Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Pojokan

Saya Kira Cuma Kola-Kola yang Palsu, eh Ternyata Coca-Cola Sama Aja!

Audian Laili oleh Audian Laili
12 Agustus 2019
0
A A
tebak-tebakan
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Ada yang klaim Coca-Cola yang selama ini beredar di Indonesia adalah palsu. Ealah, saya kira yang palsu cuma Kola-Kola.

Sepanjang usia saya hingga seperempat abad ini, saya baru saja memperoleh fakta yang cukup mengejutkan. Suatu hal yang tidak pernah saya duga sebelumnya, masuk menjadi pengetahuan baru di hidup saya. Tiba-tiba, ada seseorang di Twitter yang ngasih tahu kalau Coca-Cola yang selama ini beredar di Indonesia, adalah palsu.

Bagaimana saya nggak terkejut? Awalnya, saya cukup nggak terima kalau ternyata merek minuman yang beberapa kali saya beli dan tenggak itu dinyatakan palsu oleh seseorang. Kok bisa? Padahal kan, selama ini saya sudah berusaha membelinya di toko-toko bertanda khusus yang kelihatannya kecil kemungkinan bakal menjual barang-barang palsu. Masak sih, para pemilik toko-toko itu telah membohongi saya dengan menjual Coca-Cola palsu?

Usut punya usut, ternyata ada sejarah panjang soal produk ini yang dijelaskan dalam thread berikut.

Diumur berapa kalian baru nyobain "Coca Cola" asli? Karena yang selama ini kalian minum di Indonesia itu ya "Coca Cola" palsu!
Penasaran kenapa?

Baca thread gw! pic.twitter.com/PFWo1Gbj3S

— ꦮꦸꦭꦤ꧀ (@WulanRussell) August 10, 2019

 

Setelah membaca penjelasan tersebut, saya tidak lagi merasa terkejut. Akan tetapi, merasa sedih dan kesal. Begini, saat masih sekolah dulu, rasa-rasanya uang saku saya nggak ada cukup-cukupnya untuk beli Coca-Cola. Ya, kalau saya memaksa untuk membelinya, itu artinya saya harus mengikhlaskan diri untuk nggak jajan seharian atau mungkin beberapa hari.

Sebetulnya, saya nggak ngerti-ngerti amat berapa harga produk ini saat saya masih kecil dulu. Namun, dari ke-eksklusif-an bentukannya dan nama besar mereknya, saya yakin betul pasti harganya nggak murah. Saking merasa ciutnya melihat kemampuan untuk membeli, untuk mengetahui soal harganya saja saya nggak berani.

Kalaupun saya punya uang jajan lebih, misalnya dikasih Om dan Tante yang datang berkunjung, kecil kemungkinan orang tua saya memperbolehkan untuk membelinya. Minuman bersoda, dianggap nggak sehat dan bisa menyebabkan batuk. Dengan hitung-hitungan keuangan keluarga, mereka nggak mau mengeluarkan uang lebih banyak lagi untuk membelikan saya obat. Jadi, langkah preventif adalah jalan satu-satunya.

Maka, minuman bersoda paling enak bagi saya saat kecil, ya cuma Kola-Kola. Rasa krenyes di lidah saat minum Kola-Kola, menjadi perkenalan saya dengan soda. Sambil berdoa diam-diam: Semoga saya punya kebebasan minum Coca-Cola suatu saat nanti.

Hingga akhirnya, waktu berjalan dan saya punya cukup uang dan kebebasan—karena telah dianggap besar. Sekadar membeli Coca-Cola, tidak menjadi keputusan yang besar bagi saya. Kalau pengin, ya tinggal beli saja. Kalau nggak merasa puas sama botol yang kecil, ya tinggal beli yang besar. Kalau nggak habis, ya tinggal dibagi-bagikan.

Pokoknya, si Coca-Cola ini tidak lagi menjadi barang tersier. Dia tak lebih dari barang primer yang bisa saya beli sewaktu-waktu kalau lagi pengin. Hingga akhirnya saya mendapatkan informasi bahwa dia yang selama ini saya minum adalah palsu. Bagaimana nggak remuk hati saya?

