20 Alasan Kenapa Jogja Itu Istimewa dan Akan Tetap Istimewa sekalipun Masalah yang Menimpa Begitu Nyata

Sudah Saatnya Warga Jogja Menggunakan Fitur Klakson Saat Berkendara, Sebab Jalanan Jogja Sudah Mulai Berbahaya jogja istimewa purwokerto

Sudah Saatnya Warga Jogja Menggunakan Fitur Klakson Saat Berkendara, Sebab Jalanan Jogja Sudah Mulai Berbahaya (Jauzax via Unsplash)

Meski saya adalah salah satu dari banyak manusia yang dianggap sebagai pembenci Jogja, kenyataannya justru sebaliknya. Saya justru amat cinta dengan Kota Istimewa. Rasa cinta itulah yang buat saya tidak mau kota ini salah arah dengan tetap memberi kritik yang tegas dan pedas.

Jogja (baca:DIY) adalah tempat saya lahir, besar, dan tinggal hingga akhir hayat nanti. Jadi memang secara default, saya akan menganggap kota ini istimewa. Jogja Istimewa memang hal yang masih bikin saya mengerutkan dahi, tapi, secara umum, saya mengamini. Meski dengan catatan di sana-sini.

Nah, pertanyaannya, apakah kalian juga menganggap Jogja Istimewa?

Anda ragu kalau Jogja masih istimewa? Anda menemukan tempat yang tepat. Saya akan tunjukan alasan kenapa daerah istimewa ini benar-benar istimewa. Tidak hanya 5 apalagi 10. Tapi 20 alasan kenapa Jogja tetap dan selalu istimewa!

Jogja masih menyimpan romantisnya

Silahkan kota lain berebut klaim sebagai yang paling romantis. Tapi Jogja tetaplah jadi yang paling romantis dari setiap kota. Kombinasi kota yang lambat, muda-mudi yang berkarya, dan seni yang kaya. Disempurnakan dengan budaya dan sejarah yang membuat kota lain iri.

Memang, romantisnya Jogja ini bukan milik semua orang. Namun pada titik muak paling muak pada Jogja, ia masih memelukmu dengan senyum. Meskipun kemiskinan dan bau sampah menghantui hidupmu, Jogja masih membuaimu untuk tetap tersenyum. Senyum pahit menatap dunia.

Gunung dan laut lengkap di Jogja, siap dikunjungi dan dieksploitasi

Keistimewaan alam juga dimiliki Jogja. Dipisahkan jarak 50 Km, ada Gunung Merapi dan Laut Selatan. Keduanya eksotis dan menyimpan kekuatan magis yang khas. Anda bisa pagi-pagi menikmati kopi hangat di pegunungan, lalu menyongsong sunset di tepi pantai. Kurang istimewa apa daerah yang dipenuhi kecantikan alam ini?

Keindahan alam yang (dulu) lestari ini tidak hanya menarik minat manusia. Tapi juga uang. Eksploitasi alam atas dasar pariwisata makin nyata. Dibarengi dengan ide bodoh seperti, “Jogja rasa Ubud.” Coba bikin objek wisata bertema, “Jogja rasa Sejahtera.” Pasti laku meskipun hanya gimmick.

Setiap sudut Jogja kaya akan seni yang sering jadi komoditi

Urusan ini tidak perlu diperdebatkan. Mungkin hanya Bali yang boleh menantang Jogja urusan kekayaan seni yang lestari. Bukan merendahkan daerah lain, tapi Jogja memang seperti panggung rakyat raksasa. Dari seni musik, rupa, tari, sampai instalasi di setiap sudut kota selalu memanjakan imajinasi.

Komoditi satu ini memang dagangan utama pariwisata Jogja. Jadi harap maklum dengan kapitalisasi seni. Belum lagi seni organik masyarakat yang tergusur. Baik karena kurang modal maupun tergusur oleh pembangunan.

