Berkat Sensasi, Saipul Jamil yang Kita Kenal Adalah Korban, Bukan Pelaku Pencabulan

Adalah sensasi, mamaksa kita mengingat Saipul Jamil sebagai korban. Sebagai orang baik yang dizalimi. Bukan sebagai pelaku pencabulan.

child grooming mojok.co

Ilustrasi Mojok.co

Setelah hampir lima tahun mendekam di penjara, Saipul Jamil akhirnya bebas. Kebebasan mantan napi pencabulan itu disambut meriah. Sepertinya, media-media di Indonesia sudah merindukan terpaan exposure dari salah satu artis kontroversial tersebut.

Kebebasan Saipul Jamil diatur dengan skenario yang sungguh dramatis. Dia keluar dari penjara mengenakan kaos putih. Warna putih melambangkan “kesucian”. Pintar sekali. Di bagian dada kaos, terlihat secuplik kalimat yang kalau tidak tertutup kalungan bungan, mungkin bertuliskan “Saipul Jamil Official”. Cerdik sekali.

Media pasti berlomba-lomba mendapatkan angle terbaik untuk menangkap momen kebebasan ini. Salah satunya dari arah depan. Jadi, sablon “Saipul Jamil Official” akan terlihat. Kok ya “kebetulan”, nama akun YouTube resmi Bang Ipul adalah “Saipul Jamil Official”. Normal apabila manajemen menyiapkan (dan menggenjot) subscriber dan views akun itu. Maklum, persiapan kalau aksi boikot Bang Ipul sukses dan stasiun televisi menjauh. Kanal YouTube bakal jadi ujung tombak.

Oya, soal kalungan bunga. Menurut saya, manajemen Saipul Jamil perlu naik gaji. Cerdik sekali. Dengan pakai kaos putih, kalungan bunga warna-warni akan dapat background yang pas. Warna merah dari kalungan bunga jadi lebih mencolok. Memudahkan fotografer untuk membidik dan mengambil foto.

Kalungan bunga sendiri sering dipakai sebagai sambutan kepada tamu kehormatan. Kepada dia yang dianggap sebagai representasi kebahagiaan seluruh manusia. Setelah dikalungi bunga, Saipul Jamil diarak dengan mobil kap terbuka. Dua tangannya yang terkepal diangkat ke udara dengan keyakinan diri maksimal. Seakan-akan Saipul Jamil baru saja memenangi medali emas Olimpiade.

Saipul Jamil “dipermak” seakan-akan baru saja melewati peperangan paling keji yang pernah terjadi. Seperti baru keluar dari penderitaan panjang mendekam di balik jeruji besi selama hampir lima tahun. Tim mereka seakan-akan sudah mengantisipasi datangnya sebuah pertanyaan yang khas:

“Bang Ipul trauma nggak?”

Hehehe… klasik.

Bang Ipul kayaknya sudah menunggu pertanyaan itu. Dia menjawab dengan begitu diplomatis. Berikut jawabannya seperti dikutip voi.id:

“Ya, pasti trauma. Jadi buat teman-teman, hati-hati. Bijaklah dan selalu waspada. Kita tidak tahu di mana ada musuh. Bisa jadi teman dianggap baik tapi ternyata dia musuh kita. Tapi ya sudahlah. Yang penting kita ikhlas.”

Kalimat ini disusun dengan sangat baik. Silakan manajemen dan fans Saipul Jamil menampik. Namun, jika membaca kalimat itu baik-baik, Bang Ipul sedang memosisikan dirinya sebagai korban.

Bagian “bijaklah dan selalu waspada”, “Bisa jadi teman dianggap baik tapi ternyata dia musuh kita”, dan “ikhlas” ini cerdik sekali. Sebuah kalimat yang memperkuat pernyataan kakak Bang Ipul yang diucapkan pada 25 Agustus 2021, bunyinya: “Soal masalah ini, dia juga nggak bakalan dendam pada siapa pun dan pihak mana pun.”

