Yang Tak Dipahami dari Sentilan Satpam BCA Bisa Gantiin Polisi se-Indonesia

Hambok, polisi itu pelayanannya kayak satpam BCA gitu lho. Kira-kira gitu substansi isi pesannya.

satpam bca dan polisi

satpam bca dan polisi

MOJOK.COYa soalnya satpam BCA itu kan jadi standar tertinggi frontliner pelayanan publik. Pantes lah kalau masyarakat berharap polisi bisa kayak gitu.

“Beda sama satpam di tempat lainnya, Daf, di BCA itu hampir setengah dari urusanmu ke bank itu bakal selesai sama satpamnya.”

Ini kata-kata Agus Mulyadi, mantan redaktur Mojok yang kini jadi pengusaha cupang. Sebuah pujian yang agak berlebihan sebenarnya untuk satpam BCA, meski juga sulit dibantah karena saya juga seorang nasabah BCA dan punya pengalaman hampir serupa.

Pengalaman yang dimiliki Agus dan saya itu ternyata juga diamini oleh sebagian besar netizen Indonesia. Satpam BCA dianggap mewakili kecakapan dalam komunikasi publik, problem solver yang baik, dan—ini yang jauh lebih penting—tidak membeda-bedakan isi tabungan nasabah.

Nah, hal-hal seperti ini sedikit banyak menjadi manifestasi dari kemunculan twit model begini.


Twit yang kemudian memancing pro-kontra—meski yang pro lebih banyak sih kalau baca reply-annya.

Ada harapan besar dari kicauan ini sebenarnya, kira-kira kalau dimaknai dengan kepala dingin bakal seperti ini: “Hambok, polisi itu pelayanannya kayak satpam BCA gitu lho. Selalu berusaha membantu semaksimal mungkin masalah yang dialami nasabah.”

Hanya saja, (memang sih) pemilihan diksi yang dipakai emang rada-rada konfrontatif. Ide mengganti institusi polri dengan satpam BCA itu bisa aja dianggap oleh anggota polisi sebagai penghinaan.

Padahal sih ya, kalau menurut beberapa netizen, kalau ada anggota polisi yang merasa terhina mau diganti sama satpam BCA, seharusnya yang terhina adalah satpam BCA-nya. Lah iya dong, profesi satpam itu profesi terhormat juga kok.

Meski begitu, kalau kita mau berkepala dingin menanggapi twit ini, bukankah ini pada dasarnya merupakan reaksi spontan yang berisi harapan besar bagi masyarakat soal perbaikan institusi polri?

Selain masalah-masalah pelik yang sedang jadi cobaan polisi belakangan ini, setidaknya Kepolisian Republik Indonesia bisa menilai ini kayak gini: “oh, setidaknya frontliner kita di polsek atau polres, yang paling dekat dengan masyarakat itu bisa sebaik satpam BCA lah pelayanannya.”

Bukan gimana-gimana ya, soalnya satpam BCA selama ini memang udah jadi patokan tertinggi dalam dunia frontliner pelayanan publik.

Bagaimana mereka mendatangi nasabah, menanyakan keperluannya apa, membantu bahkan sebelum kita bertanya. Benar-benar kayak security Google deh, kita belum tanya apa-apa, udah langsung disodorin aja solusinya.

Standar inilah yang sebenarnya jadi harapan untuk instansi kepolisian. Jika memang permasalahan di kepolisian terlalu kompleks dan butuh berabad-abad untuk diselesaikan semua, setidaknya perbaiki dululah bagian frontliner yang langsung bersinggungan dengan masyarakat.

Misal, kalau ada masyarakat mau melaporkan ada barang yang hilang, berkas-berkasnya diambilin sama polisinya, tidak diremehkan atau diketawain masalahnya. Bahkan kalau perlu ada juga detail-detail kecil yang ditambah. Seperti nomor antrean, ruang tunggu yang bersih, ruangan yang harum, bahkan kalau perlu ada permen kecil di pojokan agar masyarakat yang lapor bisa merasa benar-benar dilayani.

Intinya, buatlah kantor polisi sebagai tempat yang nyaman untuk masyarakat. Bukan malah didesain jadi tempat yang “seram” buat masyarakat, hal yang justru semakin menjauhkan institusi polisi dengan masyarakat.

Perbaikan kecil semacam ini tentu jauh lebih masuk akal dilakukan dalam waktu dekat daripada misalnya memberantas praktik pungli oleh oknum kepolisian di seluruh Indonesia, atau mencopot polisi yang suka berperilaku kasar ke masyarakat ketika menjalankan tugasnya.

Daripada mengusahakan hal itu butuh waktu yang lama dan masyarakat tidak bakal langsung merasakan perubahannya, bukankah lebih baik polisi memperbaiki citra dengan hal-hal remeh seperti itu dulu aja? Perbaikan yang punya sentuhan langsung di akar rumput.

Nah, karena kalau ngritik sekarang-sekarang ini selalu disodori, “lah terus solusimu apa?”… lah untuk langkah awal, saya punya ide bagaimana upaya ini bisa direalisasikan, khusus buat komandan-komandan semua.

Pertama, kepolisian bisa merekrut satpam BCA untuk jadi frontliner di polsek atau polres mereka. Berharap mereka bisa menularkan hal-hal positif untuk kantor pelayanan publik kepolisian. Kualitas keramahan mereka bisa tuh dikontrak khusus.

Cuma untuk hal ini harus dibekali juga dengan ruangan yang representatif plus ada mindset pelayanan publik. Bukan mental kayak kemarin-kemarin, masyarakat lapor itu sebagai tambahan data kejahatan doang. Baru ditindak kalau perkaranya udah komunal.

Jangan. Plis, jangan kayak gitu. Ubah pola pikirnya bahwa tiap rakyat itu adalah nasabah negara yang harus dilayani dengan maksimal. Persis kayak cara pikir dan cara kerja satpam BCA di gedung BCA.

Lalu langkah kedua, yang ini agak repot sih. Kepolisian bisa melakukan studi banding ke satpam BCA. Belajar dari mereka. Mungkin diawali dari seminar-seminar, FGD, sampai kemudian program magang pertukaran anggota.

Kan seru tuh kalau polisi-polisi magang dulu jadi satpam BCA agar bisa belajar humble. Kalau langkah ini dilakukan, bakal ada simbiosis mutualisme. Satpam BCA bisa belajar dari polisi, polisi juga bisa belajar dari satpam BCA. Lagian, seragam dua institusi ini kan samaan, jadi ini program yang bisa lah dilakukan dalam waktu dekat.

Cuma saya khawatirnya, teman saya, si Agus Mulyadi tadi, bakal punya kesimpulan yang berbeda usai dari kantor BCA di masa depan kalau usul ini dijalanin.

“Wah, di BCA sekarang satpamnya kok jadi agak beda ya? Masak aku bilang mau bikin ATM baru karena ATM-ku ilang, bukannya dibantuin, malah dibecandain? Beda banget sama di kepolisian kemarin. Mau bikin surat kehilangan masak aku dilayani pol-polan seolah setengah dari masalahku hari itu selesai. Aneh.”

BACA JUGA Profesi Satpam Memang Krusial bagi Perusahaan dan tulisan POJOKAN lainnya.

 

Exit mobile version