3 Hal yang Orang-orang Jarang Katakan Soal Berkendara di Jogja

3 Hal yang Orang-orang Jarang Katakan Soal Berkendara di Jogja Mojok

3 Hal yang Orang-orang Jarang Katakan Soal Berkendara di Jogja (unsplah.com)

Banyak orang beranggapan berkendara di Jogja itu spesial. Salah satu narasi yang beredar, warga lokal (warlok) di Kota Pelajar itu jarang membunyikan klakson. Katanya, klakson di Jogja itu simbol menyapa, bukan luapan amarah. Sebagai warlok, saya mengakui hal itu benar adanya. 

Belum lagi cerita soal pengguna jalan di Jogja yang relatif lebih mau mengalah hingga pengendara yang cenderung nyantai. Hal-hal itu dianggap unik sehingga banyak orang terpukau dengan adab berkendaranya orang Jogja.

Tidak heran kalau sekarang ini semakin banyak ditemukan konten-konten di media sosial tentang perbandingan suasana lalu lintas di Jogja dan daerah lain. Tujuannya sudah pasti, menunjukkan keistimewaan kehidupan lalu lintas di Kota Pelajar.

Akan tetapi, sebenarnya ada banyak hal lain yang jarang orang bahas tentang berkendara di Jogja. Kalau saya boleh bilang, budaya jarang klakson tak sepadan dengan banyaknya perilaku buruk pengendara Jogja saat di jalan. 

#1 Jogja bak sirkuit bagi beberapa pengendara

Kalau kalian perhatikan dengan seksama, beberapa jalan di Jogja terdapat begitu banyak polisi tidur. Kemunculan polisi tidur di beberapa titik itu karena banyaknya kebut-kebutan di jalan tersebut. 

Iya, kalian tidak salah dengar. Orang Jogja itu banyak yang ngebut. Sebagai warlok yang hampir setiap hari merasakan atmosfer jalanan Jogja, menemukan orang yang kebut-kebutan di jalan bukanlah hal sulit. Bahkan, nggak peduli di jalan raya maupun jalan kecil, pasti ada saja oknum yang berkendara dengan kecepatan tinggi.

Saya sampai terheran-heran, jalan sesempit area Wijilan sampai harus dipasangi polisi tidur karena banyak pengendara kebut-kebutan dis itu. Hal ini menunjukkan bahwa orang Jogja nggak melulu nyantai saat di jalan. Tidak sedikit juga yang ugal-ugalan. Bahkan, ugal-ugalannya tidak melihat situasi dan kondisi jalan. 

Baca halaman selanjutnya: #2 Lampu merah …

#2 Lampu merah jadi pajangan semata

Lampu merah di Jogja sepertinya hadir hanya untuk menjadi hiasan jalanan saja. Di mata pengendara di sini, semua lampu seakan berwarna hijau alias bebas jalan sepuasnya. Itulah yang membuat saya sering was-was jika melintasi suatu bangjo lampu merah. Saya khawatir ada pengendara nakal yang menerobos dari arah lain dan membahayakan pengendara lain termasuk saya sendiri.

Salah satu spot perempatan favorit yang sering diterobos adalah pertigaan Jalan Dr Sutomo, Lempuyangan. Jangan heran kalau kalian lewat sini dari arah selatan bisa kena klakson oleh pengendara lain. Hal ini karena banyak pengendara motor yang sering menerobos di bangjo walau lampu masih merah.

Dari sini saja, menunjukkan bagaimana tidak tertibnya pengendara di Kota Pelajar. Padahal, lalu lintas di Jogja salah satu yang ramai dan sering macet. Tentu fungsi lampu merah sangat dibutuhkan di situasi seperti itu. Nyatanya, justru lampu merah adalah hal yang sering diabaikan oleh beberapa oknum pengendara di Jogja.

#3 Pengendara Jogja anti menoleh saat menyeberang

Berkendara di Jogja itu ibarat harus punya mata elang, alias selalu waspada. Khususnya di jalanan yang mempunyai banyak gang dan persimpangan, kewaspadaan harus lebih tinggi. Kenapa? Karena sering dijumpai ada pengendara yang asal menyeberang dan memotong lajur tanpa melihat situasi.

Saya pernah hampir terlibat kecelakaan dengan seorang pengendara motor yang main asal masuk ke jalan utama tanpa melihat kiri dan kanan. Alhasil, energi saya habis hanya untuk memberikan nasehat kepada orang itu. Pokoknya kalau kalian berkendara wajib waspada jika melewati sebuah persimpangan.

Itulah beberapa kebiasaan buruk dari pengendara di Jogja yang jarang dibahas. Seharusnya masalah seperti ini yang naik ke timeline media sosial, bukan hanya soal romantisasi budaya jarang klaksonnya saja. Tapi, itulah Jogja, tak pernah luput dari romantisasinya sejelek apapun kondisi nyata di baliknya.

Penulis: Georgius Cokky Galang Sarendra
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Aturan Tidak Tertulis di Perempatan Jogja yang Sebaiknya Dituliskan Aja karena Banyak Pengendara Nggak Peka.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version