Mungkin kamu sudah tahu, hari ini, 6 Juni 2017, kita memperingati ulang tahun ke-116 proklamator Indonesia, presiden pertama republik, sekaligus satu dari triumvirat bapak bangsa: Paduka Jang Mulia Pemimpin Besar Revolusi Presiden Sukarno.
Tapi, mungkin yang ini kamu belum tahu: Juni pantas mendapat predikat bulannya para presiden karena di bulan ini kita akan memperingati ulang tahun empat presiden Indonesia sekaligus.
Untuk menghormati Juni sebagai bulan presiden sekaligus tetap menambah wawasan kita agar tak hanya iman dan takwa saja yang meningkat pada Ramadan ini, Mojok Institute melakukan penelusuran kecil-kecilan mengenai fakta-fakta presiden Indonesia. Cekidot.
Kita Punya 9 Presiden, Bukan Hanya 7
Secara de facto, Indonesia memiliki sembilan presiden. Selain tujuh yang sudah kita kenal akrab, ada dua nama yang tertinggal, yakni Sjafruddin Prawiranegara yang menjadi presiden pemerintahan darurat di Bukittinggi. Ketika itu, Agresi Militer II (1948) dilancarkan Belanda di ibu kota negara di Yogyakarta dan Sukarno-Hatta ditangkap. Agar tak terjadi kekosongan kekuasaan, segeralah dibentuk pemerintahan darurat di Bukittinggi dengan Sjafruddin sebagai presidennya.
Presiden lain yang terlupakan ialah Assaat. Ia menjabat selama delapan bulan setelah Konferensi Meja Bundar.
Mengapa keduanya tidak begitu dikenal sebagai presiden Indonesia? Agen kami belum pernah ke Istana Negara untuk mengecek apakah foto keduanya dipajang di sana, tetapi keduanya memang tidak terlalu populer bagi orang yang bukan pembelajar sejarah. Bisa jadi nama keduanya “dicoret” diam-diam karena rekam jejaknya.
Pada 1958, Sjafruddin dan Assaat terlibat dalam pendirian Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra yang berupaya merebut pemerintahan Republik Indonesia. Saat itu Sjafruddin menjadi perdana menterinya, dan Assaat menjadi menteri dalam negeri.
Delapan Lelaki, Satu Perempuan
Tentu ini fakta yang kamu sudah pasti tahu. Tetapi kami ingin menambahkan: kita berpeluang mempunyai dua presiden di tahun 2014 jika saja Ani Yudhoyono tidak kebanyakan bermain media sosial. Dan mungkin saja tahun depan, menjelang Pilpres 2019, nama Tri Rismaharini akan muncul sebagai kandidat perempuan presiden Indonesia.
Lho, Bu Susi Pudjiastuti gimana? Sayangnya, pada 2008 keluar UU Nomor 42 yang mengatur bahwa calon presiden minimal lulusan SMA atau sekolah sederajat. Demi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara yang dijamin UUD, kami mendukung Bu Susi menenggelamkan peraturan ini di MK.
Presiden Termuda hingga Tertua
Apakah kamu sekarang sedang galau dengan usia pertengahan 20-an atau 30-an yang masih begitu-begitu saja? Santai. Masih ada waktu mewujudkan mimpi menjadi presiden. Data bicara, hanya satu orang yang bisa menjadi presiden Indonesia sebelum kepala empat: Sjafruddin Prawiranegara. Ia mendapatkan jabatan itu di usia 37 tahun. Disusul dari yang termuda hingga tertua: Sukarno (44 tahun), Assaat (45), Soeharto (47), Jokowi (53), Megawati (54), SBY (55), Gus Dur (59), dan Habibie (61).
Empat Bulan Istimewa
Oke, kamu sudah pesimis akan menjadi presiden, tapi kamu ingin menitipkan harapan itu kepada calon anakmu kelak. Statistik ini mungkin membantu kamu mewujudkannya: ada empat bulan dalam kalender gregorian yang paling produktif menghasilkan presiden. Jadi, hitung-hitung dulu sebelum bikin anak.
Pertama ialah Juni. Empat presiden Indonesia lahir di bulan ini: Sukarno (6 Juni), Soeharto (8 Juni), Habibie (25 Juni), dan Jokowi (21 Juni).
Kedua, September. Ada tiga presiden yang lahir di bulan ini, yaitu Gus Dur (7 September), SBY (9 September), dan Assaat (18 September).
Sisanya lahir di bulan Januari (Megawati, 23 Januari) dan Februari (Sjafruddin, 28 Februari).
Walau statistik bicara demikian, sepanjang Allah berkehendak, Habib Rizieq yang lahir pada 24 Agustus masih mungkin kok menjadi presiden Indonesia. Tapi kata UU 42/2008, calon presiden kudu tinggal di Indonesia dan setia sama Pancasila 🙁
Zodiak yang Paling Sering Jadi Presiden
Zodiak yang paling sering menjadi presiden adalah Virgo (tiga orang: Gus Dur, SBY, Assaat). Kedua ialah Cancer (Habibie dan Jokowi) dan Gemini (Sukarno dan Soeharto). Ketiga adalah Aquarius (Megawati) dan Pisces (Sjafruddin).
Kami menantikan pendapat rubrik Hororsekop tentang fakta ini.
Suku dan Ke Mana Mereka akan Mudik Kala Lebaran
Walau ada kepercayaan hanya orang Jawa dan Islam yang bisa jadi presiden di Indonesia, tapi data bicara lain perihal suku dan etnisitas ini.
