3 Mitos Gunung Arjuno yang Saya Patahkan Saat Pendakian

3 Mitos Gunung Arjuno Malang yang Saya Patahkan Saat Pendakian

3 Mitos Gunung Arjuno yang Saya Patahkan Saat Pendakian (Shutterstock.com)

“Mau ke Malang? Hah, naik Gunung Arjuno? Jangan, angker, nanti nggak bisa balik!”

Kalimat ini, kayaknya, jadi kalimat yang paling sering didengar oleh orang yang ingin mendaki Gunung Arjuno, Malang. Tidak hanya pendaki, orang awam pun tahu betapa mengerikannya kisah mistis yang ada di Gunung Arjuno. Gunung yang terletak di perbatasan Kabupaten Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Pasuruan ini memiliki ketinggan di atas 3.000 Mdpl lebih dan merupakan salah satu gunung yang diberi julukan sebagai gunung tertinggi nomer dua di Jawa Timur.

Selain julukan tersebut, gunung ini juga memiliki julukan lain yakni gunung paling angker. Katanya jika mendaki gunung ini dan melanggar beberapa mitos yang ada, akan tidak bisa pulang dengan selamat. Dengan beredarnya mitos tersebut, banyak orang yang ingin mendaki gunung tersebut jadi berpikir dua kali karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Mitos tentang Gunung Arjuno, Malang

Beberapa mitos yang paling terkenal adalah jangan mendaki dengan jumlah ganjil. Katanya jika mendaki dengan jumlah ganjil membuat salah satu dari mereka sengaja tersesat. Tidak hanya satu orang saja, kemungkinan bisa semua orang di rombongan tersebut tersesat, kemudian hilang.

Mitos tersebut juga diikuti oleh dua mitos lainnya yang juga terkenal yaitu jangan memakai baju merah dan jangan mendaki ketika datang bulan. Katanya jika mendaki menggunakan baju merah membuat penunggu Gunung Arjuna marah. Konsepnya hampir sama seperti jangan menggunakan baju warna hijau di Pantai Selatan, bedanya ini warna merah. Mendaki dalam keadaan sedang datang bulan juga katanya akan mendapat banyak gangguan selama perjalanan dan menarik perhatian makhluk halus di sana.

Sebagai orang yang suka mendaki, Gunung Arjuno Malang masuk ke daftar gunung yang ingin saya daki. Meskipun maju mundur, berbekal tekad akhirnya saya memutuskan untuk mendaki gunung ini. Dengan banyaknya kisah mistis dan mitos yang beredar, saya dan teman-teman tanpa sadar sudah melanggar semua mitos yang telah disebutkan sebelumnya. Menantang mitos, itulah yang saya dan teman-teman lakukan. Berikut beberapa mitos yang dapat saya klarifikasi kebenarannya.

Terpaksa mendaki Gunung Arjuno dengan anggota berjumlah ganjil

Berawal dari kurangnya anggota dan waktu yang sudah mepet akhirnya memutuskan untuk mendaki dengan jumlah ganjil, yaitu tiga orang. Sebelum mendaki, saya dan teman-teman mencari beberapa informasi bolehkah jika mendaki dengan jumlah ganjil dan kebanyakan menjawab tidak boleh dengan beberapa alasan yang berkaitandengan mitos-mitos yang ada. Namun, saya dan teman-teman tetap nekat dan memutuskan untuk mendaki bertiga saja. Pendakian yang berjalan selama tiga hari dengan anggota yang berjumlah ganjil menurut saya aman saja. Tidak terjadi sesuatu bahkan saya dan teman-teman kembali ke rumah dengan selamat. Cerita jika akan dibikin nyasar oleh penunggu juga tidak terjadi.

Setelah ditelusuri mengapa mitos tersebut diciptakan, sebenarnya mitos tersebut diciptakan agar selalu bersama-sama ketika melakukan perjalanan. Tidak saling mendahului untuk meminimalisir jika ada yang tersesat. Jadi, tidak apa-apa jika mendaki dengan jumlah ganjil. Asalkan dapat menjamin saling menjaga satu sama lain.

Baca halaman selanjutnya: Larangan menggunakan baju berwarna merah…

Tidak sengaja menggunakan baju berwarna merah

Mitos Gunung Arjuno yang satu ini saya dan teman-teman baru mendengarnya ketika berpapasan dengan bapak-bapak asal Sidoarjo yang saat itu sedang istirahat di pos pendakian arah menuju puncak. Bapak tersebut menegur saya yang saat itu memakai jaket berwarna merah. Bapak tersebut juga menyuruh untuk melepaskan saja jaket itu daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Saya menurut saja untuk menghargai pendapat bapak tersebut. Waktu berpapasan dengan bapak tersebut, sebenarnya itu adalah hari kedua saya dan teman-teman melakukan perjalanan dengan tujuan mendaki menuju puncak. Di hari pertama saya mendaki, saya tetap memakai jaket berwarna merah, tapi tidak ada sesuatu yang terjadi. Perjalanan yang dilakukan juga aman tidak ada kendala.

Entah mengapa ada larangan tersebut, Yang pasti selama kita tidak berbuat hal yang tidak senonoh serta menyinggung, maka pendakian akan berjalan dengan lancar.

Melakukan pendakian saat sedang datang bulan

Banyak yang mengatakan jika mendaki Gunung Arjuno dalam keadaan datang bulan, pendakian tersebut harus dibatalkan. Mitos yang beredar, jika melakukan pendakian dengan keadaan tersebut secara tidak langsung akan mengundang banyak makhluk-makhluk halus yang memang menyukai bau-bau anyir khas darah. Terpanggilnya makhluk tersebut, akan menyebabkan siapapun yang mendaki dalam keadaan atang bulan akan diganggu selama perjalanan.

Namun, mitos yang dikatakan sepertinya tidak sepenuhnya benar. Kenapa? Karena saya mendaki Gunung Arjuno Malang saat haid.

Awalnya saya ragu, tapi waktu itu menemukan salah satu informasi di internet dan mengatakan jika itu hanyalah mitos dari mulut ke mulut saja. Setelah itu, saya dan teman-teman memutuskan untuk tetap melakukan perjalanan. Walau sedikit takut, nyatanya perjalanan saya aman-aman saja.

Hanya saja ada sedikit kendala ketika menuruni puncak menuju ke tenda. Saya mengalami nyeri perut yang biasanya terjadi saat datang bulan dan hampir membuat saya tidak dapat berjalan. Namun, teman saya membantu saya untuk menuruni puncak meskipun pelan-pelan. Dari sini saya menyadari, bahwa mitos tersebut sebenarnya adalah imbauan. Agar mendaki saat prima, saat tidak ada halangan, agar tetap aman.

Diciptakannya mitos pastinya memiliki sebuah alasan. Memang tidak salah memercayai mitos yang ada. Tapi, perlu diketahui mengapa mitos tersebut diciptakan. Adanya mitos-mitos tersebut sebenarnya untuk menghindarinya adanya hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti hilangnya pendaki di jalur pendakian yang sering dikaitkan dengan hal-hal mistis. Padahal pendaki tersebut tidak siap secara fisik dan logistiknya.

Jika fisik siap, restu orang tua didapat, dan tak lupa berdoa, saya yakin, pendakian akan aman-aman saja.

Penulis: Marlina Sari Salim
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Gunung Arjuno: Sebuah Pesan Kematian dari Sisi Lain Pulau Jawa (Bagian 3)

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version