah aromanya. Kalau kalian datang ke pedagang cilok, kalian pasti bisa mencium aroma khas yang gurih dari dalam panci. Apalagi kalau pancinya baru saja dibuka. Aromanya itu paduan aroma gurih dari paduan tepung dan daging, serta ada hint sedikit aroma merica. Kalau kalian sudah mencium aroma tersebut, hampir pasti ciloknya enak.
Aroma ini jadi penilaian dasar, sebab saya pernah beberapa kali beli cilok yang aromanya nyaris nggak keluar. Bahkan ketika pancinya dibuka, aroma yang keluar cuma aroma kaldu tipis saja (ini biasanya di pedagang cilok daging). Kalau sudah begitu, biasanya rasanya biasa saja. Bahkan bisa jadi nggak enak. Makanya, kalau mau tahu enak atau nggaknya, nilai dari aromanya dulu ketika pancinya baru dibuka.
#2 Masih pakai arang untuk memanaskan
Ciri-ciri kedua ini mungkin masih ada kaitannya dengan ciri-ciri pertama di atas. Penjual yang ciloknya enak, biasanya masih pakai tungku kecil dan arang untuk memanaskan dagangannya. Seperti kita tahu, makanan yang dimasak atau dipanaskan dengan arang akan menambah aroma smoky dalam makanan tersebut. Dan, di kasus cilok, arang ini benar-benar jadi semacam aspek penentu enak atau nggaknya dagangan yang dijajakan.
Sekarang ini penjual cilok yang masih pakai arang sudah perlahan berkurang. Banyak penjual lebih memilih pakai kompor kecil untuk memanaskannya. Lebih praktis, memang. Tapi, soal rasa jelas kalah. Cilok yang dipanaskan pakai kompor jelas nggak lebih enak dari cilok yang dipanaskan pakai arang. Selain rasanya yang kalah, aromanya nggak keluar.
Di Batu, ada pejual cilok namanya Pak Limin. Dia sekarang kalau mangkal di daerah Pesanggrahan, di Jalan Samadi. Salah satu nilai plus Pak Limin adalah dia masih pakai arang. Bahkan, kalau kita datangnya agak awal, kita bisa lihat dia kipas-kipas tungku arang untuk memanaskan dagangan. Dan iya, ciloknya enak, bahkan jadi favorit banyak orang Batu.
#3 Cilok masih fresh, tidak kelewat pucat, dan teksturnya pas
Cilok yang enak atau nggak, sebenarnya bisa kita lihat dari wujudnya. Kalau masih kelihatan segar, masih seperti baru selesai direbus, biasanya itu cilok yang enak. Tapi, kalau kelihatan terlalu pucat, dan ada bagian-bagian yang terlalu kenyal, biasanya itu cilok yang kurang enak, dan pastinya kurang fresh. Ini berlaku untuk semua jenis ya, baik yang berbahan aci maupun yang daging.
Cilok yang kelihatan segar, sudah pasti dibuat di hari yang sama ketika dijual. Dan, penjual yang bikin setiap hari, berarti ciloknya selalu habis. Pagi bikin, siang dijual, sore atau malam habis. Besok pagi, bikin lagi. Kalau begini, sudah hampir pasti ciloknya enak dan tentunya laku banget. Lha wong tiap hari habis dan tiap hari bikin lagi, kok.
Cilok yang enak juga pasti punya tekstur yang pas. Ini bisa dilihat dari cilok yang ada di dalam panci. Cilok nggak terlalu kering, juga nggak terlalu basah. Lalu kalau dimakan, kekenyalannya pas, nggak terlalu lengket dan kenyal, juga nggak terlalu lembek.
#4 Menyediakan saus kacang
Kalau di sekitar tempat tinggal saya, penjual cilok yang menyediakan saus kacang, bisa dipastikan dagangannya enak, atau setidaknya nggak mengecewakan. Camilan satu ini memang paling cocok memang dengan bumbu kacang, bukan saus tomat, sambal, atau kecap. Bumbu kacang saja itu sudah cukup. Apalagi kalau bumbu kacangnya ada pilihan yang pedas dan nggak pedas, pasti enak itu. Saya berani jamin.
Sekarang penjual yang menyediakan bumbu kacang sudah makin jarang. Entah gimana di tempat lain, tapi di tempat saya tinggal, penjual yang menyediakan bumbu kacang ini makin lama makin berkurang. Dan pedagang yang masih menyediakan bumbu kacang ini ciloknya memang enak. Ya karena cilok itu paling pas sama bumbu kacang, bukan sama yang lain.
Itulah setidaknya 4 ciri-ciri penjual cilok yang enak. Gara-gara nulis ini, saya jadi ingat kalau saya dulu pernah punya cilok langganan. Pedagangnya keliling bawa motor Smash, gerobaknya warna hijau, ada tulisan “Cilok Lumajang”. Kami memanggil orang itu Cak Tu’i. Dulu dia sering banget keliling kampung saya, mangkal di depan TPQ. Ciloknya enak, jadi langganan orang sekampung, dan memenuhi keempat ciri-ciri di atas.
Tapi, sekarang, saya makin jarang ketemu ciloknya Cak Tu’i. Saya tahu dia masih jualan, tapi sudah hampir nggak pernah lewat kampung saya. Ya sudah, lah, tulisannya saya akhiri di sini aja. Saya mau keliling cari ciloknya Cak Tu’I dulu.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 “Dosa” Penjual Cilok yang Sulit Dimaafkan Pembeli.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