Presiden-presiden Indonesia datang dari suku dan etnis yang beragam. Jika ada pendanaan dan Mojok Institute bisa membuat riset genealogi para presiden, bukan mustahil muncul fakta salah satu di antara mereka adalah keturunan Eskimo. Jadi, tolong hentikan omong kosong soal asli, asing, dan aseng, itu so yesterday. Peru sudah punya presiden keturunan Jepang, Amerika punya presiden keturunan Kenya.
Sukarno belasteran Jawa-Bali. Meski lahir di Surabaya (jangan sampai lupa lagi lho, Pak Jokowi), jika beliau ikut mudik gratis naik bus Sido Muncul, beliau akan minta turun di Blitar.
Sjafruddin Prawiranegara berdarah Minang-Banten. Kemungkinan besar Serang, Bantenlah yang lebih ia anggap kampung halaman. Sementara Assaat lahir di Agam, Sumatra Barat, dan ia orang Minang.
Presiden terlama kita, Soeharto, adalah orang Bantul. Hei orang Sleman dan Kota Yogya, jangan bangga kamu, kamu cuma punya mal dan apartemen, orang Bantul punya punya presiden aja selow.
Bagaimana dengan Habibie? Ia lahir di Parepare dan berbapak Bugis, beribu Jawa. Tapi, tampaknya Bandung lebih menjadi kampung halaman baginya. Sedangkan Gus Dur mengaku berdarah Tionghoa, dan Jawa, serta berkampung di Jombang.
Yang paling berwarna adalah Ibu Mega. Beliau lahir di bantaran Kali Code, Yogya, punya darah Bali, Jawa, Minang, dan Bengkulu, tapi tampaknya lebih merasa sebagai anak Jakarta. Sedangkan SBY dan Jokowi monoton sih, Jawa. Kampung SBY ada di Pacitan, Jokowi di Karanganyar.
Lulusan SMP yang Paling Lama Jadi Presiden
Siapa presiden yang sekolahnya paling rajin? Jelas Profesor Dr. -Ing. Habibie, pakar teknik dirgantara lulusan Universitas Teknologi Rhein Westfalen Aachen. Popularitas Habibie dalam ketekunannya menuntut ilmu sampai menginspirasi Joshua serta anak-anak sezamannya bermimpi menjadi profesor dan membuat kapal terbang.
Sebagai lulusan Jerman dan seorang inventor, beliau tetap dikenal humble dan tidak suka mem-bully anak SMA.
Presiden lainnya yang punya gelar doktor ialah SBY. Lengkapnya doktor ekonomi pertanian IPB. Setingkat di bawahnya, ada Sjafruddin dan Assaat. Keduanya bergelar master hukum, yang pertama lulusan Sekolah Tinggi Hukum Jakarta, satunya lagi dari Universitas Leiden, Belanda.
Sukarno adalah sarjana arsitektur Sekolah Tinggi Teknik Bandung, jurusan yang bikin nangis itu. Alhamdulillah, walau sibuk jadi aktivis, Bung Karno tidak lupa menyelesaikan sekolahnya.
Yang juga sarjana adalah Jokowi (sarjana kehutanan UGM) dan Gus Dur (Universitas Baghdad). Kami belum jelas mengenai Gus Dur sebenarnya sarjana apa, namun yang pasti, bapak humoris satu ini sempat kuliah di Al-Azhar, Mesir, tetapi memilih DO karena lebih doyan nonton film dan baca buku.
Selain Gus Dur, yang pernah DO ialah Megawati yang tidak menyelesaikan kuliahnya, pertama di Fakultas Pertanian Unpad, kedua di Fakultas Psikologi UI. Dan sebagai jebolan, beliau justru mampu jadi ketua umum partai selama 24 tahun dan masih berlanjut, jauh mengungguli para sarjana, master, dan doktor-doktor lainnya.
Dan terakhir, bapak yang paling dikangenin zaman pemerintahannya: Soeharto. Karena kesulitan biaya, ia hanya bisa sekolah hingga lulus SMP sebelum memutuskan masuk KNIL. Nyatanya, beliaulah yang paling lama memerintah (secara resmi, 30 tahun). Bandingkan dengan Prof. Habibie yang hanya menjabat 1,5 tahun, Mr. Sjafrudin (7 bulan), dan Gus Dur (9 bulan).
Nama Lahir Terpanjang dan Terpendek
Nama terpendek seorang presiden Indonesia tersemat pada Assaat (6 huruf). Sedangkan nama terpanjang dipegang oleh Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri (30 huruf).
Selain panjang pendek nama, ada nama presiden yang paling sering salah eja, yaitu Sukarno.
Sebelum ejaan Soewandi keluar pada 1947, yang disahkan oleh Presiden Sukarno, nama beliau dituliskan dengan oe. Setelah ejaan tersebut berlaku, yang salah satunya mengubah oe menjadi u, beliau menyesuaikan penulisan namanya dengan aturan baru. Alasannya, ejaan oe itu ejaan penjajah. Tapi, tanda tangan beliau (yang membentuk nama itu) tidak berubah karena katanya udah kebiasaan dan susah ngubahnya. Maklumin aja, udah tua.
Tapi Soeharto tetap ditulis dengan oe kan? Betul, bahkan setelah ia mengesahkan Ejaan yang Disempurnakan pada 1972 pun ia tetap tidak mengganti ejaan namanya. Ya, tidak apa-apa tho, wong beliau mencanangkan program KB tapi anaknya lebih dari dua kok. Ini istilah hukumnya: tidak berlaku surut.