Penuh komunitas kreatif dan kritis, serta masalah ruwetnya

Sebagai pusat pendidikan Indonesia, Jogja dipenuhi muda-mudi haus ilmu dan aktualisasi diri. Rasa haus ini diejawantahkan dengan berbagai komunitas. Dari sastra, musik, teater, sampai kritik dan aktivisme.

Tapi jangan kaget jika sering menemukan komunitas bermasalah. Dari urusan keuangan sampai kekerasan seksual. Selalu ada kepentingan jahat dari oportunis di dalam komunitas. Ketika banyak komunitas, kasusnya juga mengikuti kuantitasnya.

Jogja Istimewa, apa-apa masih murah (syarat dan ketentuan berlaku)

Ini salah satu kampanye yang lestari digaungkan: Jogja itu serba murah! Ada soto 5 ribuan yang cocok untuk sarapan. Nasi rames 10 ribuan sudah kaya akan lauk. Belum lagi mitos-mitos murah lainnya, kecuali tanah.

Tapi Jogja akan murah dengan syarat dan ketentuan. Misal, Anda wisatawan yang siap eksplorasi dan membakar uang. Atau mahasiswa dengan uang saku 3x UMR Jogja. Kalau Anda warga lokal dengan upah semenjana, Jogja terasa biasa saja. Atau malah sedikit mahal.

Jogja Istimewa, penuh kuliner nusantara, sampai kuliner khas Jogja jadi ambigu

Menurut saya, Jogja adalah meeting point berbagai budaya, termasuk kuliner. Anda bisa menemukan kuliner nusantara di setiap sudut Jogja. Dari Mie Aceh sampai Papeda, dari Soto Banjar sampai Saksang. Bahkan kuliner kontemporer dan hasil kawin silang berbagai budaya juga lahir di Jogja.

Sialnya, tidak ada kuliner Jogja yang khas dan merajai. Paling banter hanya gudeg. Itu saja tidak semua orang cocok dengan lauk manis ini. Belum lagi asal tabrak “khas Jogja” oleh industri oleh-oleh. Dari bolu kukus berkedok bakpia sampai cake yang entah bagian mana Jogja-nya.

Warga Jogja tetap ramah dan menyenangkan, kecuali warga grup itu

Di Jogja, senyum salam sapa bukan milik minimarket atau SPBU saja, tapi di setiap rona wajah warga Jogja. Tidak peduli Anda siapa, 3S akan dilemparkan banyak orang. Bahkan virus positif ini subur di banyak pendatang. Pulang dari Jogja, langsung full senyum dan ramah luar biasa.

Tapi tidak perlu cek media sosial, khususnya salah satu grup Facebook yang itu. Isinya kalau bukan tanya KTP, mengusir orang yang dipandang “tidak dibutuhkan Jogja.” Misal mereka yang mengeluh, mengkritik, atau berkomentar negatif tentang Jogja.

Meskipun semrawut, jalanannya masih melegakan

Banyak wisatawan yang rindu jalanan Jogja. Selain karena nuansa romantis, juga karena tidak sepadat kota besar lain. Tidak ada macet berjam-jam sampai belasan kilometer. Tidak ada saling sikut berebut jalan dengan iringan klakson yang merebus darah.

Memang sih, Jogja belum sepadat itu. Meskipun semrawutnya jalanan Jogja juga sudah kelewatan. Dari parkir liar sampai jeglongan sewu. Setidaknya, Jogja masih nyaman dilewati mobil LCGC dengan kaki-kaki sekeras batu.

Punya properti di Jogja membuatmu jadi sultan!

Kalau kamu liburan di Jogja Istimewa, kamu akan bahagia. Kalau kamu sekolah di Jogja, kamu akan tercerahkan. Dan, kalau kamu punya properti di Jogja, berapa besar gajimu? Properti di Jogja kini tidak hanya jadi aset maupun tempat tinggal. Tapi juga simbol strata ekonomi kelas atas. Harganya saja bersaing dengan Jakarta dan Bali.

