Prabowo Politisasi Ibu Ani, SBY Menyilang Tangan, dan Kampret yang Ahli Satire

MOJOK.COPak Prabowo membuat blunder dengan mempolitisasi almarhum Ibu Ani, SBY terihat emosi, dan Kampretos justru belajar satire di Twitter. Mantab!

Selama beberapa hari setelah aksi 22 Mei, Prabowo dikabarkan melakukan lawatan ke sejumlah negara. Australia, Austria, dan sempat transit di Dubai. Apa yang sedang dilakukan Ketum Gerindra itu? Konon, ini perjalanan bisnis. Namanya juga pengusaha. Ada pula yang mengabarkan Pak Prabs tengah berobat. Get well soon, Pak Prabs.

Apa yang terjadi ketika Indonesia sedang ditinggal Pak Prabowo melawat? Tidak ada pernyataan “lucu” khas beliau. Sepi. Sunyi. Yang ada malah penangkapan beberapa orang yang dianggap menyebarkan hoaks dan dituduh makar. Sampai saat ini, persidangan para tersangka itu sedang berlanjut. Bahkan Ki Amien Rais yang biasanya kreatif, tidak bersuara. Mungkin kangen dengan Pak Prabs.

Ketika Prabowo sedang berada di luar negeri, Indonesia kehilangan salah satu ibu terbaik, Ibu Ani Yudhoyono. Almarhum, istri dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tutup usia setelah selama beberapa saat bergulat dengan kanker darah. Setelah jenazah Ibu Ani Yudhoyono sampai di Indonesia dan disemayamkan di Pendopo Cikeas, pelayat mulai berdatangan.

Momen takziah atas wafatnya mantan ibu negara Ani Yudhoyono di kediaman SBY, seharusnya menjadi momen yang sakral. Momen di mana banyak tokoh melebur dan melupakan perbedaan pandangan politik untuk kemudian menguatkan keluarga Yudhoyono yang baru ditinggal salah satu sosok pentingnya.

Sayangnya, momen takziah justru menjadi panggung blunder bagi Pak Prabowo. Beliau mencadi sasaran kecaman karena pernyataanya yang dinilai keterlaluan saat menyampaikan ucapan duka citanya.

“Saya diberi tahu bahwa Ibu Ani mendukung saya, 2014 dan 2019 memilih saya, jadi ya saya merasa, saya dapat merasakan gimana Pak SBY sekarang kondisinya.” Begitu kata Pak Prabowo. Ketika kalimat blunder itu dilontarkan, tampak dengan jelas perubahan ekspresi SBY. Ia yang tadinya berdiri biasa langsung bersedekap, menyilangkan tangan.

Makna sikap menyilangkan tangan Pak SBY

Setelah meminta Pak Prabs bergeser dengan “sopan”, SBY kemudian langsung memberikan klarifikasi. “Saya mohon, statemen Pak Prabowo yang Ibu Ani pilih apa pilih apa itu tidak tepat, tidak elok untuk disampaikan. Mohon itu saja. Tolong mengerti perasaan kami yang berduka,” terang SBY kepada wartawan.

Bersedekap, melipat tangan di dada menunjukkan tanda kekuatan, melindungi diri sendiri, dan kepercayaan diri. Menyilangkan tangan menunjukkan SBY merasa “tidak aman” dengan keberadaan lawan bicara. Pak SBY nggak mau tersakiti lagi. beliau tipe orang yang pemikir, serius, serta analistis.

Jika kamu perhatikan, tangan kiri Pak SBY berada di atas tangan kanan ketika bersedekap. Ini menandakan otak kanan yang berhubungan dengan kemampuan kognitif. Misalnya kreativitas, perasaan, emosi, dan intuisi. Beliau adalah orang yang artistik, berjiwa seni tinggi, unik dan punya energi spiritual. Secara profesi, orang dengan kebiasaan ini cocok di bidang seni, musik, politik, penulis, artis, atletik dan segala hal yang berhubungan dengan kreativitas dan penciptaan karya.

