PSBB Anies Baswedan Bukan Gagal, Cuma Kompak Sama PSBB Indonesia yang Tidak Berhasil

PSBB Anies Baswedan Bukan Gagal PSBB transisi new normal surabaya jawa timur MOJOK.CO

PSBB Anies Baswedan Bukan Gagal PSBB transisi new normal surabaya jawa timur MOJOK.CO

MOJOK.CODih, beneran nih, PSBB Anies Baswedan dianggap gagal? Kayaknya, sih, enggak. Beliau cuma kompak sama PSBB Indonesia yang udah tidak berhasil sejak awal.

Hari ini, Kamis (4/6), muncul tagar yang bunyinya begini: “PSBB Amies Gagal Total”. Tagar tersebut, dialamatkan kepada Gubernur DKI, Anies Baswedan. Pak Gubernur DKI dianggap gagal, total lagi, menerapkan PSBB di DKI.

Pakai diledek dengan plesetan nama lagi, dari “Anies” jadi “Amies”. Sadis, bener. Untung nggak diplesetkan jadi “Amien”. Hehehe….bisa panjang urusan.

Setelah saya melakukan penelusuran, biar tulisan ini dianggap agak ilmiah dikit, mayoritas akun yang naikkan tagar PSBB Amies Gagal Total memang “yang nggak suka” sama Pak Anies Baswedan. Tahu, dong, maksud saya. Jadi antara haters dan buzzer. Antara kentut dan ampas yang ikut kebawa brojol ke wece. Mirip.

Pertanyaannya, apakah Anies Baswedan memang “gagal total” menerapkan PSBB di DKI? Ya JELAS GAGAL, kalau haters yang ngejawab. Kalau yang pro, jawabnya: “NANTI DULU….”. Kalau saya: JELAS GAGAL, TAPI NANTI DULU….

Nanti dulu, coba kamu duduk dulu. Tenangkan diri. Pikirkan lagi kisah kasih corona di Indonesia sejak awal. Ya kira-kira sejak Januari 2020, lah. Kalau sekarang kamu menghakimi PSBB Anies Baswedan gagal, apa ada PSBB di Indonesia ini yang sukses? Satu lagi: apakah penanganan corona di Indonesia ini udah bagus? Mau pemerintah, aparat, sampai rakyat, punya kontribusi kegagalan penanganan pandemi, kok.

Lho, nggak percaya?

Kita lihat fakta di Surabaya, Jawa Timur. Sekarang ini, Surabaya nggak lagi “red zone”, tapi udah jadi “black zone” saking parahnya pandemi corona di sana. Udah begitu, antara Walikota Surabaya dan Gubernur Jawa Timur malah sengit-sengitan, jegal-jegalan, seakan-akan penanganan pandemi corona itu kayak balapan.

Mau disebut PSBB, karantina wilayah, kejadian luar biasa, atau istilah apa saja yang kamu tahu, penanganan corona di Surabaya masih jauh dari kata “sukses”. Saya nggak bilang gagal, lho ya, karena usaha di sana masih berlanjut. Yang pasti, karena PSBB di Surabaya yang nggak efektif, saya nggak bisa ngapelin istri ke Surabaya. Makasih, lho, MAKASIIIH!

Bagaimana sama rakyat yang berkontribusi menggagalkan penerapan PSBB? Kalau merunut ke arti istlah, PSBB itu usaha membatasi gerak orang supaya nggak kena corona. sementara itu, objek vital masih buka. Misalnya rumah sakit. Artinya, kafe, angkringan, warung makan, sampai mall seharusnya tutup.

Kalau sudah sampai sini, seharusnya saya nggak perlu menjelaskan lebih lanjut. Di Jogja saja, misalnya, kafe dan angkringan masih berjaya. Masih buka, Bos. Ehh, di Jogja nggak PSBB, ding. Di sini adanya nrimo ing pandum.

Sudah begitu, rakyatnya giat banget buat keluar rumah buat nongkrong. Di Surabaya, banyak yang kena gerebeg Satpol PP karena asyik cangkrukan di warung kopi. PSBB kan sejatinya mengatur manusia. Kalau manusianya nggak mau diatur, ya podo bae to! Apalagi, aparat ya gitu kerjanya. Kadang tegas, banyak enggaknya. Serba salah. Kalau tegas, dikira nggak membantu ekonomi rakyat.

Wah, jadi banyak dan panjang nanti analisisnya. Makanya, yang paling bener jangan terlalu sadis menyalahkan PSBB Anies Baswedan itu gagal. Lha wong penanganan pandemi corona di Indonesia, sejak awal, kayak kentut saja. Bau dikit, sebentar, lalu ilang kebawa angin.

Juni ini, PSBB di Jakarta disebutnya “PSBB transisi”. Maksudnya? Mengutip pernyataan dari Youtube-ya Pak Anies Baswedan, PSBB transisi itu sebuah fase menuju keadaan yang “sehat, aman, produktif”. Ketika masa transisi ini, beberapa objek publik dijadwalkan jalan lagi. Fasenya dibagi ke dalam beberapa tahap.

Misalnya, tahap pertama di pekan pertama antara 5 sampai 7 Juni, tempat ibadah akan “dilonggarkan”. Kapasitas yang diizinkan terisi dibatasi 50 persen saja. Pekan kedua, 8-14 Juni, perkantoran, rumah makan, pergudangan, dan beberapa tempat usaha diizinkan jalan lagi.

Nah, di tahap kedua yang tanggalnya belum ditentukan, sekolah, kegiatan usaha seperti bioskop, pasar malam, resepsi pernikahan, boleh dilangsungkan. Tentu dengan mematuhi aturan yang sudah ditetapkan.

Well, singkat kata, PSBB transisi itu diambil karena PSBB sebelumnya dinilai lumayan, lah. Karena masih ada daerah di DKI yang masih “red zone”, makanya PSBB diperpanjang dengan embel-embel “transisi”. Kalau dilonggarkan sepenuhnya, itu namanya bunuh diri. Yang seperti ini dianggap gagal? Ya silakan, pendapat kamu seperti itu siapa saya mau menyalahkan.

Saya nggak dan bukan pendukung Pak Anies Baswedan. Buat pembaca lama Mojok pasti tahu kalau saya sering “menggoda” beliau lewat tulisan. Saya juga bukan pembenci orang yang lagi mengemban amanat rakyat di Surabaya dan Jawa Timur. Saya cuma bilang soal fakta, di mana kamu bisa leluasa memeriksanya kalau nggak percaya.

Saya cuma mau bilang kalau penanganan pandemi corona di Indonesia memang nggak bagus. Ketika curva pandemi di banyak negara sudah mulai melandai, di Indonesia masih menuju puncak gemilang cahaya. Sudah begitu, malah mulai ngomongin new normal. HEBAT BANGET, DEH, ANJJJ!

Mau PSBB, karantina wilayah, karantina mandiri, atau lockdown, deh, nggak ada faedahnya kalau manusia yang “ada” di dalamnya mengedepankan ego dan akal sehat. Bener nggak kalau saya bilang begitu? Bener, dong. Percaya, deh, sama saya. Eh jangan, ding, percaya itu sama buzzer, ehh salah juga. Percaya ya sama Gusti Allah, dong.

BACA JUGA Curiga Masyarakat Tidak Disiplin PSBB akibat Aturan yang Nggak Jelas atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version