Harga yang tinggi ini jelas kelewat mimpi untuk dibeli warga lokal. Maka wajar saja ada kesan sultan ketika bisa beli properti bahkan paling sederhana. Bahkan ketika KPR sekalipun.

Angkringan masih memanjakanmu, dari fancy sampai semenjana

Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan. Sajak indah karya Swargi Joko Pinurbo ini masih nyata. Angkringan akan selalu menjadi tempat paling Jogja di Jogja (meskipun asalnya dari Klaten). Dari angkringan fancy ala café sampai angkringan orisinil seperti di film-film siap menyambutmu.

Tidak ada kritik bagi angkringan. Jogja tanpa angkringan bukan lagi Jogja! Meskipun perlu upgrading besar perkara racikan teh, angkringan di Jogja tetaplah istimewa.

Baca halaman selanjutnya

10 alasan mencintai Jogja, lagi

Kamu tidak akan kesepian di Jogja, karena ada event setiap hari

Mungkin banyak daerah yang berusaha rutin membuat perhelatan. Tapi Jogja masih juara jika bicara kuantitas event. Hampir setiap hari ada acara di Jogja. Dari skala kecil seperti malam sastra, sampai event internasional dengan band tamu legendaris.

Selama punya uang, Anda tidak akan kesepian di Jogja. Karena Jogja memang tidak pernah tidur dan siap menghiburmu. Tapi ingat syaratnya: uang. Karena tiket, bensin, sampai es teh jumbo harus dibayar dengan uang.

Meskipun sampah di mana-mana, Jogja masih cantik

Perkara sampah memang sudah jadi aib bagi Jogja. Banyak depot sampah jadi tempat fermentasi. Belum lagi gunung sampah di pinggir jalan. Tapi Jogja Istimewa ini tetap cantik kok. Temaram lampu di jalanan estetik tetap mempercantik daerah yang krisis sampah ini. Spot-spot foto tetap memberi kenangan untuk Anda yang ingin mengabadikan momen.

Bayangkan saja, taburan sampah tetap sirna melawan kemolekan Jogja. Kurang istimewa apa coba? Meskipun lebih istimewa kalau masalah sampah di Jogja segera diselesaikan.

Malioboro makin memesona, meskipun terdengar rintihan

Sumbu filosofi mulai menunjukkan pesonanya. Malioboro kini makin memanjakan Anda. Pedestrian satu ini memang tidak pernah lelah mempercantik diri. Tentu saja, cocok untuk Anda menikmati malam bersama kekasih. Atau kalau masih sendiri, untuk meratapi malam sambil pura-pura bahagia bersama teman.

Tapi gunakan headset atau peredam suara. Karena di balik kemolekannya, Malioboro penuh rintihan pedih. Dari PKL yang terus menerus digusur, sampai tukang becak menahan lapar dan meninggal.

Jogja Istimewa, relatif aman meskipun sering rusuh dan banyak klitih

Sebenarnya banyak ketakutan untuk datang ke Jogja. Apalagi setiap berita kerusuhan antarsuku dan klitih menjadi viral. Tapi tenang saja, Jogja masih relatif aman kok. Nuansa ala GTA tidak terjadi di semua tempat. Apalagi di titik-titik romantisnya Jogja.

Kerusuhan antarsuku cenderung tersentralisasi. Sedangkan klitih malah jadi “keunikan” Jogja dibanding daerah lain. Pokoknya Jogja masih aman dan istimewa. Masih ya sementara ini, entah nanti.

Blusukan sudah berasa liburan

Jika kamu sedang ngirit dan ingin liburan, Jogja tetap memberimu jalan. Cukup blusukan alias jalan-jalan keluar masuk kampung. Banyak hidden gem yang sebenarnya lebih indah daripada objek wisata yang mahal dan mengeksploitasi lingkungan.

