Review Lathi: Perpaduan Dua Musik Berbeda yang Nggak Maksa

EDM, Weird Genius, gamelan, jawa, review, Lathi mojok.co

EDM, Weird Genius, gamelan, jawa, review, Lathi mojok.co

MOJOK.COSingle Weird Genius berjudul “Lathi” adalah role model untuk orang yang pengin gabungin dua jenis musik yang berbeda tapi nggak maksa. Lagu ini layak banget disebut sebagai masterpiece.

Single Weird Genius berjudul “Lathi” jadi tren di Twitter gara-gara video #LathiChallenge dari Jharna. Tapi kalau dibilang single WG tersebut terkenal karena Jharna doang, sih, nggak pas juga. Single “Lathi” udah dirilis sejak Maret, dan video klipnya di YouTube hingga hari ini sudah ditonton 19 juta kali.

Banyak yang bisa diapresiasi dari single Weird Genius ini. Perpaduan bunyi modern dengan instrumen daerah nggak lebay. Porsinya pas, tidak saling menutup, menyenangkan untuk didengar. Liriknya merepresentasikan pesan dengan jelas. Visual dalam video klipnya menggambarkan makna yang ingin dikejar lagu ini.

Setelah saya dengarkan berkali-kali, saya menghubungi Farindo “Kidjing” Reska, pegiat musik kontemporer di Yogyakarta untuk menganalisis bareng-bareng. Kami mendapat beberapa poin dari hasil diskusi tersebut.

Gimana, dah kayak kritikus musik belom?

Soal gamelan dan halusnya transisi

Di atas saya sempat bilang bahwa perpaduan bunyi (musik) modern dan instrumen (musik) daerah dalam “Lathi” nggak lebay. Maksudnya begini, sering terjadi, ketika ada seniman mencoba memadukan musik modern dan daerah dalam satu lagu, hasil yang didapat adalah tabrakan suara tak berfaedah. Bernada, tapi memaksa.

Contoh lagu yang saya maksud adalah Tokyo Drift. Perpaduannya terasa mengganggu, tapi untung saja masih bisa didengarkan. No hard feeling, loh.

Weird Genius mainnya cantik. Gamelannya mendukung lagu, tidak dibikin terlalu keras agar terlihat “Iki lho, Dab, aku nganggo gamelan,” tapi suasana yang terbangun tetap megah. Kalau denting gamelannya dibikin terlalu keras, ambyar iki mengko.

Cuma ngene, Dab. Jangan gegabah bilang lagu ini representasi musik Jawa, lho ya, karena scale gamelan yang digunakan adalah pelog. Pelog sendiri nggak hanya ada di gamelan Jawa. Scale pelog juga dipakai Bali sama Sunda.

Penempatan musiknya juga jelas, tidak dibikin datar atau berulang-ulang. Bagian demi bagian dibuat berbeda, membuat musik ini tidak monoton. Transisi antar-part tidak kasar alias kita tidak diajak berpindah secara tiba-tiba.

Jadi gini maksudku. Lagu itu kan punya bagian-bagian, kayak intro terus masuk ke lirik lalu ke reff. Nah jeda kecil di antara bagian itu yang aku sebut transisi. Kalau band-band pop biasa, transisi itu nggak terlihat karena part mereka biasanya berkesinambungan. Untuk “Lathi”, part-nya itu punya ciri khas sendiri, tapi transisinya halus.

Membuat transisi antar-part jadi halus itu nggak gampang, Cah. Tidak heran kalau ada lagu yang dibikin monoton alias diulang-ulang polanya.

Lirik “Lathi”

Lirik berbahasa Jawa memang hanya dua baris. Namun, dua baris itu adalah inti dari lagunya. Bagi saya, ini jenius. Biasanya kita menganggap lirik bagus adalah yang bercerita dari awal hingga akhir lagu. Tapi ketika tidak mengikuti “pakem” bukan berarti tidak bagus.

Pesan lagu ini jelas ya, jaga mulutmu, jaga perbuatanmu. Pesan ini relate banget ke segala generasi, terlebih buat generasi muda. Rasanya kita melihat evolusi dari Reza Arap, dari yang “Di YouTube gue ngomong bangsat,” ke “Ajining diri ana ing lathi.”

Sana bikin from this to this.

Yang menarik, liriknya pakai dua bahasa yang berbeda dan tiap bahasa punya beat tersendiri. Lirik berbahasa Inggris diberi sentuhan modern. Tapi begitu masuk lirik Bahasa Jawa, dimulai dengan transisi beat berbalut musik daerah, lalu mulai pakai beat yang berbeda

Lirik berbahasa Jawa dua baris itu diberi beat yang berbeda, seakan menunjukkan ke pendengarnya bahwa ini pesan utamanya. “Kowe ora iso mlayu seko kesalahan, ajining diri ana ing lathi,” digambarkan jelas dengan musiknya.

Unsur-unsur lagunya sih udah memenuhi syarat lagu bagus. “Lathi” ini, singkatnya, adalah lagu yang unik tapi nggak maksa. Nggak ada unsur aneh-aneh, tapi mendengarnya sekilas saja udah tahu kalau ini lagu beda dari yang lainnya.

Visual

Jujur aja, menampilkan kesenian-kesenian yang ada di Indonesia dalam video klip tersebut emang bagus. Unsur-unsur tersebut menambah nilai eksotis. Perpaduan antara tarian modern dan kesenian daerahnya wangun, bagus.

Tapi jujur saja, agak nggak nyambung sih sama pesan lagunya. Dalam video klip tersebut kayak ada dua hal berbeda yang coba ditampilkan dalam satu frame.

Kalau eksekusinya bagus, bakal kelihatan keren. Tapi kalau buruk, malah jadi bulan-bulanan. Untung, editing video ini cukup bagus. Pemerintah harus pake jasa editor videonya Weird Genius, deh, biar mendingan gitu presentasi programnya.

Lagu ini mungkin belum bisa dianggap representasi musik Jawa secara utuh. Tapi nggak masalah, Weird Genius nggak perlu maksa bereksperimen. Lagu ini malah bisa jadi pengantar bagi generasi sekarang untuk mengeksplor bunyi-bunyi musik daerah.

Hats off, Weird Genius.

BACA JUGA Negara Boleh Goblok, Kita Jangan dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.

Exit mobile version