MOJOK.CO – Perdebatan soal kunjungan KH. Yahya Cholil Staquf belum berakhir. Kali ini Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring melalui akun twitternya mempertanyakan yang bersangkutan kiai mana? Kejadian yang mengingatkan cerita soal almarhum Gus Dur.
Tidak semua orang tahu semua hal, premis ini seharusnya jadi patokan. Apalagi untuk membaca kicauan Tifatul Sembiring, Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang mempertanyakan bahwa KH. Yahya Cholil Staquf atau biasa disapa Gus Yahya adalah seorang Kiai.
Pada mulanya, melalui akun twitternya, Tifatul mempertanyakan kunjungan Gus Yahya ke Israel. Ada dua pertanyaan yang diajukan dari kicauannya. Pertama, kunjungan ke Israel ini adalah perintah Presiden Indonesia atau kunjungan pribadi. Kedua, saat bertemu dengan Netanyahu, Gus Yahya sempat bertanya atau enggak kenapa Israel membantai 60 penduduk Gaza dua hari sebelum puasa. Ditambahi dengan tagar manis #MauTauBanget.
Tak pelak kicauan ini menuai banyak balasan. Ada juga balasan yang menganggap pertanyaan ini tidak sopan. Akan tetapi, balasan Tifatul cukup telak:
Oh baru tahu saya, mas Yahya itu seorang Kiai. Kalau boleh tahu mengelola pesantren di mana ya… https://t.co/5k9C28usXO
— Tifatul Sembiring (@tifsembiring) 16 Juni 2018
Apa yang disampaikan Tifatul ini memang tepat. Sebab, beliau memang tidak tahu kalau Gus Yahya adalah seorang Kiai. Ya maklum, para santri terbiasa memanggil Gus Yahya dengan sebutan “Gus” alih-alih “Kiai”. Hal ini tentu membingungkan bagi sosok sekaliber Tifatul. Ini para netizen pembela Gus Yahya gimana sih?
Dalam tradisi santri sebutan-sebutan tersebut tentu membingungkan bagi Tifatul. Misalnya, KH. Abdurahman Wahid dipanggil Gus Dur atau KH. Mustofa Bisri dipanggil Gus Mus, yang sudah kiai besar begitu saja masih dipanggil Gus. Ini namanya tidak konsisten dong, orang seperti Tifatul Sembiring yang tidak punya koneksi ke pesantren-pesantren di Indonesia mana ngerti?
Meskipun Tifatul dulunya adalah Menteri Komunikasi dan Informasi, ya jangan berharap beliau tahu semua hal juga dong. Beliau kan juga manusia. Kan mantan Menteri juga boleh kalau enggak ngerti, termasuk enggak ngerti kalau Gus Yahya adalah seorang Kiai.
Ya, maklum, bisa dibilang posisi Gus Yahya ini macam-macam. Jadi Juru Bicara Gus Dur, penulis kisah-kisah pesantren, Katib ‘Aam PBNU, sampai ngasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, bersama Gus Mus. Kebanyakan posisi dan diakui oleh masyarakat dan pemerintahan begini tentu bikin pusing Tifatul yang baru bisa diakui oleh Partai Politik.
Ketidaktahuan Tifatul ini jadi mengingatkan akan sebuah cerita mengenai Gus Dur pada era Orde Baru (Orba). Di mana pada zaman segitu, ternyata ada cukup banyak orang juga yang seperti Tifatul, yang mana betul-betul kesulitan memindai seorang Kiai.
Ceritanya saat itu, Gus Dur sudah jadi orang yang diwanti-wanti oleh Presiden Soeharto. Terutama posisinya yang begitu berpengaruh bagi masyarakat kalangan Nahdliyin. Segala macam pengajian Gus Dur bahkan sempat dilarang untuk diselenggarakan. Apapun yang berkaitan dengan Gus Dur dan perkumpulan, sekalipun itu pengajian sempat dilarang.
Sampailah kemudian di sebuah daerah ada pengajian yang akan mengundang Gus Dur. Pada zaman segitu, mengadakan acara apapun harus minta izin ke polisi dan harus pula mendapat restu. Jika tidak, siap-siap dibubarkan acaranya.
“Oh, mau ada pengajian ya? Mana sini suratnya,” kata Pak Polisi.
Oleh panitia, diberikanlah surat izin acara.
Di tengah-tengah membaca surat izin tersebut, polisi yang bersangkutan mewanti-wanti si panitia, “Mas, ada instruksi khusus dari pemerintah untuk melarang pengajiannya Gus Dur. Jadi asalkan pengisi pengajian kalian bukan Gus Dur, besar kemungkinan akan diberi izin. Enggak usah khawatir,” kata si polisi.
Tentu saja si panitia acara jadi pucat pasi. Jelas-jelas pengajian ini memang akan mengundang Gus Dur sebagai pengisi acara. Dalam batin panitia yang saat itu ke Polres, bayangan acara bakal batal sudah ada.
“Oke, setelah saya baca-baca isi suratnya, saya izinkan acaranya. Silakan dilanjutkan acara pengajiannya,” kata Pak Polisi.
Tentu saja si panitia ini heran. Katanya tadi tidak boleh kalau mengundang Gus Dur, lha ini acara memang mau mengundang Gus Dur, kok tahu-tahu boleh? Wah, jangan-jangan ini karena karomah Gus Dur, batin si panitia. Sampai kemudian Polisi ini melanjutkan…
“Kalau kamu ngundang Kiai Abdurrahman Wahid sih enggak apa-apa… yang penting jangan Gus Dur saja.”
Si panitia melongo bingung.