3 Jenis Orang yang Paling Bahagia dengan Adanya Wisuda Online

3 Jenis Orang yang Paling Bahagia dengan Adanya Wisuda Online terminal mojok.co

3 Jenis Orang yang Paling Bahagia dengan Adanya Wisuda Online terminal mojok.co

Bagi sebagian besar orang, wisuda online merupakan mahakarya paling anjayani dari sebuah pandemi. Kuliah empat tahun bahkan lebih, berakhir nelangsa di depan layar gawai. Pupus sudah harapan untuk membawa satu truk keluarga lengkap sampai tujuh turunan agar bisa turut merasakan euforia kelulusan. Sirna sudah harapan membuat video TikTok lamaran tukar cincin bersama pasangan seusai selebrasi wisuda. Banyak sekali harapan-harapan yang gagal karena wisuda online. 

Wisuda online itu, seperti mau BAB, tapi yang keluar hanya kentut, begitu teman saja berujar.

Momen ini mungkin sangat problematis, tapi mari kita memandang dengan kacamata biner yang bijaksana. Wisuda online tidak hanya membawa kekecewaan, tapi juga kebahagiaan. Sesungguhnya wisuda online amat sangat membahagiakan bagi tiga jenis orang ini. Merekalah orang-orang yang paling bersyukur.

#1 Orang ambisius yang gagal cumlaude

Jangan tanya betapa bahagianya jenis orang ini saat tahu wisuda akan berlangsung secara online. Merekalah orang-orang yang ucapan alhamdulillah-nya lebih gaung dari teriakan ormas. Wisuda online seperti angin segar dari surga, kekecewaan karena gagal mendapat predikat cumlaude tidak akan terlalu terasa bila selebrasi wisuda dilakukan daring.

Orang-orang jenis ini belajar giat untuk mendapat predikat cumlaude, sangat berambisi dan berapi-api. Tapi,mereka gagal karena ya memang sudah begitu jalannya, mau gimana lagi. Teman saya adalah satu dari yang paling kecewa karena gagal cumlaude. Gelar mawapres fakultas, finalis Duta Bahasa, dan sederet prestasi lainnya tidak berarti apa-apa hanya karena pernah sekali mendapat nilai C. Kampus kami punya ketentuan yang agaknya kurang adil menurut kami, biar IPK setinggi monas, bila ada nilai C, barang sebiji saja, mendapat predikat cumlaude hanya akan menjadi sebatas mimpi.

Sebenarnya dengan malu saya akan mengatakan, saya termasuk dalam jenis orang ini. Kasusnya sama karena nilai C. Nilai C memang ! Aaasudahlah. Bagi saya, teman saya, dan orang-orang lain yang berjenis ini, wisuda online adalah penyelamat, menyelamatkan kami dari atmosfer kekecewaan yang sangat beracun dari selebrasi wisuda yang dilakukan secara langsung. Kami bersyukur diselamatkan dari hati yang berkecamuk saat melihat si mbak-mbak dan mas-mas cumlaude dipanggil dengan bangga menggunakan teriakan mayor yang menawan, seperti ini: CUM… LAUDE ! Duh mamae pasti akan terngiang-ngiangie.

#2 Orang yang tidak suka ribet

Biar kata wisuda secara langsung itu berlangsung satu hari, tapi persiapannya tidak bisa sehari. Apalagi kalau membuat baju persatuan keluarga agar necis terlihat di foto saat wisuda, wah itu sih bisa menghabiskan waktu satu bulan lebih, atau bahkan berbulan-bulan. Biasanya yang menginisiasi baju persatuan ini adalah Ibu, Bundahara keluarga. Itu baru menyoal baju, belum soal make up. Nah ribet lagi, mesti mencari MUA yang cocok. Dan masih ada lagi, bagi yang tidak punya kendaraan roda empat, berarti harus menyewa kendaraan, ini agak susah sih kalau di perkampungan. Oh sungguh ribet. Dari semua itu, masih ada yang belum, di tempat saya menghadiri wisuda berarti juga pergi tamasya sekaligus piknik, biasanya para ibu akan memasak banyak makanan untuk dibawa ke kota lalu berpiknik di halaman kampus, makan bersama keluarga atau bahkan tetangga yang ikut menghadiri wisuda. Mungkin ini aneh bagi sebagian orang, tapi di sini lumrah terjadi.

Bagi orang yang tidak suka ribet, serangkaian proses ini menjengkelkan sekali. Sebenarnya bisa saja serangkaian proses ribet bin riweuh ini tidak dilakukan saat wisuda langsung, tapi biasanya para Ibu tidak mau anaknya tampil biasa saja, Ibu pasti adalah orang yang paling antusias saat anaknya wisuda, paling heboh, dan sudah jelas akan mengatur anaknya untuk begini dan begitu walaupun sejatinya anaknya tidak suka keribetan.

#3 Orang yang tidak punya orang tua lengkap

Belum genap 5 bulan dari sekarang, tepat satu bulan setelah saya yudisium, bapak saya berpulang, jadilah saya wisudawan yang tidak punya orang tua lengkap. Momen wisuda menjadi sebuah ajang bagi orang tua untuk merayakan dengan penuh bangga dan bahagia atas pencapaian yang telah didapatkan anaknya. Bisa sampai pada tahap wisuda sebenarnya bukan hanya pencapaian anak semata, tapi juga orang tua yang sudah berhasil membiayai anaknya hingga sarjana.

Bagi saya dan mungkin juga orang lain yang tidak punya orang tua lengkap, wisuda akan jadi momen yang menyedihkan. Melihat orang lain berpose mesra penuh kasih bersama kedua orang tuanya saat wisuda adalah momen yang mencabik hati bagi saya. Orang lain yang sejenis dengan saya dalam hal tidak punya orang tua lengkap, wisuda online adalah hal yang sangat membuat saya bersyukur.

BACA JUGA ‘Tuselak’, Hantu Asal Lombok yang Hampir Punah dan tulisan Boga Metri Zain lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version