Pinjaman Online: Yang Tak Bertatap Bukan Berarti Lebih Aman

MOJOK.COSalah satu yang sulit dari meminjam uang adalah basa-basi dan jaminannya. Maka Pinjaman Online atau Fintech memberikan solusi baru untuk kesulitan tersebut.

Ketika merantau pertama kali ke Yogyakarta, saya baru merasakan betul bagaimana susahnya mengatur keuangan supaya uang saku dapat bertahan hingga akhir bulan. Pasalnya sebelum itu, saya tidak pernah memikirkan soal makan. Maka dengan merantau, saya pun akhirnya merasa perlu mencatat segala pengeluaran saya, termasuk soal makan. Agar dapat dievaluasi di pertengahan dan akhir bulan.

Beruntungnya saya, punya tiga teman dekat yang sama-sama berasal dari Yogyakarta. Mereka tidak merantau dan tinggal dengan orang tua. Jelas sudah, kepada merekalah saya sering bersandar setiap keuangan semakin menipis. Meski saya harus merasa malu dan sungkan karena sering merepotkan.

Meminjam uang ke teman sendiri memang enaknya bukan main. Hanya dengan jaminan kepercayaan, uang dapat dicairkan, tanpa bunga tentunya. Menarik, bukan?

Kalau ingat sebuah petuah yang saya lupa diucapkan oleh siapa, jika kita dalam keadaan kepepet, lalu butuh uang, kalau bisa sih pinjamlah pada keluarga atau teman sendiri. Kenapa? Karena risiko yang harus ditanggung peminjam lebih kecil. Sangat jarang teman atau keluarga mematok bunga dari jasa yang dia berikan.

Selain itu, ikatan emosional yang lebih dekat, membuat kita merasa lebih aman dan nyaman. Meski harus melontarkan basa-basi dan mengibaskan rasa sungkan di awal. Bagaimanapun, masalah pinjam-meminjam adalah ranah privasi. Kita pun tak ingin jika aksi meminjam tersebut disebarluaskan. Kita percaya, orang terdekat tidak akan melakukan hal itu. Namun, apakah keduanya memang dapat selalu diandalkan ketika kita membutuhkan? Tentu saja tidak.

Ada saat-saat di mana kita harus mandiri. Ntah karena teman dan keluarga tidak dapat memijami, ataupun karena kebutuhan pinjaman kita yang sangat besar—jadi tidak enak jika harus meminjam dari orang terdekat. Akhirnya kita memilih bank atau pegadaian sebagai tambatan. Bank dan pegadaian punya aturannya sendiri, dengan ketentuan bunga dan jaminan yang sering menjadi persyaratan cukup meribetkan.

Lantas, ketika saat muncul pinjaman online atau Fintech (Financial Technology)—sebuah jenis startup di bidang jasa keuangan yang sedang naik daun—banyak kalangan menengah ke bawah yang menjadikan hal itu semacam oase bagi keberlanjutan gaya hidup.

Bunga tinggi yang disebutkan di awal, tidak terlalu dihiraukan. Yang menjadi fokus adalah, kita punya solusi mudah untuk mencairkan pinjaman tanpa harus dengan jaminan yang bermacam-macam. Cukup KTP, pas foto, dan nomer handphone, maka uang pinjaman langsung masuk dalam rekening kita.

Sesuatu yang berbau online memang terdengar praktis dan solutif. Kita pun tidak perlu keluar dari tempat nyaman kita. Hanya dengan pencet-pencet layar ponsel, tanpa perlu bertatap atau berbasa-basi dengan petugas mereka. Ya, salah satu yang sulit dari meminjam uang adalah basa-basinya.

Rasa-rasanya, melakukan pinjaman online dapat serahasia itu. Hanya Tuhan, diri kita, dan ponsel yang tahu. Dunia online sering membuat kita tak berpikir panjang, bahwa di seberang layar ponsel kita ini, ada orang seperti kita yang bekerja dengan melihat data-data yang kita kirimkan untuk pengajuan pinjaman itu.

Ah, benarkah sesuatu yang tidak terlihat memang nampak lebih aman?

