Tanya
Cik Prima yang insya Allah salehah …
Saya menulis ini dalam keadaan bingung, juga dilema luar biasa. Apa lagi kalau bukan karena persoalan mainstream sepanjang sejarah umat manusia yang berjudul asmara? Saya memutuskan untuk mengirim curhatan ini ke Mojok setelah inbox yang saya layangkan ke Gus Mul beberapa bulan silam tidak mendapat jawaban yang memuaskan.
Gus Mul tentu tidak lupa dengan pesan masuk dari perempuan yang ujug-ujug minta diberi wejangan usai ditinggal pacar menikah, bukan? Iya, Gus, itu saya.
Cik Prim yang baik,
Saat ini saya tengah terlibat dalam hubungan percintaan yang rumit, luar biasa rumit sampai membuat saya putus asa, makan tak enak, dan tidur tak nyenyak berbulan-bulan belakangan.
Saya kembali berpacaran dengan mantan.
Lalu apanya yang salah dengan balen? Tentu tidak ada, kecuali kalau mantan sudah sah menjadi milik orang.
Betul, Cik, saya kembali menjalin hubungan dengan mantan yang kini sudah menjadi suami orang. Sudah menjadi ayah dari bayi lucu yang dilahirkan istrinya belum lama ini ….
Dia bilang, dia masih sangat menyayangi saya. Saya percaya hal itu karena saya tahu persis “sekeras” apa dulu dia sama saya. Bagaimana ceritanya dia bisa menikah dengan perempuan lain? Ah, Cik Prim kan tahu, urusan jodoh sekarang sudah pindah ke tangan orang tua, bukan Tuhan lagi.
Kami mulai menjalin asmara secara kucing-kucingan enam bulan usai pernikahannya. Melipir. Tanpa diketahui istrinya. Satu hal yang cukup merepotkan dari menjadi yang kedua adalah kalau tengah malam tiba-tiba kangen dan pingin ketemu. Nggak ada penawarnya. Lagi pula, kami juga tinggal di provinsi yang berbeda.
Selain itu, kami juga nggak bebas telponan atau kirim-kiriman pesan sejenis “Selamat pagi, sayang” via WA, juga nggak bisa yang-yangan di fesbuk sebebas waktu masih pacaran dulu. Iya, lah, bisa-bisa perang dunia ketiga berkecamuk.
Iya, saya tahu, di luar sana pasti akan ada banyak mulut yang mengumpat saya; perempuan bodoh, perebut suami orang, kok mau-maunya jadi selingkuhan, dan sebagainya dan seterusnya. Tapi, Cik, bukankah persoalan asmara tak pernah bisa gathuk dengan nalar dan logika?
Itulah …. Barangkali apa yang saya alami ini sedikit nyeleneh dan kurang patut didengarkan. Karenanya, bolehkah saya meminta agar jangan dihakimi? Saya percaya Cik Prim dan Gus Mul adalah manusia-manusia pilihan nan bijaksana se-Mojok raya.
Mohon petunjuk nan tenang mencerahkan, Cik. Saya sangat berharap curhatan ini segera mendapat jawaban. Terima kasih
Salam
Kristin di Kota P.
Jawab
Kristin …
Di hari Imlek yang cerah pagi hingga siangnya tetapi berhujan di sorenya ini di Kota Yogya, aku tidak bisa ikut bahagia. Aku sedih baca curhatmu karena ini benar-benar serius, dan aku jadi tidak bisa guyon untuk menjawabnya.
Beberapa waktu lalu aku pernah ngobrol panjang dengan temanku, kami sama-sama perempuan lajang, tentang menjadi tenang setelah putus cinta yang hebat. Kami bikin teori begini: jika kamu sudah pernah sekali mengalami putus cinta yang benar-benar hebat, benar-benar merusak dirimu, benar-benar membuat dirimu tak pernah sama lagi, setelah itu putus cinta yang kedua, ketiga, dan seterusnya jadi sesuatu yang kecil saja. Bisa dihadapi dengan tenang dan lebih santai, tidak perlu sampai tidak nafsu makan (ya, putus cinta memang bikin tidak nafsu makan, bagus untuk yang sedang diet), tidak nafsu kerja, dan tidak nafsu untuk jatuh cinta lagi.
