Sebagian dosen, apalagi yang punya jabatan akademik, punya kecenderungan untuk chat WA dan memperlakukan mahasiswa dengan seenaknya. Dalam keadaan pandemi seperti sekarang ini, saya yakin tetap ada saja dosen yang “keras”, tidak memberikan kompromi apa pun kepada mahasiswanya. Sudah tahu kuliah dan organisasi online menghabiskan banyak tenaga dan pikiran, bagi mereka yang merasa lebih lelah karena mengajar, adalah hal yang wajar ketika sedikit menekan dan memaksa mahasiswa.
Kebetulan saya adalah mahasiswa yang aktif di sejumlah kegiatan kampus, sedikit banyak bersentuhan dengan dosen-dosen. Oleh karena itu, kontak WA saya selain doi dan teman-teman, tentu berisi pula dosen-dosen. Story WA saya sering kali ditengok oleh mereka, barangkali khawatir membicarakan para dosen. Namun, setali tiga uang, saya pun bisa melihat kebijaksanaan story WA dosen-dosen saya.
Menjalin pertemanan dengan dosen di WA auto membuat saya mudah dihubungi. Kalau ada apa-apa, semisal kepentingan informasi untuk mahasiswa, atau mereka membutuhkan data mahasiswa, sayalah bidikan utamanya. Mempunyai sedikit pengalaman chat WA dengan dosen-dosen membuat saya jadi tahu, mereka sungguhlah insan yang sangat sibuk sehingga terkadang menjadi sangat jutek dan seenaknya.
Suatu waktu saya pernah dimintai mengumpulkan data mahasiswa yang ingin mengikuti perlombaan karya tulis ilmiah. “Bar, tolong minta mahasiswa membuat kelompok karya tulis dan menuliskan proposalnya. Minimal sepuluh kelompok. Saya tunggu sore ini,” pesannya di chat WA. Beliau chat saya pagi hari dan meminta mengumpulkan datanya sore hari. Membaca pesan tersebut, ada dua reaksi otomatis pada tubuh saya: mengernyitkan dahi sekaligus menghela napas.
Mau tidak mau, suka tidak suka, saya tetap harus menyampaikan kabar itu kepada teman-teman. Seperti yang sudah diduga, kebanyakan dari mereka menolak. Ada yang misuh-misuh, ada pula yang cuek bebek. Kalau sudah begitu, ketika waktu sore tiba, siapa yang dimintai tanggung jawab tentang data mahasiswa itu? Tentu, saya.
Dosen dengan tipikal seperti itu banyak. Minta cepat dan tidak mau tahu pokoknya harus selesai. Saya yakin banyak pula mahasiswa seperti saya, yang menjadi orang kepercayaan dosen. Menghadapi dosen yang jutek dan seenaknya, saya punya tiga tips jitu antimainstream yang bisa dicoba untuk memperlakukan mereka di chat WA.
#1 Mendiamkannya
Katanya, menjadi mahasiswa yang lurus-lurus saja tidak akan terlalu berkesan. Menjadi badunglah sedikit. Walau Anda sudah menjadi orang kepercayaan dosen, ketika beliau chat WA, apalagi meminta sesuatu yang harus dilaporkan dengan sangat cepat, maka diamkanlah. Tidak perlu dibuka dan dibaca. Biarkanlah centang dua dalam ponsel dosen itu berwarna abu-abu tak kunjung menjadi biru.
Dengan cara seperti itu, kita kaum muda setidaknya memberikan sedikit pelajaran zaman milenial kepada kaum tua bahwa tidak dibalas, apalagi tidak dibaca itu sungguh menyesakkan dada.
#2 Membacanya saja
Read doang adalah cara paling ampuh untuk memberikan tanda bahwa kita tidak baik-baik saja. Dosen akan berpikir, menggunakan metode interpretasi semiotik untuk menganalisis tindakan kita. Mereka akan overthinking, “Apa aku salah ya nge-chat mahasiswa kayak gitu?”, “Apa aku harus telpon ya biar dia bales?”
Kita sudah terlalu sering overthinking karena dosen membaca saja chat WA kita. Sekali-sekali tidak apa-apalah mereka merasakan hal yang sama. Kalau Anda berani melakukan itu, niscaya Anda akan dicap sebagai mahasiswa yang berani beda. Keluar dari jalur arus utama. Lakukanlah dan rasakan sensasinya.
#3 Memblokirnya
Dalam khazanah adab dunia media sosial, blokir adalah tingkatan tertinggi kemarahan seseorang. Kalau mendiamkannya, kemudian membacanya saja dirasa kurang ampuh untuk membuat dosen jera dengan tindakan jutek dan seenaknya itu, mungkin jalan blokir bisa dicoba. Blokir membuat akses chat WA menjadi tertutup, dan kita tinggal rebahan tidak perlu repot-repot dimintai tolong oleh dosen.
Dengan memblokirnya, kita akan mendapatkan banyak benefit. Kita tidak akan dibuat bingung harus menjawab apa karena tidak bisa atau tidak ingin mengiyakan permintaan dosen, kita tidak akan kelimpungan di saat dimintai bantuan yang kurang manusiawi, kita tidak akan takut salah membalas chat WA dosen, kita tidak akan dibuat kesal karena pada akhirnya malah dosen yang mendiamkan atau membaca saja chat WA kita.
Saya yakin, populasi mahasiswa yang berani melakukan tiga hal di atas sangatlah sedikit. Maka dari itu, yang sedikit dan berani untuk membela keadilan mahasiswa patut diacungi jempol. Besok, kalau Anda tiba-tiba di-chat dosen untuk dimintai tolong dengan proses yang nggak manusiawi, pakailah cara di atas. Soal risiko atau kemungkinan setelahnya, biarlah itu jadi urusan belakangan. Selamat mencoba!
BACA JUGA Pak Nadiem, Tolong Bikin Aturan bagi Dosen untuk Balas Chat Mahasiswanya, dong! dan tulisan Akbar Malik Adi Nugraha lainnya.