Onigiri Indomaret, begitu orang menyebutnya. Ini karena produk ini terpampang hampir di semua Indomaret di Indonesia. Padahal, merek yang melekat sebenarnya adalah Suki Onigiri. Pabrik utamanya ada di Godean, Yogyakarta.
***
Onigiri jadi salah satu produk yang terpajang di etalase kasir Indomaret, Alfamart, dan Circle K. Buat kebanyakan pengunjung yang butuh pengganjal perut praktis dan cepat, makanan ini jadi pilihan.
Di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Jogja, Solo, Semarang, Bandung, Jakarta, dan Surabaya produk onigiri di jejaring minimarket itu disuplai oleh jenama Suki Onigiri. Pabrik utamanya berada di Godean, Sleman, Yogyakarta. Didirikan oleh seorang perempuan yang awalnya dapat inspirasi setelah empat tahun menemani suaminya studi di Jepang.
Suki Onigiri, berkembang besar dan banyak dikenal berkat Indomaret. Namun, dalam perjalanannya, harus menghadapi banyak tantangan. Berikut kisahnya.
Berawal dari kantin sekolah
Perempuan itu menanyakan, onigiri rasa apa yang saya suka. “Mayones atau hot?” katanya. Saya jawab yang hot. Sebab memang jenis itulah yang sering saya beli ketika mampir di Indomaret. Ada rasa-rasa sedikit pedas yang membuat saya suka.
Ia lantas membuka kotak makan dan menyodorkan pada saya satu bungkus onigiri varian hot tuna. Mempersilahkan saya untuk mengganjal perut sebelum mendengarnya berbagi cerita.
Tangan saya meraba bungkusnya. Sambil melihat instruksi cara membuka yang tertera di sana. Meski sering beli, saya kerap kurang lancar dalam membuka bungkus makanan yang identik dengan sebutan onigiri Indomaret ini.
Dulu, mantan pacar saya dengan sabar selalu membukakan bungkus makanan satu ini saat kami makan bersama. Oleh sebab itu, belakangan ketika kami sudah tidak bersama dan saya membelinya sendiri, tangan ini sering gagap. Duh…
Di seberang meja, melihat kegagapan saya, perempuan tadi tertawa. Ia lantas memberikan tutorial membuka onigiri Indomaret ini. Pertama, tarik pita merah di tengah sampai membelah bungkus jadi dua. Lalu menarik satu persatu bagian sampingnya.
“Dulu saya juga kesusahan bukanya,” ujar perempuan bernama Uum Faida (40) itu.
Uum adalah perintis Suki Onigiri. Ia mengenal makanan berbahan dasar nasi yang dibungkus nori ini saat menemani suaminya melanjutkan studi S3 bidang kedokteran di Jepang. Tepatnya di Chiba University medio tahun 2008 hingga 2012.
Saat di Jepang sana, ia sering kesusahan membuka bungkus makanan yang juga banyak dijajakan di minimarket ini. Bahkan mengaku kurang doyan. Tapi justru sepulang dari Jepang, ia melihat ada potensi bisnis dari makanan satu ini.
“Akhir 2013 saya mulai coba bikin onigiri di rumah. Masih pakai cara manual, termasuk bungkusnya,” kenangnya.
Ia dulu tinggal di Perumahan Sekip UGM. Sebab sang suami, selain menjadi dokter di RS Sardjito, juga merupakan dosen di Fakultas Kedokteran UGM. Uum sehari-hari menjadi ibu rumah tangga merawat anak-anaknya.
Sebagai ibu rumah tangga, Uum sering merasa punya banyak waktu luang. Hal itu membuatnya ingin membuat usaha kecil-kecilan. Sebelum menikah ia memang punya pengalaman membuka sejumlah usaha. Hingga saat itu, ia pikir onigiri yang banyak dilihatnya di Jepang, punya potensi menarik jika diterapkan di sini.
“Setelah berhasil membuat racikan onigiri, saya mulai memasarkannya ke kantin-kantin sekolah,” terangnya.
Beberapa kantin sekolah yang jadi sasaran awalnya di antaranya kantin SMAN 3 Yogyakarta dan SMPN 5 Yogyakarta. Setelah berhasil memasukkan produknya ke sekolah, ia lalu mencoba menitipkannya di kantin UGM.
Produknya cukup diterima pasar. Untuk memasok kantin-kantin itu, ia dibantu beberapa karyawan memproduksi sekitar dua ratus bungkus setiap hari. Namun buatnya, potensi dari produk ini masih jauh lebih besar ketimbang yang ia lakoni saat itu.
“Di kantin itu jam penjualannya terbatas. Paling maksimal sampai jam dua. Akhir pekan juga libur. Saya kepikiran buat cari pasar yang bisa terserap setiap hari,” ujarnya semangat.
Melesat berkat Indomaret
Awal tahun 2014, sekitar bulan April, ia memberanikan diri untuk mencoba jalur pemasaran baru. Kalau di Thailand ada Top Ittipat yang berhasil sukses berkat memasarkan produk olahan rumput laut Tao Kei Noi ke Seven Eleven, maka di Indonesia ada Uum dengan Suki Onigirinya. Sasarannya, jejaring minimarket terbesar di Indonesia yakni Indomaret.
Agar berhasil lolos seleksi yang cukup ketat, ia perlu mempersiapkan banyak hal. Mulai dari meningkatkan mesin-mesin produksinya, mendapatkan perizinan usaha, mendapat sertifikasi halal, hingga legalitas dari LPPOM.