Tapi, dua hari lalu, teman ngobrolku itu mengabari: ternyata putus cinta yang kedua tetap sakit, ya. Aku ketawa, ya memang. Kami kan kemarin tidak bilang kalau putus cinta jadi menyakitkan, hanya soal menghadapinya saja yang jadi berbeda. Kalau masih terbayang-bayang, rasanya memang begitulah fasenya.
Aku harus gimana? Dia tanya. Ya ampun, batinku, nggak di dunia maya, nggak di dunia nyata, hidupku isinya ditanyain soal asmara. Sibuk, aku bilang. Nggak ada cara lain. Ada teman lain yang bisa reda dengan bepergian selama dua tiga minggu ke pantai. Ada yang cukup dengan berkumpul dengan teman-teman. Kami ini tipe yang agak parah. Ya kalau kamu butuh curhat, kontak aku saja. Larinya ke aku saja, aku jawab begitu. Hitung-hitung solidaritas sesama-jamaah-patah-hati.
Tapi, meski sudah ada tempat curhat, kita harus sadar juga untuk mengendalikan diri. Berapa umurmu, Kristin? Kita seusia? Lebih tua? Niscaya, banyak masalah hidup yang jauh lebih kompleks sedang antre untuk datang. Mari coba berlatih dewasa lewat pengendalian diri.
Kurang-kurangi intensitas memikirkan masa depan asmara, hindari topik pembicaraan tentang dia, banyakin menyimak situs-situs nakal kayak 9gag dan Mojok, isi waktu luang dengan main sama teman, kalau perlu bikin grup WA yang isinya hanya haha-hihi. Kadang memang gatel rasanya ingin mengingat-ingat dia, ingat-ingat masa lalu. Tapi, ingat: kita sedang dalam program pengendalian diri.
Dan jangan lupa: hapus nomornya, blok sekalian. Blok juga di media sosial (karena dia berpeluang mengajak kamu serong. Apa dia benar-benar cinta? Kita nggak tahu. Bisa jadi dia cuma lelah dengan bayi baru di rumahnya. Faktanya cuma satu: dia sudah menyerahkan diri pada pernikahan, pada perempuan lain).
Itu tips yang aku berikan untuk kamu setelah kamu mengatakan, tidak lama setelah kamu baca jawabanku ini, bahwa kamu ingin menghentikan semuanya dengan dia. Jangan main api, Kristin. Dengan situasinya sebagai lelaki beristri, kamu berurusan bukan cuma dengan dia, tapi juga dengan istrinya, anaknya, keluarganya, keluarga istrinya, teman-teman mereka, dan dengan hati nuranimu sendiri.
Aku tak ingin kamu membayangkan diri sebagai istrinya dan mencoba merasakan betapa sakit hati istrinya ketika tahu suaminya berselingkuh. Kamu tidak tahu rasanya jadi istri, kamu tidak tahu rasanya menjadi ibu. Tapi kamu tahu rasanya jadi anak. Bayangkan kamu anaknya, anak yang kelak tahu bapaknya tidak setia. Bapaknya pernah menduakan ibunya, yang dengan demikian berarti juga menduakan kamu, anak mereka.
Cukup kejam sama diri sendiri, kepada orang lain jangan.
Segera move on ya J
Salam sayang,
Cik Prim
N.B.: Ada sebuah curhat lain yang masuk ke e-mail Mojok. Dari pembaca bernama Toink. Kisahnya tentang pedekatenya dengan seorang akhwat yang sedang menggantung. Belum lagi kami sempat menjawab (ya tahu sendiri, jadwal jawab curhat tiap Sabtu malam—ingat Sabtu malam, bukan malam Minggu), Toink sudah mengabari lagi lewat e-mail, “Udah, nggak usah dijawab, Gus, Cik. Wis pegat.” Kepada Toink, Gus Mul dan Cik Prim mengirimkan puk-puknya yang paling ngayem-ngayemke :p
Disclaimer: #CurhatMojok menerima kiriman curhat asmara pembaca yang akan dijawab oleh dua redaktur Mojok, Cik Prim dan Gus Mul. Tayang tiap malam Minggu pukul 19.00, setiap curhat yang dimuat akan mendapat bingkisan menarik. Kirimkan curhatmu ke [email protected] dengan subject “Curhat Mojok”.