Sebaiknya Pikir Ulang kalau Mau Buka Warung Madura di Tulungagung

Sebaiknya Pikir Ulang kalau Mau Buka Warung Madura di Tulungagung Mojok.co

Sebaiknya Pikir Ulang kalau Mau Buka Warung Madura di Tulungagung (unsplash.com)

Ada beberapa alasan warung Madura dan Tulungagung nggak akan cocok. 

Di kota-kota besar, kehadiran warung Madura bak penyelamatan. Toko kelontong yang dikelola oleh orang Madura ini terkenal lengkap dan buka 24 jam. Satu hal yang tidak kalah penting, harga barang-barangnya relatif lebih murah dibanding jaringan minimarket seperti Indomaret dan Alfamart. 

Itu di kota besar. Beda cerita ketika warung Madura hadir di daerah-daerah kecil seperti Tulungagung, tempat tinggal saya. Kehadirannya tidak akan begitu spesial karena beberapa alasan. 

#1 Ritme hidup orang Tulungagung berbeda dengan kota-kota besar

Salah satu daya tawar warung Madura di kota besar adalah tidak pernah tutup alias selalu buka 24 jam. Bahkan, banyak orang menyebut warung ini baru akan tutup kalau kiamat tiba. Awalnya saya pikir ungkapan itu berlebihan. Namun, setelah mencermati dengan seksama bahwa warung Madura tidak pernah tutup. Saya ikut mengamini ungkapan itu. 

Di kota besar, warung yang buka 24 jam mungkin dibutuhkan. Sebab, banyak orang masih beraktivitas di malam hari. Misal, ojek online, orang-orang kantoran yang nglembur, hingga muda-mudi yang masih nongkrong. 

Akan tetapi, tidak dengan Tulungagung. Di sini, jam 9 malam sudah sepi, jalanan tampak lenggang, lampu-lampu warung sudah padam. Aktivitas terhenti. Orang lebih memilih rebahan di rumah. 

Tidak ada budaya nongkrong sampai dini hari seperti di Surabaya atau Jakarta. Kalau malam-malam lapar? Orang lebih suka masak mi rebus di dapur masing-masing. Paling simpel, tinggal makan sisa nasi di dapur. Jadinya, kelebihan utama warung Madura yaitu buka 24 jam itu tidak terlalu relevan di Tulungagung.

#2 Warung Madura harus bersaing dengan  warung milik warga

Di Tulungagung, hampir setiap rumah punya warung kecil. Dari depan gang sampai pojok kampung. Semua orang sudah punya langganan. Hubungan penjual dan pembeli bukan sekadar transaksi.

Ada hutang-hutangan, ada catatan buku, ada kedekatan. Orang bisa beli dulu, bayar belakangan. Sistem kepercayaan yang tidak bisa ditandingi oleh warung Madura. Walaupun warung ini lebih lengkap, tapi tidak bisa menggantikan ikatan sosial yang sudah mengakar.

#3 Orang-orang terbiasa belanja di pasar tradisional

Orang-orang Tulungagung terbiasa belanja ke pasar tradisional tiap pagi. Di sana mereka membeli bahan makanan segar seperti sayur, ikan, beras, dan bumbu lain. Jadi, kebutuhan sehari-hari Tulungagung sebenarnya sudah terpenuhi di pasar tradisional. 

Itu mengapa, kehadiran warung Madura sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan warga. Paling orang ke sana untuk membeli satu atau dua barang tambahan yang kurang saja. 

Beda dengan kota besar, orang-orang begitu mengandalkan warung Madura karena kesibukan mereka tidak memungkinkan untuk ke pasar tiap hari. Kebutuhan pokok mereka bergantung pada warung yang buka 24 jam itu. 

#4 Warung Madura kurang basa-basi

Penjual warung Madura punya gaya sendiri ketika melayani pelanggan. Penjual melayani secara cepat tanpa basa-basi. Bagi yang belum terbiasa, orang-orang akan melihat mereka kurang ramah, padahal penjual tidak bermaksud demikian. 

Pelayanan semacam itu jelas berbeda dengan gaya orang Tulungagung yang cenderung “lambat”. Mereka senang basa-basi atau sekadar diajak ngobrol. Walau terdengar sepele, perbedaan semacam ini bisa berpengaruh pada loyalitas pelanggan lho. 

Warung Madura di kota besar jadi penyelamat. Di Tulungagung, justru jadi pelengkap yang sering dilupakan. Bukan salah siapa-siapa. Hanya soal ritme. Soal identitas. Soal rasa cocok atau tidak cocok.

Penulis: Marselinus Eligius Kurniawan Dua
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA 5 Barang Indomaret yang Rawan Dicolong Pelanggan Nggak Tahu Diri.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version