Muatan lokal Bahasa Sunda menjadi momok tersendiri bagi warga Depok, bukan hanya bagi siswa tetapi juga bagi orang tua. Bisa dibilang pelajaran Bahasa Sunda lebih menakutkan daripada pelajaran Matematika sekalipun. Setidaknya, seperti itu yang pernah saya rasakan. Orang tua yang bukan berasal dari suku Sunda sering kali dibuat pusing ketika mengajari anaknya bahasa Sunda. Untuk latihan sehari-hari, mungkin bisa mengandalkan pencarian di Google. Namun, ketika ujian di sekolah tentu hal ini tidak bisa dilakukan. Oleh karena itu, nilai untuk pelajaran Bahasa Sunda anak saya di bawah rata-rata. Konon, beberapa guru terpaksa menambah nilai agar nilai untuk pelajaran muatan lokal tersebut tidak di bawah rata-rata.
Ternyata, keluhan mengenai muatan lokasl Bahasa Sunda tidak saja terjadi di Depok, tetapi juga di kota-kota penyangga ibu kota yang lain, seperti Kota Bekasi dan kabupaten Bekasi.
Kalau tinggal di Bandung atau Garut mungkin tidak akan seberat di Depok ketika mengajari bahasa Sunda. Pasalnya, memang di kota tersebut percakapan sehari-hari penduduknya menggunakan bahasa Sunda. Sedangkan Depok, penduduk aslinya saja bukan suku Sunda, percapakapn sehari-hari tidak menggunaan bahasa Sunda. Jadi wajar warga Depok merasa berat dengan muatan lokal Bahasa Sunda. Bahkan, walikota Depok terdahulu yaitu Nur Mahmudi Ismail pernah mengusulkan penghapusan Bahasa Sunda sebagai muatan lokal di Depok, lho.
Depok sebenarnya mempunyai bahasa sehari-hari yang khas sekali yaitu Betawi Ora. Saya justru senang sekali dengan bahasa khas penduduk asli Depok ini karena lebih mudah dimengerti, meski kosa kata di dalamnya campuran dari berbagai bahasa. Ditambah lagi logatnya yang khas banget.
Menurut saya, bahasa Betawi Ora layak dijadikan muatan lokal, karena beberapa hal.
#1 Penduduk asli Depok lebih banyak menggunakan bahasa Betawi Ora
Di Jawa Barat, Depok masuk zona Betawi Melayu karena penduduk aslinya dari Suku Betawi dan bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Betawi Ora. Kata ’Ora’ tersebut disematkan karena penduduk Suku Betawi di Depok sering kali menggunakan kata ‘ora’ merupakan bahasa Jawa yang artinya “tidak”. Budaya di Depok banyak dipengaruhi oleh budaya Jawa, Cina, Sunda, dan Melayu. Maka, kosa kata dalam bahasa Betawi Ora banyak yang mirip dengan kosa kata bahasa lain.
Karena adanya kosa kata dari bahasa lain tersebut, bagi saya Betawi Ora lebih mudah dimengerti daripada bahasa Sunda.
#2 Betawi Ora adalah budaya asli Kota Depok jadi sudah seharusnya dilestarikan
Muatan lokal menjadi salah satu upaya untuk melestarikan budaya yang relevan dengan suatu daerah. Keberadaan muatan lokal juga dapat menjadi salah satu cara dalam menjelaskan mengenai hal-hal yang berada di sekitar siswa. Ini agar siswa paham dengan kearifan lokal di mana ia tinggal. Kalau siswa melihat dalam kehidupan sehari-hari di sekitarnya menggunakan dialek Betawi Ora tetapi muatan lokal yang diterima di sekolah Bahasa Sunda, tentu melenceng dari tujuan diadakannya muatan lokal, kan?
#3 Supaya Depok mempunyai ciri khas
Meski masuk wilayah provinsi Jawa Barat, tapi budaya di Depok kental dengan budaya Betawi yang menurut saya agak berbeda dengan suku Betawi di Jakarta. Salah satu perbedaan yang saya amati adalah mengenai bahasa ini. Depok dengan Betawi Ora-nya ini sangat unik baik dari kosa kata ataupun logatnya yang berbeda dengan suku Betawi di Jakarta. Jadi, kalau Betawi Ora dijadikan muatan lokal, pasti akan “Depok” banget.
Itu semua hanya unek-unek saya sebagai warga Kota Depok. Meskipun saya adalah pendatang, bukan penduduk asli Depok. Namun, saya yakin penduduk Depok akan banyak yang setuju bila Betawi Ora dijadikan muatan lokal. Bukankah, begitu?
Penulis: Sri Hastutiningsih
Editor: Audian Laili