Semua kaum muslimin dari berbagai belahan dunia, khususnya Indonesia, turut bersukacita dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Menunaikan ibadah shaum selama sebulan penuh serta menghadiri malam Lailatur Qadar sebagai puncak kemenangan mereka untuk segera memperbanyak zikir kepada Allah swt serta berusaha menghapus berbagai sifat buruknya demi meraih pahala kebaikan. Dengan demikian, bulan Ramadan tidak sekadar menahan diri dari rasa lapar dan haus, tetapi juga membuka lembaran baru untuk mengubah nasib lebih baik.
Salah satu tradisi Ramadan semasa sekolah yang paling dikenang sepanjang masa adalah memperebutkan tanda tangan penceramah. Setelah menunggu jamaah berhamburan pulang dari masjid, kalian selalu berbaris rapi untuk dapat kesempatan meminta tanda tangan penceramah di buku kegiatan Ramadan. Di samping itu, stempel cap basah warna biru bermerek Dewan Keluarga Masjid kerap kali menghiasi buku kegiatan Ramadan agar tampilannya dianggap resmi. Hasil tanda tangan penceramah yang kalian koleksi sepanjang bulan Ramadan rencananya akan diserahkan kepada guru sekolah demi mengincar nilai pesantren kilat.
Walaupun praktiknya terasa sedikit mudah lantaran tinggal mendatangi masjid pada waktu sesi salat tarawih atau subuh, nyatanya berburu tanda tangan penceramah ternyata jauh lebih sulit dari yang kalian bayangkan. Faktanya, sebagian besar penceramah kadang-kadang memilih pulang ke rumah serta sibuk mengisi kajian ceramah di tempat lain. Bisa, sih, diwakilkan sama pengurus masjid, namun tanda tangan penceramah justru lebih bermakna karena terkenal akan keindahan gaya tulisannya yang bernuansa artistik.
Mengenai aktivitas padat penceramah, saya sepakat bahwa penceramah mungkin diibaratkan sebagai musafir yang gemar bepergian untuk mengejar ilmu bermanfaat ke beberapa tempat yang sesuai riwayat hadis nabi, yaitu “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.” Tugas penceramah tidak sekadar mengurus keperluan masjid, melainkan bekerja sampingan, entah sebagai pegawai kantor, wirausaha, dan lain-lain. Bagaimanapun, mau memaksa penceramah tanda tangan di buku kegiatan Ramadan dengan intimidasi belaka sama saja menganggu privasi mereka yang memang lagi butuh ketenangan batin.
Ketimbang berlama-lama galau menunggu kedatangan penceramah dengan badan setengah gemetar, sebaiknya terapkan beberapa langkah agar mampu meyakinkan penceramah terkait misi penandatanganan buku harian Ramadan. Hal ini dilakukan supaya pertemuan tatap muka kalian dengan penceramah berjalan lancar sekaligus mencegah adanya kendala miskomunikasi.
Pertama, sangat disarankan memantau jadwal penceramah di mading masjid. Cukup memotret daftar nama penceramah lewat kamera smartphone berkualitas video definisi tinggi, memori ingatan tentang jadwal kultum penceramah perlahan-lahan meningkat pesat dengan sendirinya. Apabila merasa khawatir ketinggalan informasi, masjid biasanya menyediakan situs online yang memuat konten seputar agenda tema kultum dari penceramah dan sebagainya sehingga bebas diakses melalui gadget.
Berkat adanya bantuan media pendukung tersebut, peluang kalian bertemu penceramah saat menghadiri salat tarawih di masjid bakal terbuka lebar. Setelah itu, kalian langsung bersemangat minta tanda tangan blio sambil mengepalkan kedua tangan!
Kedua, sowan ke rumah penceramah bisa menjadi rekomendasi kalian yang memegang teguh prinsip man jadda wan jadda. Syarat mutlaknya, kalian mesti akrab dengan penceramah layaknya keluarga sendiri biar suasananya tidak canggung dan sesekali berbicara santai seputar pentingnya keistimewaan bulan Ramadan.
Biar dianggap setia kawan, membawa buah tangan berupa parsel makanan seakan menjadi apresiasi setinggi-tingginya kepada penceramah yang telah berjasa meringankan beban kalian selama bulan Ramadan dengan bersikap ramah. Kelebihan yang kalian miliki tersebut justru bakal mencuri hati penceramah supaya dipermudah dalam menandatangani buku kegiatan Ramadan kalian di rumah beliau. Anggap saja kalian serasa bergelimang rezeki nomplok.
Terakhir, membersihkan lingkungan masjid adalah tantangan gokil demi menarik perhatian penceramah. Seperti diketahui, pekerjaan mulia ini memang sering diurus sama marbot masjid setiap hari. Terinspirasi dari peribahasa “jagalah kebersihan”, kalian rela bekerja sukarela untuk merawat lingkungan sekitar area masjid seperti menyemprot disinfektan area jamaah, mengetes suara mikrofon azan, serta mengelap kaca masjid hingga bening mengkilap. Berbagai pekerjaan yang kalian lakoni dengan menyisakan tetesan keringat kemungkinan besar memperoleh pujian setinggi langit dari penceramah.
Seandainya kalian konsisten mempertahankan sifat dermawan, penceramah mulai bergerak cepat saat menandatangani buku kegiatan ramadan kalian sehingga tidak perlu repot berbondong-bondong mengincar penceramah pas salat tarawih. Wah, serasa masuk jalur VIP, nih!
Akhir kata, tradisi berburu tanda tangan kepada penceramah bukan hanya mempercantik tampilan buku kegiatan Ramadan, tetapi juga belajar menghargai jerih payah beliau yang selama ini selalu menyebarkan sifat kebaikan demi terhindar dari perbuatan dosa. Selain itu, tanda tangan penceramah bertujuan untuk menguji sejauh mana tingkat kejujuran kalian, apakah memang berlandaskan perjuangan atau sekadar ikut-ikutan mengandalkan jasa teman. Lagi pula, meraih tanda tangan penceramah mudah dilakukan kapan saja tanpa batas asalkan masih ada tujuan jelas yaitu kepentingan tugas bulan Ramadan. Jangan lupa, kalian diutamakan bersalaman dengan penceramah sambil mengucapkan terima kasih dengan setulus hati.
Daripada nekat bermain petasan di jalanan apalagi perang sarung, mending mengisi waktu luang untuk berburu tanda tangan penceramah sebagai ajang pemanasan menuju Idulfitri!
*Takjilan Terminal adalah segmen khusus yang mengulas serba-serbi Ramadan dan dibagikan dalam edisi khusus bulan Ramadan 2021.
BACA JUGA 3 Hal yang Terasa Istimewa di Bulan Ramadan 2021. #TakjilanTerminal47 dan artikel Aditya Mahyudi lainnya.