Asal-Usul Logo Gajah Duduk dan 5 Kisah di Baliknya

MOJOK.CO – Sering menjadi sorotan saat bulan Ramadan, sarung Gajah Duduk mengundang tanya perihal makna logo yang dimilikinya. Kali ini, Mojok Institute memutuskan untuk menganalisis logo Gajah Duduk dan sederet kisah pilu di baliknya.

Sarung Gajah Duduk adalah merek sarung keluaran PT Pismatex yang beredar pertama kali pada tahun 1972. Hingga kini, sarung Gajah Duduk menguasai 40 persen pangsa pasar lokal dengan puluhan desain menarik, di mana satu desainnya saja memiliki 12 sampai 30 kombinasi warna. Wow wow wow~

Ada satu yang tak kalah menarik dari popularitas Gajah Duduk: logonya. Sudahlah namanya unik (kenapa sarung harus dikasih nama Gajah Duduk???), logonya pun secara literal menggambarkan seekor gajah yang sedang duduk. Apa maksudnya ini??? Apakah ada makna khusus dan konspirasi di baliknya???

Tidak ada keterangan lebih lanjut dari situs Gajah Duduk perihal logonya, kecuali menyebutkan bahwa Gajah Duduk identik dengan gengsi. Maka dari itu, Mojok Institute bermaksud menelaah dan menganalisis logo sarung Gajah Duduk agar kita bisa bersama-sama memaknai apa yang seharusnya dimaknai #tsaaaah.

Oh, FYI aja, kita pakai logo Gajah Duduk yang lama karena masa lalu memang indah dikenang dan punya sejuta cerita.

Jadi, mari kita mulai saja analisisnya.

Mungkin kamu-kamu sekalian tidak memperhatikan, tapi jika kita perluas gambar ini sedikit ke kanan, sesungguhnya di sana ada sebuah kolam yang penuh dengan air segar. Dari mata air inilah sang Gajah menyeruput air, menyimpannya di belalai, dan bermaksud mengarahkannya ke mulut agar dahaganya hilang. Sebagai model baik, si Gajah pun menyadari betul bahwa dirinya disarankan untuk duduk saat minum, sesuai dengan hadis yang sahih.

Eh, emang gajah kalau minum kayak gitu? Ih, kalau nggak percaya, coba aja liat sendiri cara gajah minum di sini.

Perhatikanlah lokasi tempat gambar ini ditampilkan. Bisa kita lihat, si Gajah Duduk dikelilingi pohon hijau, beberapa bunga, merah, serta ilalang hijau dan kuning. Ternyata, tempat yang berbau alam ini dipilih si Gajah agar ia bisa maksimal berelaksasi dan menenangkan diri setelah gagal menjadi model foto untuk logo ITB.

Yha, saudara-saudara, ITB juga punya logo berupa gajah duduk. Bedanya, gajah dalam logo ITB tampak duduk bersila, sedangkan gajah dalam logo Gajah Duduk tidak. Sedih memang; ia gagal karena tidak bisa duduk bersila.

Masih ingat bahwa si Gajah Duduk melambangkan gengsi? Usai ditolak menjadi model logo ITB, ia memutuskan untuk melihat nilai-nilai terbaik di dalam dirinya. Ia tidak mau tampak rapuh dan mengaku kalah—ia meyakini bahwa pasti ada sesuatu yang fantastis dari dirinya!

Lantas, apa yang si Gajah lakukan? Jika kita amati, di samping meja dalam logo tampak sebuah layar hitam dengan gambar gajah yang sedikit warna-warni. Usut punya usut, ternyata si Gajah ini sedang melakukan screening aura!!! Yha, ia ingin tahu warna aura apa yang ia miliki melalui metode ini.

Hati-hati, kalau kurang jeli, tampak sepintas bahwa si Gajah sedang melaksanakan USG kehamilan.

Di mana kamu biasanya menemukan meja dan kursi berjejeran? Yha, warung makan adalah jawabannya. Tempat ini pulalah yang sepertinya didatangi si Gajah. Buktinya, ia tampak duduk di sebuah kursi dengan meja kosong, tempat di mana makanan pesanannya diletakkan nantinya.

Bukti lainnya? Seperti halnya warung-warung makan di dunia manusia, menu air putih biasanya digratiskan. Nah, sebelumnya sudah disebutkan bahwa si Gajah sedang bersiap meminum air kolam. Artinya, air kolam itu pun sesungguhnya ada di kawasan warung dan tidak dipungut biaya.

Masih kurang bukti? Ah, kamu aja yang sebenarnya nggak tahu. Kalau kita putar sudut pandang gambar ini, pasti akan terlihat bahwa di dekat gajah tadi ada sekumpulan anak-anak buaya cantik yang sedang bergotong royong memasak di bawah tulisan besar “Warung Bu Aya”.

Setelah minum air, screening aura, dan nongkrong di Warung Bu Aya sampai malam, lama-lama si Gajah kedinginan juga. Posisi duduknya yang tadinya biasa aja lama-lama jadi mengkeret, lututnya menempel ke badannya erat-erat yang masih betah duduk sedari tadi.

Naaaah, dari sinilah muncul ide soal hadirnya sebuah sarung yang tampaknya diperlukan si Gajah. Lagi pula, karena hari sudah malam, waktu salat Isya pun tiba. Maka, baik untuk menjalankan salat maupun untuk mengurangi rasa dingin yang dirasakannya, si Gajah tentu sangat membutuhkan sarung!!!11!!!

Yha, akhirnya terkuak pula makna dan sejarah di balik logo Gajah Duduk. Tentu saja, kita harus belajar banyak dari si Gajah yang—meskipun mengalami kegagalan—tetap tenang dan santai, serta tidak lupa beribadah.

Masyaallah~

Exit mobile version