Atau, dari semua makna itu, emosi Pak SBY terpantik. Beliau, yang selama ini begitu tenang di depan kamera, menunjukkan sekilas emosinya. Ia marah, di tengah kesedihan yang mendalam, setelah ditinggal Ibu Ani. Dan, Pak Prabowo, justru melangkah ke panggung dengan narasi yang terlalu melukai itu.

Sebuah sikap “kecil” yang siapa tahu, bakal menentukan wajah politik Indonesia selama lima tahun ke depan. Dikecewakan di panggung politik itu biasa. Namun, serangan personal, membuat sakit hati yang mendalam, bisa panjang urusannya. Emosi, bahkan dendam, bisa sangat awet.

Kenapa Pak Prabowo begitu?

Apakah beliau nggak tahu adat? Saya kira tidak begitu. Pak Prabowo, mungkin, hanya tidak tahu cara menempatkan diri di tengah acara duka di rumah Pak SBY. Ketika takziah di rumah Pak SBY, yang seharusnya sakral bagi sebagian orang, dirasa Pak Prabs seperti panggung orasi politik semata. Mungkin, Pak Prabs memang berduka. Namun, di hati beliau masih tertoreh rasa sakit hati setelah kalah di Pemilu 2019. Dan kekecewaan itu yang akhirnya diungkapkan, di waktu yang tidak tepat.

Jangan salah. Ada, lho, orang yang sulit menempatkan diri ketika takziah seperti ini. Beberapa bulan yang lalu, apakah kamu masih ingat ketika Sandiaga Uno datang melayat masih menggunakan “seragam jogging”? Pakaian adalah simbol. Acara dan lokasi menentukan pakaian kamu.

Baik Pak Prabs maupun Sandiaga Uno memang keterluan. Namun, bukankah kita masih sering lupa jiwa, gagal menempatkan diri di acara duka itu? Sering terjadi, meski acaranya adalah layatan, kita tetap bercanda, tertawa-tawa karena ketemu teman lama. Bahkan ada yang saling bertukar nomor hape dan akhirnya jadian.

Alasan selain nggak tahu tempat? Mungkin Pak Prabowo cuma terlalu cinta dengan politik. Beliau bernapas dengan asupan politik, makan dengan lauk politik, mengusir haus dengan cairan politik, bersolek dengan pupur politik, sampai buang hajat pun bau politik. Bukan ciu saja yang bikin mabuk. Agama dan politik juga sama.

Well, di tengah kesedihan dan salah menempatkan diri ala Pak Prabowo, kita masih bisa dihibur oleh para pendukungnya di media sosial.

Setelah blunder itu, tagar Shame on You Prabowo menjadi trending topik. Semua mengecam. Beberapa saat kemudian, para pendukung Pak Prabs menaikkan tagar Proud of Prabowo. Dari gelagatnya sih ingin “membela blunder” Pak Prabs. Lucu, blunder begitu dalam kok malah dibela.

Kalau bukan satire, apa namanya? Tuh, Pak Prabs, pendukung Bapak, pakai tagar “bangga” itu tujuannya apa coba? Bapak pasti juga merasa kalau kalimat itu salah tempat. Lagaknya memuji, tapi sebetulnya menyindir. Dear Kampret yang berbahagia, tagar itu bukan bikin Pak Prabs jadi “nggak salah. Tagar itu justru bikin citra beliau makin jelek.

Apa salahnya meminta maaf, mewakili Pak Prabs di media sosial. Bukankah itu lebih elegan? Lebih baik, ketimbang naikkan tagar satire sambil menyematkan serangan kepada lawan politik Pak Prabs.

Hmm…tapi ya nggak papa sih kalau mau belajar satire. Mojok selalu membuka pintu selebar-lebarnya buat Kampretos yang jago nulis satire. Kirimkan tulisan satire kalian ke email redaksi ya. Biar nggak cuma pendukug Jokowi saja yang kelihatan jago nulis.

I love you :*

Exit mobile version