Ini juga jadi keistimewaan Jogja. Meskipun kesenjangan sosial dan ekonomi masih kental, blusukan memberi hiburan tersendiri yang unik dan organik. Dari rumah tua penuh sejarah, sampai kearifan lokal yang terjaga akan menemanimu plesiran murah meriah.

Butuh Kopi? Ada coffee shop di setiap sudut Jogja Istimewa

Menurut saya, Jogja tanpa kopi adalah daerah yang depresi. Ribuan coffee shop siap menyapa dan menyambutmu dengan kopi nikmat. Belum lagi pilihan konsep sampai racikan. Ingin kafe mewah atau rustic, Jogja punya semua. Dari racikan single origin sampai kopi susu overpriced, kamu bisa memilih.

Bahkan jika kamu sudah mencoba ribuan coffee shop, kamu tidak akan bosan. Karena ditinggal kedip saja, sudah muncul coffee shop baru. Baik bermodal mepet sampai dicurigai hasil cuci uang.

Sisa Mataram yang lestari ada di Jogja

Kedigdayaan Kerajaan Mataram mungkin makin pudar. Namun sisa-sisa kejayaannya masih terawat di Jogja. Monarki masih menjadi puncak hierarki sosial. Bangunan peninggalan leluhur masih terawat dan lestari. Bahkan banyak peninggalan yang hilang dikembalikan seperti semula. Seperti Beteng Baluwerti.

Lestarinya peninggalan Mataram ini tentu tertolong dengan Dana Keistimewaan. Dana yang bersumber dari APBN ini menjadi energi Jogja untuk menjaga budayanya. Meskipun disunat efisiensi, setidaknya masih mampu melestarikan warisan Panembahan Senopati.

Ibu Kota Sastra dan Buku Indonesia? Tentu Saja Jogja!

Maklum saja jika Jogja boleh menyebut diri sebagai ibu kota sastra dan buku. Pertama, karena kota pendidikan. Kedua, karena banyak sastrawan dan penulis menempa diri di Jogja. Perkara buku apalagi, jelas Jogja yang istimewa. Ratusan toko buku, dari indie sampai kapitalis, bertaburan di Jogja.

Sialnya, tidak semua buku yang membanjiri Jogja itu asli. Banyak buku bajakan yang diakibatkan tingginya permintaan dan minimnya dana. Bahkan mencari buku bajakan sering lebih mudah daripada buku asli.

Rumah untuk yang berhati nyaman

Salah satu alasan orang bermimpi tinggal di Jogja adalah suasana. Dari semua poin di atas, tidak akan sempurna tanpa nuansa yang nyaman dan bahagia. Slow living jelas menyenangkan untuk dijalani di Jogja. Tidak ada konflik dan tekanan sosial yang berarti. Jogja selalu ada untuk hati Anda yang merindukan kenyamanan.

Itulah kenapa orang menyebut Jogja Istimewa.

Tentu saja ada syarat dan ketentuan untuk merasakan Jogja yang berhati nyaman. Dari kestabilan ekonomi sampai tutup mata dan telinga terhadap masalahnya. Tapi sungguh, Jogja memang istimewa dalam membuat orang nyaman. Seperti pemuda redflag yang pintar merangkai kata.

Bagaimanapun juga, Jogja adalah daerah istimewa yang diakui

Tapi kalau ditanya alasan kenapa Jogja masih istimewa, jawabannya tidak harus sebanyak poin di atas. Cukup tunjukkan salinan UU Keistimewaan. Negara mengakui bahwa Jogja ini istimewa. Setidaknya dalam urusan pemerintahan dan tata kelola daerah.

Suka tidak suka, Jogja memang istimewa. Terlepas dari perkara penetapan, ada banyak alasan untuk mengakui Jogja tetap istimewa. Meskipun ada ribuan masalah menghantui, semua ditepis puluhan ribu alasan. Jogja tetaplah istimewa, baik romantisnya atau masalahnya.

Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jogja Istimewa: Realitas atau Ilusi?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version