Sebuah prosesi yang cerdik sekali…

Dari pernyataan hingga tampilan setelah keluar dari penjara, publik Indonesia yang daya ingatnya sependek kolor celana dalam ini dipaksa mengingat Bang Ipul sebagai korban, bukan pelaku pencabulan.

Bagian “tidak dendam” itu seperti bagian penutup bahwa Saipul Jamil adalah korban. Ya mana mungkin pelaku kejahatan malah dendam kepada korbannya. Harusnya DS, korban pencabulan Saipul Jamil yang menaruh dendam. Apalagi setelah keluar dari penjara, Bang Ipul akan disambut dunia gemerlap dengan segala potensinya, sementara kita tidak tahu bagaimana penderitaan DS. Kita “dipaksa” melupakan bahwa di sini, ada manusia yang sebetulnya korban tapi tidak akan mendapatkan perhatian publik.

Semua berkat sensasi….

Bagi kita semua yang bekerja di media, sensasi sama dengan momentum. Sensasi itu seperti bunga. Ada kalanya gugur, ada kalanya mekar. Ketika mekar sepenuhya, pewarta dan pemirsa akan mengagumi bunga itu sepanjang hari. Memotretnya dengan sudut terbaik, menggambarnya dengan kuas dan tinta termahal. Pokoknya, tidak ada yang ingin ketinggalan menikmati sensasi. Kalau sudah gugur, “bunga” itu tidak lagi menarik.

Trans TV Official bergerak begitu cepat untuk menangkap sensasi itu. Video Saipul Jamil yang naik di kanal YouTube mereka diberi judul: “Masyaallah, ini kisah pilu….” Masih ada video kedua, ketika Saipul Jamil bertemu Inul Daratista. Kedua video ini mendulang lebih dari 500 ribu penonton.

Sensasi itu pula yang membuat manajemen Bang Ipul bekerja cepat menyiapkan banyak konten. Mulai dari album yang bekerja sama dengan MSI Record, kontrak bintang tamu sudah diteken, dan tentu saja sebuah kanal YouTube yang sudah disiapkan.

Berbagai konten yang disiapkan itu tentunya akan mempotret Saipul Jamil sebagai “orang baik”, mungkin sebagai “korban”. Kesan tertindas mungkin juga akan dimunculkan setelah netizen merisak kolom komentar YouTube resmi manajemen mereka.

Media memanfaat ini semua demi exposure. Mungkin, media hanya akan menyediakan kanal yang sempit saja untuk korkan pencabulan Saipul Jamil. Mungkin, hanya sedikit media yang enggan menaikkan konten Bang Ipul dengan sudut pandang yang “lebih jujur”, tentang trauma healing, misalnya.

Korban kekerasan seksual, baik itu laki-laki maupun perempuan, justru lebih sering disudutkan. Mereka mendapat intimidasi, dicap sebagai sampah masyarakat. Dianggap tidak punya budi pekerti. Dianggap boleh untuk dirisak dan dihinakan.

Korban kekerasan seksual yang terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), misalnya. Laporannya ke polisi tidak ditindaklanjuti. Polisi baru merespons ketika masalah itu meledak dan tuntutan publik semakin kuat.

Kini, DS, korban Saipul Jamil, juga mendapat represi dari pemilihan kata dan susunan kalimat. Ketika Saipul Jamil menggunakan istilah “awas musuh”, artinya dia memosisikan dirinya sebagai korban dari musuh, sedangkan DS adalah penjahatnya.

Istilah “Bang Ipul tidak dendam”, menyiratkan Bang Ipul adalah korban ketidakadilan, sementara DS adalah penyebab sengsara artis dangdut kesayangan kita semua. Ini semua adalah represi. Namun, kita tidak akan pernah mengingatnya.

Adalah sensasi, mamaksa kita mengingat Saipul Jamil sebagai korban. Sebagai orang baik yang dizalimi. Bukan sebagai pelaku pencabulan.

BACA JUGA Isu Kekerasan Seksual Makin Banyak Itu Justru ‘Bagus’ Dong dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version