Beberapa orang menganggap kalau tingwe atau ngelinting dewe merupakan kegiatan yang hanya dilakukan oleh para orang tua atau orang-orang sepuh. Padahal kegiatan tingwe sekarang ini banyak diminati oleh para pemuda. Pilihan tembakau yang beraneka ragam, rasa dan aroma yang ditawarkan juga sangat banyak, sehingga kalian nggak akan bosan dengan variasi aroma yang itu-itu saja.
Pertama kali saya terjebak dalam sekte tingwe karena terdesak masalah ekonomi yang saat itu memang butuh rokok tapi bagaimana caranya bisa irit. Akhirnya saya nyoba melinting rokok sendiri dengan susah payah dan beberapa kali gagal diisap karena lintingannya terlalu padat. Tapi, yang terjadi, sampai sekarang menjadi keterusan dan sudah mencoba berbagai macam tembakau dan jadi penganut sekte linting dewe.
Meskipun saya ikut sekte tingwe, tapi saya juga masih ngerokok rokok bungkusan. Ini semata demi kepraktisan semata, saya tingwe kalau sedang banyak waktu atau gabut. Kegiatan tingwe ini memiliki beberapa manfaat jangka panjang yang mungkin nggak kalian sadari, apalagi kalau kalian agak sedikit tahu seluk beluk dari tembakau. Berikut adalah manfaat dari tingwe.
#1 Bisa menghemat jatah uang rokok
Manfaat ini sih yang paling kelihatan. Bagaimana nggak, semisal rokokmu adalah 76 Madu Hitam yang harga per bungkusnya Rp13.000, sehari bisa habis dua bungkus, jadi totalnya Rp26.000 sehari hanya untuk rokok.
Beda lagi dengan tingwe, harga yang ditawarkan berbeda-beda. Mulai dari harga Rp5.000 sampai ratusan ribu juga ada. Anggap saja kamu memilih harga tembakau di kisaran Rp10.000 sudah termasuk kertas rokoknya. Yakin dah, kamu ngabisin sendiri dalam sehari juga nggak akan kuat. Lumayan kan hematnya?
Tidak dimungkiri kalau hanya menghisap rokok hasil tingwe ya lama-lama bosan. Kamu bisa mencoba beberapa rokok murah tapi nggak murahan rekomendasi dari saya. Artikelnya sudah tayang di Terminal Mojok kok dengan judul 5 Rokok Murah yang Enak: Tetap Bahagia, tapi Kantong Baik-baik Saja.
#2 Bisa akrab dengan calon mertua
Kalau manfaat yang ini sih nggak semua orang bisa dapetin, hanya beberapa orang yang mengalaminya. Ini kisah dari seorang teman. Sebelum ngapel dia udah pontang-panting kepala pusing mikirin bakal bawa apa pas ngapel ke rumah pacar untuk pertama kalinya. Kalau bawa martabak itu udah terlalu biasa banget, diajak main catur juga udah terlalu sering dijadikan alat basa-basi.
Dia akhirnya nggak membawa apa-apa, kecuali beberapa rokok sesajen dan sebungkus tembakau lengkap dengan alat-alat lintingnya. Teman saya merupakan penganut garis keras tingwe.
Hingga akhirnya dia sampai di rumah pacarnya. Basa-basi tetaplah ada, sampai akhirnya ada momen dia ngeluarin tembakau dan alat-alatnya. Bapak pacarnya pun kaget bukan main dan berkata, “Wah mantap, anak muda ngelinting rokok”. Bapaknya terheran-heran dan dari sanalah topik pembicaraan mereka berdua ketika bertemu adalah seputar rokok-rokok orang tua dan tembakau. Bagaimana? Ngapel ke rumah pacar mudah bukan?
#3 Latihan jadi penyabar
Hasil lintingan sendiri nggak selamanya mulus, bagus, dan bisa diisap. Kadang kalau tembakau yang dilinting terlalu padat, ya berat banget kalau diisap. Kadang gagal dilinting karena tembakau dalam kertas meleyot keluar, jadinya berantakan. Jadi kalau kepengen ahli melinting dengan tangan kosong tanpa bantuan alat, memang harus banyak-banyak sabar dalam berlatih, semua ada prosesnya.
Hal yang paling membuat seorang tingwe harus sabar ketika rokok lintingan sudah siap, tapi tembakau terbakarnya tidak sempurna malahan bara apinya hanya membakar kertas. Ini adalah momen terkampret bagi saya.
Tentu saja masih banyak lagi manfaat dari tingwe. Selain bisa mensejahterakan petani tembakau dan berhemat di tengah naiknya harga rokok yang menggila, kegiatan tingwe sendiri juga bisa membuat istri nggak stres karena melihat suaminya yang kebal-kebul kayak kereta api.
Cerita ini saya dapatkan ketika menghadiri festival tembakau Indonesia di Taru Martani Yogyakarta. Di sana saya keliling dan berkunjung ke berbagai tenda yang menyediakan tembakau gratis untuk dicicipi. Saya dan satu teman mengunjungi tenda peserta pameran dari Depok, nggak lupa juga saya mencicipi tembakau andalan mereka yang membuat saya merem melek saat mencobanya.
Di tengah obrolan kami, mas-mas penjaga tenda bercerita tentang suami yang disuruh pindah dari rokok bungkusan ke tingwe. Menurut mas-mas tadi, orang malas melinting rokok sendiri karena memakan banyak waktu. Maka dari itu saya diperlihatkan mesin pelinting rokok otomatis yang cukup praktis untuk digunakan. Nah ketika dia mengadakan demo dan pameran di kota lain, dia memperlihatkan cara kerja dari mesin tersebut dan menyita perhatian dari seorang suami istri.
Mungkin muak melihat suaminya yang boros karena merokok rokok mahal, akhirnya si istri memaksa mas-mas tadi untuk menjual alat lintingan otomatisnya, padahal dia cuma bawa satu dan itu mesin untuk demo. Oleh karena terus dipaksa dan untuk kebaikan suami dari ibu tersebut, akhirnya dia mengalah dan menjual mesinnya.
Pilihan tembakau yang beragam dan banyaknya rokok-rokok murah dengan rasa yang enak, membuat perokok nggak terlalu pusing mikirin harga rokok yang melambung. Toko-toko khusus menjual tembakau juga semakin marak dan menyebar di mana-mana. Semoga para petani tembakau yang selalu berusaha bertahan di tengah gempuran kebijakan bisa tetap lestari dan sejahtera.
Penulis: Imam Rosyadi Araiyyi
Editor: Rizky Prasetya