5 Alasan Kenapa Polisi Tidur Harus Tetap Dilestarikan

MOJOK.CO Banyak orang merasa sebal pada polisi tidur, tapi sesungguhnya ada alasan-alasan kuat kenapa kita harus melestarikannya, tahu!

Polisi tidur, atau saya kerap menyebutnya sebagai jenggulan, adalah bagian dari kehidupan kita di jalanan. Ya, selain macet, debu, dan polusi, polisi tidur adalah tantangan tak terhindarkan bagi para pengguna jalan. Dari KBBI, definisi polisi tidur ini sendiri adalah bagian permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang untuk menghambat laju kendaraan.

Oktober lalu, seorang redaktur kami, Yamadipati Seno, pernah menulis dengan elegan alasan-alasan yang diajukannya sebagai dasar argumen penghapusan polisi tidur dari muka bumi. Tapi, dari otak saya yang nggak cemerlang ini, saya nggak mau kalah, dong, sama Mas Seno. Menganut prinsip “bagaikan air di atas daun talas”, saya pun punya alasan kenapa polisi tidur justru harus tetap diadakan dan dilestarikan.

Iya, iya, saya tahu prinsip “bagaikan air di atas daun talas” itu nggak nyambung. Biarin aja kenapa, sih?!

Jadi, berikut adalah argumen-argumen yang saya ajukan bersama-sama dengan Mojok Institute Cabang Pengamat Jalanan:

1. Memberi Kejutan

Ingat dengan slogan sebuah makanan ringan yang berbunyi “Life is never flat”? Nah, begitulah filosofi sesungguhnya dari si jenggulan ini. Ia mengingatkan pada kita bahwa hidup tak bakal selamanya mulus.

Sebagaimana nama lainnya—markah kejut—polisi tidur juga menjadi penghibur bagi kita yang merasa hidup terlalu monoton. Kalau nggak percaya, coba saja naik kendaraan dan pergi ke jalan; niscaya kamu akan terkaget-kaget dengan adanya penanda jalanan yang satu ini! Wow wow wow, ternyata jalanan aspal memang nggak selamanya datar-datar aja kayak perasaannya padamu~

2. Melatih Ketelitian

Mestinya, sebuah polisi tidur tampak menonjol, misalnya dengan perbedaan warna. Sayangnya, kadang adaaaa saja markah kejut yang polosan. Artinya, ia cuma tampak lebih tinggi dari jalan dasar, tanpa suatu penanda apa pun—sungguh sebuah kejutan yang hakiki.

Meski bisa jadi bahaya, keadaan ini sesungguhnya melatih kita untuk jadi manusia yang lebih teliti. Saat mengendarai kendaraan, kita pun jadi lebih fokus karena harus melihat jalanan dengan saksama: mana nih, ada yang njendol apa nggak, nih???

3. Mendekatkan yang Jauh

Pernah boncengan sama gebetan dan kalian duduk jauh-jauhan? Biasanya, keadaannya begini: yang mengendarai di depan duduk dengan tegang, sementara yang dibonceng duduk tak kalah tegangnya sembari tangannya memegang bagian belakang jok. Sungguh perwujudan nyata dari ibarat “dekat di mata, jauh di mata (juga)”.

Tapi, segalanya bisa berubah dengan polisi tidur, tenang saja! Sebuah guncangan bisa membuat si pembonceng terdorong sedikit ke depan—apalagi kalau jenggulan-nya berturut-turut, kayak di sebelah barat GSP UGM. Yah, gitu lah—senang juga, kan, kamu?

4. Media Latihan Vokal

Sebuah jenggulan—apalagi yang letaknya berurutan—biasanya akan memberi efek goyang pada badan kita: pipi—terutama bagi manusia-manusia chubby—lemak-lemak yang bergelambir, dan—tak kalah penting—suara kita pun jadi seperti punya vibra!

Coba, deh, saat melewati polisi tidur yang berurutan, buka mulutmu dan katakan, “Aaaaa!” Secara instan, kamu akan mendengar vibra dari mulutmu sendiri, yang mungkin tak kalah merdu dengan milik Gita Gutawa. Wow, bukankah ini menyenangkan???

5. Agar (Polisi) Tidak Mengantuk

Ini adalah alasan paling klasik yang diberi tahu oleh ibu saya—yah mungkin juga ibu kalian, atau mbah, atau tetangga, Pak RT, atau siapalah. Konon, “biar kita melek dan nggak ngantuk di jalan” adalah fungsi polisi tidur yang memang telah banyak dipercaya orang.

Yah, masuk akal juga, sih. Biar polisinya nggak mengantuk, kan, dia memang harus tidur. Hehe.

Hehe.

Hehe.

Hehe.

Jokesnya nyampai nggak, ya? :(((

Exit mobile version