Ya, bayangkan saya, mengetahui fakta bahwa minuman yang saya idam-idamkan sejak kecil ternyata diklaim sebagai produk “palsu”. Betapa mimpi yang selama ini saya kira sudah tercapai ternyata nggak ada apa-apanya dibanding kenyataannya. Malu sekali mengetahui fakta bahwa pencapaian yang sudah saya sombongkan itu, tak berarti apa-apa.

Saya kesal. Kenapa mbaknya malah ngasih tahu, sih?

Ia palsu. Sementara yang asli di Meksiko. Sebuah tempat yang sangat jauh dan butuh biaya besar untuk mendatanginya. Saya sedih, ketika tahu bahwa untuk bisa meminum Coca-Cola asli, butuh usaha berkali-kali lipat dibadingkan perubahan dari minum Kola-Kola ke Coca-Cola yang dibilang sama-sama palsu itu.

Jadi ingat “punggung ayam” di cerpen Hanya Isyarat-nya Dewi Lestari. Terkadang, kebahagiaan memang bisa lahir justru saat kita tak mengetahui apa-apa.

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2019 oleh

Tags: coca colaminuman bersodauang saku
Iklan
Audian Laili

Audian Laili

Redaktur Terminal Mojok.

Artikel Terkait

Cerita Mahasiswa UNESA Asal Bangkalan Madura yang Hanya Dijatah 50 Ribu per Minggu, Kehabisan Bensin di Jalan Sudah Biasa, tapi Tetap Semangat Menjalani Kuliah di Surabaya uin jogja, madura
Kampus

Cerita Mahasiswa UNESA Asal Bangkalan Madura yang Hanya Dijatah 50 Ribu per Minggu, Kehabisan Bensin di Jalan Sudah Biasa, tapi Tetap Semangat Menjalani Kuliah di Surabaya

6 Mei 2024
Kisah Mahasiswa UNY Bertahan Hidup di Jogja Bermodalkan Rp250 Ribu per Bulan MOJOK.CO
Liputan

Kisah Mahasiswa UNY Bertahan Hidup di Jogja Bermodalkan Rp250 Ribu per Bulan

27 September 2023
Mahasiswa Jogja Beberkan Uang Saku Bulanan Mereka yang Lebih dari UMP DIY. MOJOK.CO
Geliat Warga

Mahasiswa Jogja Beberkan Uang Saku Bulanan Mereka yang Lebih dari UMP DIY

10 Juni 2023
Viral Insiden Coca-Cola di Euro 2020, Cristiano Ronaldo Mungkin Bisa ke Indonesia untuk Geser Beberapa Hal
Kilas

Viral Insiden Coca-Cola di Euro 2020, Cristiano Ronaldo Mungkin Bisa ke Indonesia untuk Geser Beberapa Hal

16 Juni 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kasus Kaca Kereta Api Dilempar Batu Adalah Pertanda Orang Indonesia Memang Belum Siap (dan Nggak Pantas) Dapat Hal-hal yang Baik

Kasus Kaca Kereta Api Dilempar Batu Adalah Pertanda Orang Indonesia Memang Belum Siap (dan Nggak Pantas) Dapat Hal-hal yang Baik

9 Juli 2025
Dekranasda Jawa Tengah bahu-membahu dampingi UMKM agar tembus pasar internasional MOJOK.CO

Bahu-membahu Dampingi UMKM Jawa Tengah agar Tembus Pasar Internasional

9 Juli 2025
Tips push rank mobile legends biar tidak stres MOJOK.CO

Bisa Lebih Efektif, 6 Tips Push Rank Mobile Legends Tanpa Stres

10 Juli 2025
game clash of champions ala ruangguru. MOJOK.CO

Rakyat Jelata Tak Bisa Gembira dengan Pertunjukkan Clash of Champions, Cuman bikin Kesal Anak Broken Home yang Suka Adu Nasib

10 Juli 2025
kampus di Indonesia.MOJOK.CO

Riset Kampus di Indonesia Cuma Jadi Sampah Ilmiah, Alarm Serius buat Binus hingga Unair yang Masuk Daftar Red Flag

9 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.