Tanya
Dear Cik Prim yang saya kagumi.
Izinkan saya memperkenalkan diri dulu, Cik. Saya Dani, 21 tahun, tinggal di kota B yang terkenal karena itiak lado ijau-nya. Cik Prim kalau mau saya kirimin sekali-sekali boleh lo.
Jadi gini lo, Cik. Saya jatuh cinta, Cik. Sayangnya sama sepupu saya sendiri.
Saya coba mengurangi komunikasi dengan si sepupu ini. Niatan saya supaya perasaan ini tidak berlarut-larut. Tapi, kok saya yang jadi uring-uringan sendiri karena tidak bisa ber-texting ria dengan dia.
Setelah mendengar lagu dari band favorit saya, saya terilhami sebuah filosofi yang dinyanyikan oleh Kang Pierre cs, “Semua orang harusnya merayakan saat dia jatuh cinta, tidak penting cowok suka cewek, cowok suka cowok, cewek suka cewek, tidak ada yang peduli.” Oh ya, saya masih suka cewek sih.
Jadi, saya putuskan mengikuti saran Kang Pierre. Dia saya beribik, saya sepik, tentu saja dengan beribikan sebisanya. Ya maklum, dia kan sepupu saya. Saya takut blunder. Ditambah lagi saya tidak yakin dia sudah memberi lampu hijau kepada saya. (Memangnya dia traffic light.—Cik Prim)
Kemudian, ada beberapa hal yang membingungkan di sini. Si sepupu itu tipe introver, tidak terlalu nyaman mengungkapkan perasaannya. Nah, saya pikir ketika dia sudah berani bilang “I miss you” atau “kangen” ke saya, itu artinya lampu hijau. Tetapi, di saat lain dia kelihatan terganggu dengan sepikan saya. Misalnya cuma merespons dengan ketawa garing, walau besok-besoknya dia kembali bilang kangen. Rumit, kan?
Apa jangan-jangan dugaan saya bahwa cinta saya berbalas itu hanya analisis yang salah? Apa saya mesti jadi mentalis dulu supaya paham apa yang dia pikirkan?
Udah, gitu dulu, Cik. Diteloletin, ya.
Dani di kota B.
Jawab
Dani yang murah hati.
Saya mau menjawab singkat saja mengenai suka duka asmaramu dengan sang sepupu.
Gini, Dan,
alih-alih menjawab apakah sebenarnya si sepupu itu cinta balik ke kamu—hal yang kok ya masih ditanyakan gitu lo, sebagai cowok kamu tuh nggak peka!—saya justru mau memberi analisis soal masa depan cinta kamu kalau kamu jadi pacaran dengan si sepupu.
Gini, Dan,
Dalam bercinta dan dalam hal apa pun, kita nggak boleh egois. Nggak boleh cuma mikirin kesenangan kita sendiri. Kita harus mempertimbangkan baik dan buruknya hari ini maupun di masa depan. Termasuk menimbang-nimbang bagaimana seandainya kamu jadi jalan sama si sepupu, apalagi kemudian berujung pernikahan.
Pertama, kamu pasti sudah tahu inses itu nggak bagus buat keturunan. Itu sudah jelas. Selain itu, inses dalam keluarga juga sangat berisiko.
Kalau Dani pernah mengalami, jangankan inses di keluarga, “inses” satu organisasi atau satu kantor saja sudah bisa bikin bumi gonjang-ganjing. Inses di organisasi dan kantor ini maksudnya pacaran dengan rekan satu organisasi atau satu kantor. (Btw, pembaca yang snob sama bahasa Indonesia, nggak usah sok melucu dengan bilang, “Ya nggak mungkin, lah, pacaran sama semua orang di kantor.” Basi. Guyon receh.)
Yang sering terjadi, saat ada pasangan satu kantor atau organisasi pacaran, pas berantem masalah mereka dibawa-bawa ke kantor atau organisasi. Dan yang juga kerap terulang, saat putus, salah satu atau salah duanya akan keluar karena tidak tahan lihat muka mantan tiap hari.
Nah, bayangkan itu terjadi di keluarga. Masak, ya, kalau putus dari sepupu tadi, kamu mau absen datang Lebaran/Natal/Imlek/Waisak/Yom Kippur/apa pun hari raya agamamu tiap tahun selama seumur hidup sampai salah satu dari kalian mati? Ini namanya, kan, sudah perpecahan keluarga.
Itu dari segi kalau kalian pacaran, kemudian malah putus.
Kalau kemudian pacaran dan menikah?
Nah, yang repot anak kalian nanti. Saya yakin kamu pasti tahu rasanya dimanja sama kakek nenek saat bertemu di hari raya. Dikasih uang, bolak-balik disuruh makan enak-enak, dibelikan baju bagus, disayang, dan berbagai kesenangan lainnya.
Kalau kalian punya anak bersama, betapa malangnya anak kalian. Kakek neneknya sepaket, bisa ketemu semua di satu tempat saat kumpul keluarga besar. Uang jajan juga sepaket karena biasanya ada pertimbangan, “Lah sudah dikasih sama Mbak itu, nggak perlu dikasih lagi.” Lalu, apa senangnya?
Apalagi jika orang tuamu dan orang tuanya tinggal di satu kota. Dan kemudian kalian juga tinggal di kota yang sama. Bisa kamu bayangkan ketika anakmu disuruh membuat karangan Bahasa Indonesia bertema “Berlibur ke Rumah Kakek Nenek”? sementara rumah kakek neneknya cuma sepelemparan buah kuldi? Sakit, men. Sakit. Anak kalian nggak akan tahu gimana asyiknya mudik.
Jadi, demi masa depan yang lebih cerah dan terhindar dari kemudaratan-kemudaratan, saya sarankan cari perempuan lain. Minimal beda provinsilah.
Kalau ternyata nggak mampu cari cewek lain selain keluarga sendiri? Saran saya sama kayak di curhat sebelum-sebelumnya: mending alihkan rasa sayangmu ke binatang atau hewan saja.
Salam sayang. Jangan lupa kiriman itiak-apa-tadi, ya.
Cik Prim
Disclaimer: #CurhatMojok menerima kiriman curhat asmara pembaca yang akan dijawab oleh dua redaktur Mojok, Agus Mulyadi dan Cik Prim. Tayang tiap malam Minggu pukul 19.00, setiap curhat yang dimuat akan mendapat bingkisan menarik. Kirimkan curhatmu ke [email protected] dengan subject “Curhat Mojok”.