KPK Dianggap Tidak Transparan dalam Rotasi dan Mutasi Pejabatnya

MOJOK.COKPK sedang merotasi beberapa pejabat strukturalnya di eselon II dan eselon III. Namun Wadah Pegawai (WP) protes dan meminta proses rotasi tersebut dihentikan, hingga adanya proses yang akuntabel dan tahapan yang jelas. Apakah prosesnya selama ini dijalankan dengan tidak jelas?

KPK bakal merotasi 14 pejabat di lingkup internal setara eselon II dan eselon III. Para pejabat yang diganti ini mayoritas sudah bertugas lebih dari 3 tahun. Mereka nantinya akan dipindahkan ke direktorat lain yang posisinya masih setara.

Menurut Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, pejabat setara eselon II di KPK menduduki jabatan sebagai direktur dan kepala biro serta pejabat setara eselon III menduduki jabatan kepala bagian. Namun Febri belum menyebut siapa saja pejabat yang akan dirotasi karena sampai saat ini masih dalam proses pembahasan oleh para pimpinan.

Pasalnya, ada masukan dari diskusi internal untuk memperkuat aturan-aturan dengan lebih rinci. Selain itu juga penting untuk mempertimbangkan kompetensi dan kemampuan dari para pejabat tersebut ketika bertugas.

Sementara itu, Wadah Pegawai (WP) KPK, meminta proses rotasi pejabat internal KPK dihentikan sementara. Pasalnya, menurut mereka proses rotasi tidak dapat dilanjutkan sebelum adanya proses yang akuntabel dan tahapan yang jelas.

Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai rotasi dan mutasi sebenarnya adalah hal yang lumrah untuk dilakukan dalam sebuah organisasi. Yang menjadi persoalan adalah jika tidak adanya transparansi dalam proses mutasi tersebut. Serta jika dilakukan tanpa adanya kriteria, transparansi dan tata cara yang jelas dapat berpotensi merusak indepedensi KPK.

Pasalnya, lembaga ini berjalan bukan karena sikap suka atau tidak suka. Namun didasarkan pada sistem yang dibangun secara kuat yang memastikan organisasi dijalankan secara transparan dan akuntabel. Seperti yang tercantum menjadi dua asas KPK sesuai Pasal 5 UU KPK.

Sistem tersebut disebut dapat mencegah potensi korupsi di dalam lembaga ini. Atas dasar itulah, Yudi menilai rotasi dan mutasi harus dilakukan dengan pedoman, kriteria, dan aturan yang jelas. Supaya tercipta keterbukaan dalam setiap prosesnya.

Tanpa adanya hal tersebut, maka rotasi dan mutasi berpotensi  menjadi sarana untuk menyingkirkan orang-orang yang berupaya untuk tetap kritis dalam menjalankan roda organisasi. Itulah yang mendasari pemikiran bahwa persoalan rotasi dan mutasi bukanlah soal yang sederhana melainkan untuk menuju tujuan yang lebih besar seperti mencegah adanya konflik kepentingan.

Yudi juga menceritakan tentang pertemuan antara WP dengan Pimpinan KPK. Dari pertemuan tersebut, menghasilkan persoalan bahwa rotasi hanya diundur tanpa ada proses asesmen dan uji kompetensi sebagaimana praktik yang sudah berjalan 15 tahun dalam mengelola SDM KPK.

Yudi menambahkan, hal itulah yang nantinya dapat memunculkan faktor-faktor tidak objektif dan berpotensi hadir dalam proses mutasi dan rotasi. Seperti munculnya resiko kesepakatan setengah kamar. Hal ini tentu hampir bisa dipastikan melahirkan tatanan yang dapat menjinakkan kekritisan dan profesionalitas serta objektivitas yang menjadi ruh pegawai KPK selama ini.

Waduh, kalau dalam internal KPK sendiri ada ‘perpecahan’, dapatkah nanti bekerja secara optimal?

Oh ya, ngomong-ngomong masalah mutasi-rotasi ini apa ada kaitannya dengan Pilpres 2019? Eh mohon maaf, kok jadi nyambung-nyambungin sih~ (A/L)

Exit mobile version