Gagal Paham dengan Orang yang Mencuri Foto demi Ketenaran

ilustrasi Trauma Gimmick Adalah Keniscayaan. Dari Awkarin Beli Hotel sampai Curiga Jualan Pinkan Mambo mojok.co

ilustrasi Trauma Gimmick Adalah Keniscayaan. Dari Awkarin Beli Hotel sampai Curiga Jualan Pinkan Mambo mojok.co

MOJOK.COIlusi ketenaran memang membutakan. Pada titik yang ekstrem, ilusi itu akan membuatmu melakukan hal memalukan. Misalnya, mencuri foto dari internet.

Ilusi semu tentang ketenaran di media sosial kadang memaksa orang melakukan hal yang memalukan.

Saya punya teman yang melakukan hal memalukan demi ketenaran. Di Instagram dia menceritakan betapa suksesnya dia sebagai model. Dia selalu menceritakan dia menghidupi keluarganya dan membayar UKT kuliah dari hasilnya sebagai model. Semua orang percaya, semua orang terpaku.

Sayangnya, dia blunder. Dia membuat story tentang betapa mahalnya dress yang ia kenakan untuk sesi pemotretan. Tapi orang-orang tahu bahwa dress yang ia kenakan sebenarnya adalah barang pinjaman dari adik tingkatnya. Kenyataannya, dia bukan siapa-siapa dan dia tidak seterkenal itu.

Saya tak tahu kabarnya sekarang seperti apa. Tapi terakhir kali saya melihatnya di kampus, tidak ada yang mau duduk dengannya meski meja yang ia tempati kosong. Harga yang harus dia bayar terlalu tinggi hanya untuk sebuah pengakuan.

Maka dari itu, saya nggak pernah ngerti orang yang mencuri foto dari internet demi ketenaran. Harga yang harus dibayar untuk ketenaran semu itu terlampau mahal. Dengan internet, kamu bisa melihat orang berak di ujung Alaska sana, lalu kamu pikir orang-orang tidak tahu bahwa fotomu itu diambil dari internet?

Dunia media sosial itu nggak sehat kalau yang kamu incar adalah ketenaran semata. Dunia ini memang punya ribuan pesohor yang lahir dari dunia internet. Tapi bukan berarti kamu adalah salah satunya, dan nggak harus menjadi salah satunya. Apalagi kalau kamu harus mengambil jalan culas macam mencuri foto dari internet untuk mengaku kaya, mengaku tenar.

Saya kasih alasan untuk jangan pernah sekali pun mencuri foto di internet, untuk alasan apa pun.

Kasus mencuri foto dari internet demi ketenaran dan pengakuan itu udah sering terjadi. Dan seringnya mereka ketauan, dan berujung malu lalu tutup akun. Itu masih mending kalau berita itu nggak kesebar ke lingkungan real life. Lha kalau tersebar? Malunya dobel-dobel.

Belum masalah jejak digital yang nggak akan hilang begitu aja. Ketika kamu merasa aman untuk kembali ke media sosial, akan ada orang yang cukup selo untuk menggali jejak-jejakmu. Baiklah, foto indahnya balkon rumah seseorang di New Zealand yang kamu akui sebagai rumahmu tidak mencederai siapa pun. Sayangnya, kamu baru saja melabeli dirimu sebagai pembohong yang menyedihkan dan ironisnya, label itu tak mudah lepas sekeras apapun usahamu.

Padahal kamu tahu bahwa kamu nggak akan mendapat apa pun dari kebohonganmu. Angka retweet, likes, dan comment itu fana, tak mengubah hidupmu sama sekali. Jalan hidupmu hanya dipengaruhi oleh tangan, kaki, dan kemauanmu untuk berusaha. Jempol orang yang menempel di layar tempered glass itu nggak punya pengaruh dalam kehidupanmu.

Lupakan ketenaran yang ingin kamu dapat di media sosial. Kalau kamu emang benar-benar pengen viral, setidaknya banyak jalan yang bisa dipilih. Bikin baksos, buka donasi, bantu orang yang kesusahan, unggah itu ke media sosial, niscaya kamu akan viral.

Setidaknya kamu akan didoakan dengan hal yang baik-baik, bukan dicaci dan diingat sebagai pembohong yang menyedihkan.

BACA JUGA Negara Boleh Goblok, Kita Jangan dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.

 

Exit mobile version