“Setidaknya butuh waktu dua bulan untuk proses seleksinya,” jelasnya.
Namun, Uum juga punya strategi jitu untuk meyakinkan pihak Indomaret. Ia mempresentasikan pengalamannya di Jepang dan melihat bahwa produk-produk cepat saji ini begitu digemari ketika dijual di minimarket. Kebetulan, masa itu, menurutnya belum ada produk onigiri yang dijual luas di pasaran Indonesia.
Selain masih belum ada pemain, Uum punya keyakinan bahwa bisnis dengan risiko tinggi ini membawa potensi besar. Risiko tinggi lantaran onigiri tidak bisa bertahan lama. Maksimal sehari hingga basi. Tapi harus didistribusikan secara luas. Sehingga perlu proses cepat dan kesiapan dari produsennya.
“Di situlah saya yakin bahwa saya bisa bermain di pasar ini,” ujar ibu empat anak ini.
Pihak Indomaret pun tertarik dengan penawaran yang Uum jelaskan. Setelah mendapat persetujuan, Uum diberikan kesempatan untuk menyuplai lima gerai Indomaret di Jogja. Bertahap sesuai dengan kemampuan dan kapasitas produksi yang ia miliki.
Dari produksi harian yang mulanya hanya dua ratus untuk menyuplai kantin, sejak dipercaya Indomaret, produksinya mulai menyentuh seribu bungkus perhari. Jumlah itu terus bertambah seiring waktu.
Sebagai gambaran, proses produksi berawal dari pembuatan isian onigiri. Isian baik ayam, tuna, hingga teri ini mulai dilakukan di pabrik pada pagi hari. Berlanjut ke proses penanakan nasi di siang hari sekitar jam dua. Kemudian proses pembuatan onigiri dan pengemasan dimulai sekitar pukul enam sore hingga sebelum pukul dua dini hari. Setelah jam dua dini hari, produk mulai didistribusikan ke pasar.
“Pokoknya ini kedaluwarsanya pukul 00.00. Jadi memang cepat, tidak habis ya retur ke kami,” terangnya.
Tantangan berbisnis
Sejak merintis bisnis ini di tahun 2013, praktis Uum seorang diri yang memikirkan segala urusan produksi hingga distribusi. Suaminya, dengan kepadatan jadwal sebagai akademisi sekaligus dokter, tak bisa banyak membantu.
“Malah bapak saya yang kerap jadi teman diskusi,” ujarnya.
Hal itu, membuat Uum banyak menghadapi tantangan. Ia mengaku banyak halangan di bisnis yang tampak berjalan mulus ini. Mulai dari menerima beragam komplain. Ada yang menganggap onigirinya tidak terasa khas seperti yang ada di Jepang hingga dan berbagai kendala lain.
“Ya begitulah. Kalau komplain itu wajar, semakin besar bisnisnya semakin banyak kendala,” ujarnya santai.
Pernah suatu ketika, bahan baku rumput laut yang ia pesan dari China terganjal di Palembang karena masalah perizinan. Saat itu, Uum yang baru dua bulan setelah melahirkan anak, terbang langsung ke Palembang untuk mengurusi berbagai urusan perizinan itu.
“Nilai barangnya sampai satu miliar. Itu jumlah yang banyak, apalagi buat usaha saya saat itu,” curhatnya.
Tantangan lain, yang cukup berat, ia rasakan di tahun 2017. Pada masa itu, Indomaret mulai memproduksi onigiri sendiri. Seperti halnya banyak produk lain, jenama ini memang kerap membuat memproduksi atau sekadar mengemas barang dengan logonya untuk dijual di gerai.
Uum sempat khawatir. Bagaimana jika lama-lama produknya tergeser. Bagaimana tidak, saat itu distribusi Suki Onigiri didominasi lewat Indomaret.
“Di beberapa gerai besar, kadang hanya menjual produk onigiri dari Indomaretnya saja,” jelasnya.
Namun, perlahan ia sadar, dengan terus berupaya mempertahankan dan meningkatkan kualitas produknya, maka ia akan tetap bertahan. Bahkan berkembang lebih besar.
“Pada akhirnya, nanti yang dicari ya yang disukai pelanggan,” katanya.
Saat ini, ada beragam varian mulai dari ayam, tuna, dan teri. Ada produk baru varian rendang sapi. Seiring waktu, Uum ingin terus berinovasi dengan produknya dan mengenalkannya secara lebih luas.
Beberapa tahun lalu produknya juga mulai merambah ke Surabaya. Momen distribusi ke sana membuat produknya akhirnya melebarkan sayap, masuk ke gerai sebelah yakni Alfamart. Hingga akhirnya, kini selain di Indomaret, Suki Onigiri juga terdistribusi ke berbagai jejaring minimarket lain seperti Alfamart hingga Circle K.
Pabriknya berkembang tak hanya di Jogja, tapi juga di Bandung dan Malang. Pabrik di Jogja yang menyatu dengan rumahnya itu mengurusi distribusi ke wilayah Joglosemar. Di Malang mengurusi distribusi ke Surabaya. Sedangkan Bandung menyuplai wilayah Jakarta.
Kini ada sekitar 200 karyawan yang bekerja dari urusan produksi hingga distribusi. Menghasilkan puluhan ribu onigiri yang siap mengganjal perut lapar para pekerja hingga mahasiswa yang harinya tergesa-gesa.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono