Sekitar satu setengah tahun lalu, saya pernah menulis di Terminal Mojok tentang kebiasaan sebagian warga Jogja yang kerap menunjukkan arah berlawanan ketika ada orang tanya alamat atau jalan secara tidak sopan. Artikel yang bisa Anda baca di sini menceritakan pengalaman teman saya yang pernah tersesat gegara diblasukke (ditunjukkan arah berlawanan) oleh salah seorang warga lantaran tidak turun dari motor dan masih pakai helm saat bertanya.
Artikel itu cukup menuai banyak komentar, baik dari kalangan warga Jogja sendiri maupun dari luar daerah. Sebagian menganggap kebiasaan tersebut bentuk dari sikap gila hormat yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Namun, tidak sedikit juga yang akhirnya berani speak up dan menceritakan pengalaman mereka yang pernah diblasukke akibat perilaku yang dianggap tidak sopan.
Terlepas dari pro dan kontra, faktanya kebiasaan tersebut sampai sekarang masih tetap ada. Beberapa waktu lalu, seorang teman yang kebetulan masih mahasiswa baru juga menceritakan pengalaman serupa. Ia mengaku tidak sakit hati, justru banyak belajar dari pengalaman tersebut dan lebih memahami pepatah “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.
Mungkin banyak orang berpikir bahwa hal ini sudah tidak relevan lagi karena sudah ada Google Maps. Tapi percayalah, akan selalu ada momen di mana smartphone tidak bisa diandalkan dan mengharuskan kita bertanya langsung kepada masyarakat setempat saat tidak tahu arah jalan. Buat kalian yang baru datang di Jogja, terutama para mahasiswa baru yang tidak ingin diblasukke dan nyasar, penting mengetahui beberapa adab tanya alamat ke orang Jogja seperti berikut.
#1 Matikan mesin motor
Hal pertama yang perlu Anda lakukan adalah mematikan mesin motor. Di Jogja, tidak turun dari motor saat menanyakan alamat bisa dianggap tidak sopan, terlebih jika tidak mematikan mesin motor. Tentu ini adalah kesalahan fatal. Selain terkesan tidak sopan, bisingnya suara knalpot kendaraan juga bisa bikin orang yang ditanya kurang nyaman dan bikin suasana kurang bersahabat.
Selain itu, usahakan untuk memarkir kendaraan agak jauh dari responden. Sebab, jika Anda parkir motor persis di depan orang yang akan ditanya, seolah mau menantang gelut atau bahkan dituduh klitih. Usahakan menghindari risiko tersebut dengan memarkir kendaraan beberapa meter dari responden.
Ini juga berlaku bagi pengendara mobil, ya. Jika membawa penumpang, sebaiknya salah satu turun dari mobil. Pastikan kaca mobil paling depan juga terbuka agar bisa mendengar arah yang ditunjukkan responden dan terlihat ramah.
#2 Awali dengan “nyuwun pangapunten”
Hampir semua orang tahu bahwa percakapan atau pertanyaan yang baik selalu diawali dengan kata “maaf”. Kata ini bisa digunakan dalam berbagai momen dan kesempatan seperti sebelum memulai rapat, seminar, pengajian, hingga saat menanyakan alamat,
Setelah mematikan mesin motor, turun dari motor, memarkirkan motor, serta membuka helm, jangan lupa untuk mengawali pertanyaan dengan kata “maaf” atau “nyuwun pangapunten”. Dengan mengawali kata “ngapunten” sebelum melemparkan pertanyaan, menandakan bahwa Anda adalah seorang yang beradab, beretika, dan memiliki unggah-ungguh.
Mengucapkan kata maaf sebelum memulai percakapan menjadi salah satu intro terbaik saat berinteraksi dengan orang lain. Untuk itu, tak perlu basa-basi panjang lebar seperti menanyakan nama, usia, atau pekerjaan. Selain menyita waktu, basa-basi yang terlalu berlebihan bisa bikin kaki pegel linu karena kelamaan berdiri.
#3 Membungkukkan badan
Membungkukkan badan saat lewat di depan orang yang lebih tua tentu sudah menjadi tradisi masyarakat di Jawa. Tradisi ini juga berlaku ketika ingin menanyakan alamat ke orang Jogja. Saat bertanya, pastikan badan agak membungkuk, sedikit tersenyum, lalu tanya alamat yang dituju sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepala.
Pastikan Anda tidak mengangkat kepala. Selain terlihat songong dan tidak memiliki tata krama, ini bisa menyulut emosi warga karena dianggap menantang atau mengajak berkelahi. Maka dari itu, luangkan waktu untuk membungkukkan badan sebentar agar suasana lebih hangat dan penuh keakraban.
Bagi masyarakat Jawa, membungkukkan badan saat bertemu atau lewat di depan orang lain bukan berarti sedang merendahkan diri sendiri. Melainkan sebagai bentuk penghormatan dan cinta kasih kepada sesama manusia. Meski begitu, usahakan untuk tidak membungkuk secara berlebihan dan terus-menerus. Selain aneh, konon aktivitas ini juga bisa meningkatkan risiko kelainan tulang belakang atau kifosis.
#4 Bunyikan klakson sebelum beranjak pergi
Sejak ditemukan oleh Hutchinson pada 1908, klakson telah berfungsi cukup baik sebagai sarana komunikasi antarkendaraan. Bagi masyarakat Jogja, klakson juga digunakan untuk aruh-aruh (menyapa) ketika lewat di depan orang. Selain itu, klakson juga kerap dijadikan simbol perpisahan sebelum beranjak pergi.
Nah, setelah diberi tahu alamat yang ingin Anda dituju, pastikan untuk bilang terima kasih kepada bapak atau ibu responden. Selain terlihat lebih humanis, membunyikan klakson sebelum beranjak pergi juga dianggap mampu membuat hati lebih tenang selama perjalanan.
Tidak sedikit orang yang kemudian menganggap bahwa cara-cara di atas adalah bagian sifat gila hormat, menyusahkan pengendara, dan cenderung ribet. Namun, begitulah cara hidup sebagian orang Jawa atau yang lebih dikenal dengan istilah empan papan, di mana setiap orang harus mampu menyesuaikan diri dan pandai menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Terlebih bagi para perantau atau mahasiswa baru, tentu sikap empan papan harus tetap dijadikan pedoman saat menjalani kehidupan sehari-hari. Sebab, kebetulan kita adalah makhluk sosial yang saling bergantung satu sama lain. Yah, daripada hidup di hutan sendirian, bukankah lebih aman dan bijak tetap menjalani protokol bermarsyarakat yang penuh tradisi dan kearifan lokal ini?
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi