Kemarin saya dicurhati seorang teman lama. Panggil saja Mbak. Si mbak ini baru saja putus dengan pacarnya karena sudah tidak tahan. Ia sumpek, setiap ingin membeli barang, ia harus izin dulu. Pacarnya juga terus menuntut si Mbak keluar dari pekerjaannya tanpa alasan jelas. Saya mendukung keputusan si Mbak untuk memutuskan hubungan dengan si pacar. Keputusan ini membuatnya terlepas dari kekerasan ekonomi yang selama ini ada dalam hubungannya.
Pengertian kekerasan ekonomi itu sendiri adalah keadaan mengontrol kemampuan pasangan untuk mendapatkan, menggunakan, dan mempertahankan sumber daya, sampai mengancam keadaan ekonomi serta potensi seseorang untuk mandiri. Kekerasan ekonomi termasuk salah satu bentuk kekerasan nonfisik yang jarang dibahas dibandingkan kekerasan dalam hubungan lainnya. Padahal, tidak sedikit kasus perceraian dan KDRT berawal dari sini. Sebagian besar korban kekerasan ekonomi adalah perempuan. Namun, laki-laki juga bisa mengalaminya.
Ada tiga bentuk kekerasan ekonomi yang musti diketahui. Jaga-jaga jika pasangan sudah menunjukkan salah satunya satunya, kita bisa langsung mundur alon-alon. Eh, tapi naudzubillah deh, jangan sampai.
Kekerasan ekonomi dalam hubungan #1 Kontrol ekonomi
Hal ini terjadi ketika pasangan membuat korban tidak memiliki akses atas keuangannya sendiri atau keuangan mereka berdua.
Ia juga akan menghalangi korban mengambil keputusan terkait masalah finansial. Misalnya mantan pacar si Mbak yang selalu berkata, “Sayang, kamu kalau mau beli apa-apa harus ngomong aku dulu ya.”
Eits, jangan tertipu kalimat sayangnya. Ini contoh kecil taktik untuk melacak penggunaan uang korban. Lah wong, kita sudah dikaruniai akal untuk berpikir mana barang yang perlu dibeli dan tidak. Kok harus lolos seleksinya dia dulu? Toh, uangnya juga milik kita sendiri.
Selain itu, contoh kontrol ekonomi juga bisa berupa menahan atau menyembunyikan uang bersama. Berbohong soal aset yang dimiliki bersama dan mencegah pasangan agar tak memiliki akses ke rekening bank. Bahkan bisa jadi sampai pembatasan pada kebutuhan dasar seperti pakaian dan makanan. Duh, ngeri, Lur.
Kekerasan ekonomi dalam hubungan #2 Sabotase pekerjaan
Sudah jelas, perilaku ini mencegah pasangan untuk mendapatkan atau mempertahankan pekerjaannya. Seperti mantan pacar si Mbak, ia secara aktif meminta si Mbak untuk keluar dari pekerjaannya.
Tidak hanya melarang, taktik sabotase pekerjaan ini bisa berbentuk ancaman melukai fisik korban jika tetap pergi bekerja. Merusak kendaraan atau alat yang biasa digunakan bekerja. Atau bahkan melecehkan saat di tempat kerja. Hadeeeh, ribet dan terkesan menghalalkan segala cara, ya. Padahal, memiliki pekerjaan adalah hak setiap manusia.
Kekerasan ekonomi dalam hubungan #3 Eksploitasi ekonomi
Ini berarti perilaku yang dilakukan untuk menghancurkan daya finansial milik korban. Bahasa mudahnya, cuma mau menguras uang pasangan.
Contohnya, misal pasangan menolak secara terus-menerus untuk membayar tagihan bersama. Taktik selanjutnya bisa berwujud membuat tagihan atau cicilan dengan menggunakan nama korban sehingga korban terpaksa melunasinya. Atau mungkin menggunakan uang bersama untuk kepuasan pribadi dan hal-hal tidak produktif, misal berjudi.
Soal tipe yang ini, saya tidak menemukan pada hubungan si Mbak dan mantan pacar. Tapi, dari tiga bentuk kekerasan ekonomi, dua di antaranya terdapat pada hubungan si Mbak.
Sebagai orang yang sedang menjalami hubungan, sudah tentu saya waswas jadi korbannya. Sampai akhirnya, saya menyimpulkan beberapa cara memproteksi diri dari kekerasan ekonomi.
Pertama, kita bisa mengamankan informasi pribadi, seperti kata sandi yang digunakan untuk akses ke rekening dan kartu kredit. Jangan dibagikan kepada siapa pun.
Jika pasanganmu tetap memaksa ya lebih baik langsung ditalak. Percayalah, ini bibit kekerasan ekonomi. Tetapi, kalau telanjur berbagi akses rekening atau kartu kredit, kita bisa berusaha untuk mendapatkan laporan kartu kredit atau tabungan. Laporan ini dapat memberitahukan jika ada aktivitas tidak dikenal. Kita bisa langsung meminta bank untuk membekukan akun sehingga tidak ada yang bisa membuka pinjaman atau cicilan atas nama akun kita.
Kedua, jangan menandatangani pinjaman atau kontrak keuangan dengan pelaku. Kalau memang kita tidak tahu secara jelas mekanisme pinjaman, lebih baik tidak perlu. Pelaku kekerasan ekonomi adalah orang-orang yang pandai memanipulasi.
Ketiga, jika ternyata memang antisipasi ini masih tidak berhasil. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah menghemat uang dan pergi mencari bantuan. Kita bisa mulai dengan mencari tahu bagaimana aturan hukum yang mengatur tentang pekerjaan, hak-hal soal pekerjaan, dll. Setelah itu, korban bisa melaporkan pada lembaga seperti LBH terdekat, Komnas Perempuan, dan pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak.
Yha, semoga saja kita semua terhindar dari peluang untuk jadi pelaku maupun korban kekerasan ekonomi pada pasangan. Al-Fatihaaah.
BACA JUGA Penjelasan Sederhana Kenapa Siulan Bisa Dianggap Pelecehan Seksual dan tulisan Alvi Awwaliya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.