Niatnya Jadi Anak Introvert di Kos, eh Malah Diganggu Penghuni Kamar Kosong

kost angker

MOJOK.CO Farah si anak introvert punya kamar kos baru! Tapi, kenapa penghuni kamar sebelahnya kerjanya main biola terus, ya?

Berada di Jogja untuk bekerja, Farah langsung mencari kosan yang tidak terlalu jauh dengan kantor barunya. Ia memutuskan untuk mencari kos dengan fasilitas kamar mandi dalam, bahkan dapur mini di setiap kamarnya, mengingat ia bukanlah orang yang senang berbasa-basi.

Benar saja, selama hari-hari berikutnya, rutinitasnya hanya: bangun-mandi-menjemur handuk-kerja-pulang-masuk kamar. Ia bahkan tidak repot-repot berkenalan dengan penghuni kamar sebelah.

Ah, mereka toh juga sibuk sendiri di kamar, begitu batin Farah selalu. Aku mau jadi anak introvert aja.

Kamar Farah terletak tepat sebelum kamar paling ujung. Total, ada 10 kamar di sana, terdiri dari lima kamar yang saling berhadapan di sebuah lorong.

Kamar di sebelahnya—bukan kamar paling ujung—selalu ramai dan pintunya sering terbuka sewaktu ia pulang kerja. Menurut tebakan Farah, penghuninya adalah mahasiswi muda yang pandai bergaul dan sering mengundang teman-temannya.

Kamar di sebelahnya, sisi satunya—kamar paling ujung—adalah kamar yang Farah yakin penghuninya merupakan seniman yang pendiam dan juga anak introvert. Sering kali, saat pulang kerja di malam hari hingga tengah malam, Farah mendengar alunan biola dari kamar tersebut, diikuti dengan suara nyanyian perempuan yang merdu. Tapi, tak sekalipun ia melihat wajah penghuninya—mungkin karena ia lebih nyaman menyendiri dan lebih introvert daripada dirinya.

Suara biola ini terdengar lagi malam itu, di malam ketujuhnya di kosan. Farah ingat, pertama kali ia mendengar suara biola, ia merasa agak terganggu karena ingin tidur dengan tenang. Namun, alunan yang merdu dan suara yang menenangkan lama-lama membuatnya tertidur.

Anehnya, sebelum jatuh tertidur, Farah sering mendapati suara ketukan di pintunya. Agak bingung karena seharusnya tidak ada yang mengenalinya (mengingat ia bersikeras menjadi “anak introvert“), Farah membuka pintu dan tidak mendapati siapa-siapa di sana.

Hal ini terjadi berulang setiap kali suara biola terdengar, sebelum suaranya menghilang saat Farah membuka pintu kamarnya, tapi akan terdengar lagi saat ia kembali merebahkan diri di atas kasur.

“Siapa, sih, yang iseng ngetuk-ngetuk nggak jelas?” batin Farah. Ia agak merinding dan ketakutan, tapi berusaha meyakinkan dirinya bahwa mungkin saja suara ketukan tadi hanya halusinasinya semata.

Suatu hari, saat akan berangkat kerja, Farah melihat si mahasiswi muda berdiri di tempat parkir. Rupanya, sama seperti Farah, ia sedang menunggu ojek online yang sedang ia pesan.

“Ojeknya jauh, agak lama, nih, aku nunggunya,” kata si mahasiswi muda, berbasa-basi. Tapi, karena Farah cuma anak introvert yang tidak pandai-pandai amat bicara, ia cuma diam saja dan menjawab, “Iya, Mbak, sama.”

“Mbak, namanya siapa? Aku belum kenal malah,” kata si mahasiswi muda.

“Farah,” jawab Farah segera, “kalau kamu?”

“Anita. Mbak kuliah atau kerja?”

“Kerja. Hehe.”

Anita balas tersenyum dan memberi tahu Farah untuk tidak memanggilnya dengan sapaan “Mbak” karena ia sendiri masih berusia 20 tahun—baru semester tiga kuliah. Farah setuju dan mereka mulai mengobrol.

“Kamu udah lama ngekos di sini, Nit?” tanya Farah.

Anita mengangguk-angguk, “Iya, Mbak, dari pertama masuk kuliah aku udah di sini. Udah apal sama semua orang! Hehe.”

Farah tersenyum, merasa tak enak hati karena ia malah memilih jadi anak introvert dan baru berkenalan dengan Anita yang menyenangkan.

“Berarti sama yang suka main biola itu juga kenal, ya?” tanya Farah, tiba-tiba teringat suara biola yang semalam terdengar lagi.

Anita keheranan, “Maksudnya?”

“Itu, kamar paling ujung. Aku sering denger ada suara biola dan cewek nyanyi. Dia udah lama juga di sini?”

Mendadak, Farah menyadari Anita jadi salah tingkah. Agaknya, ia sudah menanyakan hal yang tidak diharapkan oleh Anita.

“Mbak… Jangan bilang kamar Mbak juga ada yang ngetuk?” sahut Anita, akhirnya. Farah kaget, lalu mengangguk.

“Jadi, dari sebelum aku di sini, ada penghuni di kamar ujung itu,” kata Anita lagi, memulai ceritanya, “Namanya Mbak Rianti, asli Klaten. Dia pintar main biola, mahasiswi jurusan Seni Musik. Waktu itu, Mbak Rianti lagi pulang kampung. Liburan.

“Tapi, waktu kembali ke Jogja, Mbak Rianti kecelakaan. Meninggal dunia.”

Farah terdiam mendengar cerita Anita. Ia jadi sedikit merinding.

“Kamar Mbak Rianti sudah dikosongkan sejak lama, tapi kadang masih ada suara biola yang kedengeran, biasanya targetnya anak-anak baru. Kadang juga sampai ketuk-ketuk pintu.”

Farah benar-benar merinding kali ini. Bermaksud jadi anak introvert yang tidak terlalu banyak interaksi, eh malah dirinya “diganggu” penghuni kamar kosong.

“Dulu Mbak Rianti orangnya ramah banget, Mbak. Kalau ada anak baru, pasti diajak kenalan sampai didatangi ke kamarnya. Yah, mungkin, Mbak Rianti sekarang lagi pengin kenalan sama Mbak Farah…” tambah Anita.

Farah diam saja. Dalam hati, ia bertekad membeli penyumpal telinga sepulang kerja nanti. (A/K)

Exit mobile version