Tepat pada 16 Juni 2023 kemarin Pemkot Solo merayakan hari jadi ke-77. Beberapa keberhasilan atas kinerja mereka sungguh luar biasa. Mulai dari perbaikan ekonomi melalui UMKM hingga pelestarian budaya lokal. Kami sebagai warga Solo tentu bangga atas perubahan yang kami rasakan.
Jika pernah mampir ke Koridor Singosaren (Gatsu) dan Ngarsopuro Night Market, nah, keduanya adalah bentuk upaya dan hasil kinerja Pemkot Solo. Khususnya dalam upaya memperbaiki ekonomi melalui UMKM. Soalnya, di situ banyak banget berbagai lapak-lapak kecil yang menjajakan kuliner sampai pernak-pernik kerajinan.
Selain itu, coba tengok beberapa agenda kebudayaan yang akhir-akhir ini terselenggara di Solo. Misalnya, pertunjukan seni tari dan ketoprak yang biasanya tampil di pendopo balaikota, Taman Sriwedari, Museum Sonobudoyo, hingga di Radya Pustaka. Keberhasilan ini patut mendapatkan apresiasi.
Solo memang sudah berhasil menjadi kota yang nyaman dan maju. Namun, masih ada 3 pekerjaan rumah. Kepada jajaran pemkot dan segenap warga Solo, termasuk saya, mohon kesadarannya untuk saling melihat kanan dan kiri.
Daftar Isi
#1 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Solo
Pekerjaan rumah yang pertama bagi Pemkot Solo adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo. TPA ini menempati sebuah wilayah di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres.
Nyuwun pangapura sak derengipun bapak ibu sekalian. Kasihan warga dan masyarakat sekitar yang setiap hari harus nyedot bau busuk dari TPA Putri Cempo. Kami yang setiap berkendara melewati ringroad utara terus terang merasa tidak nyaman. Itu hanya lewat saja. Bisa dibayangkan bagaimana masyarakat yang tinggal lebih dekat dengan lokasi TPA tersebut.
Sudah sejak 2010 TPA Putri Cempo mengalami overload. Bahkan, tumpukan sampah yang semakin hari semakin bertambah menyebabkan tumpukan gunung setinggi 28 meter. Mungkin ada yang baru tahu kalau Solo ternyata punya gunung buatan manusia yang tingginya 28 meter? Yah, begitu nyatanya.
#2 Masalah yang timbul karena proyek pembangunan
Pekerjaan rumah yang kedua adalah ketidakmampuan menyelesaikan akibat buruk dari adanya proyek pembangunan. Sebut saja proyek rel layang Joglo, proyek viaduk Gilingan, dan proyek Jembatan Bengawan Solo Jurug.
Tiga proyek tersebut berdampak buruk bagi masyarakat. Apakah dari kalian ada yang suka dengan kemacetan? Nggak ada, kan? Saya juga nggak suka. Setiap jam berangkat dan pulang kerja mesti kok macet nggak keruan.
Pemkot Solo (katanya) berjanji akan menyelesaikan proyek akbar tersebut secepatnya. Saya yakin, Mas Gibran beserta jajarannya itu amanah dan tidak plin-plan sama janji untuk rakyat.
Proyek-proyek tadi merupakan sumbu utama lalu lintas, Mas Gibran. Bagaimana jika berlarut-larut tidak kunjung selesai?
#3 Solo tersayang, jangan terlalu mudah memberikan izin mendirikan hotel
Pekerjaan rumah yang terakhir adalah jangan mempermudah pemberian izin mendirikan hotel. Bukannya saya ini sok merasa pintar. Saya juga masih belajar kok. Okelah, mungkin ada keuntungan yang didapatkan. Sebenarnya masyarakat juga diuntungkan. Misal, masyarakat semakin mudah jika butuh penyewaan kamar. Eh tunggu dulu, UMR Solo itu cuma Rp2.174.169, Mosok warganya setiap minggu bakal cek-in hotel. Ndak mungkin.
Masalahnya begini, semakin mudahnya perizinan hotel di Solo, semakin terancam ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Padahal, RTH di kota itu syaratnya harus 30% dari luas wilayah, sedangkan Solo itu 20% belum genap.
Yah, memang benar, Pemkot Solo telah merancang beberapa agenda untuk meningkatkan RTH. Tetapi hasilnya? Yah, begitulah, masih jauh dari harapan. Padahal kota hijau yang rindang tentu akan membuat penghuninya nyaman.
Semua permasalahan di atas sebenarnya bukan hanya menjadi pekerjaan Pemkot Solo. Justru semua elemen masyarakat, baik pemerintah daerah, lembaga terkait beserta warga harus kompak bergandeng tangan.
Intinya, sudah menjadi masalah bersama, yang artinya warga Solo juga harus ikut andil membantu menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Jika diselesaikan dengan gotong royong, perkara yang berat tentu akan menjadi lebih ringan toh?
Warga pasti siap membantu asal pemerintah amanah
Menurut saya, untuk soal masalah TPA Cempo, Pemko kudu segera melakukan evaluasi dan perbaikan sistem pengolahan sampah. Nah, setelah itu, mari menggandeng warga dalam bentuk sosialisasi atau pendampingan. Khususnya perihal cara mengolah sampah yang baik dan benar. Barangkali bisa membantu mengurangi sampah di TPA.
Kemudian, untuk 3 proyek besar yang belum tuntas, Pemkot harus tegas terhadap kontraktor mengenai deadline penyelesaian. Macetnya itu sudah nggak tahan.
Tanpa adanya kemacetan, tentu perjalanan warga akan semakin lancar. Lalu RTH, bisa tuh ramai-ramai bergerak bersama mengadakan kegiatan tanam pohon di beberapa daerah yang minim lahan hijau. Saya bakalan ikut kalau ini. Nanti biar saya ajak teman-teman mahasiswa buat ikut andil menghijaukan Kota Solo.
Kami, sebagai warga Solo, hanya bisa berharap dan mencoba berusaha agar kota ini tetap harum dan bersih. Kota ini kan sudah sejuk nan asri. Sangat nyaman untuk dihuni warganya.
Intinya, saya sampaikan kepada Mas Gibran dan jajaran Pemkot, bahwa sebagai masyarakat ya kami cuma bisa sambat. Tapi, kalau Mas Gibran mengajak warga untuk bergerak bersama ya ayo-ayo saja. Semua program demi kemajuan Kota Solo pasti akan mendapatkan dukungan. Tapi, jangan biarkan 2 pekerjaan rumah di atas membuat Kota Solo menjadi tidak nyaman.
Penulis: Yoga Tamtama
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Rekomendasi 5 Tempat di Sekitar Stasiun Solo Balapan yang Bisa Dikunjungi