Oke, begini. Untuk kamu yang sedang butuh uang dan tergiur dengan iklan-iklan pinjaman online yang biasanya dengan iming-iming tanpa jaminan dan pinjaman mudah dicairkan—ah, uang ini aneh, benda padat tapi kok cair—jangan lupa untuk berhati-hati. Jangan sampai kebutuhan yang mendesak membuatmu tidak berpikir dengan jernih dan dan fokus pada, “Yang penting cepat was wes~”

Dengan tidak berhati-hati di awal, banyak orang yang kini terjebak seperti tiada akhir dalam pinjaman online. Baca persyaratan dan konsekuensinya dulu. Plus jangan malas untuk mencari review-review tentang mereka di sosial media.

Pertama, yang sering tidak disadari oleh peminjam, bahwa masa meminjam itu tidak terlalu lama. Beberapa diantaranya hanya 14 hari saja. Iya, hanya dua minggu. Tidak sampai satu bulan. Dan jika lebih dari tanggal yang ditentukan, maka itu disebut jatuh tempo.

Kedua, ketika kamu tidak dapat membayarkan dana tersebut di atas tanggal jatuh tempo, artinya kamu harus menanggung tambahan bunga dari keterlambatan pembayaran—tidak hanya dari bunga pinjaman saja. Bunga keterlambatan ini, bisa 2% per hari. Bayangkan, 2% per hari, Gaes! Kalau 50 hari, sudah balik jadi 100%.

Ketiga, jika kamu tidak ada respon ketika ditagih ntah melalui Whatsapp, SMS, ataupun telpon. Jangan dikira kamu akan aman-aman saja, seperti ketika kamu meminjam uang tersebut di awal. Begini, ketika kita mendowload aplikasi pinjaman online tersebut, tanpa sadar kita langsung memberikan permission ketika mereka meminta izin untuk mengakses phonebook, chat, dan panggilan di handphone kita.

Orang-orang semacam saya, biasanya langsung accept aja tanpa membaca hal tersebut lebih detail. Sehingga, meski handphone secara fisik berada di tangan kita, sebenarnya di seberang sana mereka dapat melihat data-data kita. Sebenarnya ini seperti ketika kita mengizinkan Instagram atau Twitter untuk mengakses galeri atau phonebook kita setelah kita mendownload aplikasi mereka.

Namun, bagi beberapa platform, ternyata hal itu digunakan dengan tidak semestinya. Ketika kita tidak ada sahutan, pihak mereka bisa serta merta menghubungi nomor yang ada phonebook kita. Meski nomer tersebut tidak kita daftarkan sebagai emergency call.

Yang terjadi selanjutnya? Benar sekali. Mereka meminta kenalan kita yang dihubungi tersebut, menagih kita agar segera membayar hutang yang sudah jatuh tempo. Tak jarang dengan mengunggah foto kita, data diri kita, lengkap dengan jumlah hutang dan bunganya.

Yang juga banyak terjadi, tagihan tersebut juga melalui atasan si pihak peminjam. Sebagai cara berbau ancaman untuk menurunkan kredibilitas pihak peminjam di depan orang yang disegani. Sungguh memalukan, bukan? Okelah, kalau yang dihubungi adalah keluarga atau teman dekat sendiri. Nah, yang banyak terjadi, ternyata tidak seperti itu. Belum lagi, dengan kata-kata kasar yang disampaikan para debt collector ini. Lengkap sudah.

Hal ini semacam menjelaskan, meski seakan tidak bertatap langsung, sesuatu yang berbau online tidak selalu aman. Justru akan lebih banyak data pribadi kita yang kita pertaruhkan. Bahkan seperti membunuh kita diam-diam.

Di Twitter, banyak orang yang menceritakan permasalahannya ini. Sambil me-mention beberapa tokoh di Indonesia seperti Jokowi, Prabowo, Sandiaga Uno, ataupun OJK, BI, dan siapapun yang mereka harap bisa memberikan pertolongan. Mereka mengungkapkan, sedang terjebak dengan skema pinjaman online itu. Dan yang selama ini mereka cicil bayar hanyalah bunganya. Sedangkan pinjaman pokoknya seperti tidak terjamah.

Belum lagi beban rasa malu dari debt collector online yang menghubungi orang-orang yang tidak terlalu dekat dengannya. Dalam keputusasaan tersebut, ada yang mengungkapkan tidak tahu lagi akan menjual apa untuk membayar hutang selain harga diri. Sebuah sikap karena tidak tahu akan berbuat apa lagi. Ironis sekali.

Meski ada banyak dampak yang tidak mengenakkan dari pinjaman online, saya tidak serta merta melarang teman-teman sekalian untuk tidak menggunakannya. Yang perlu diperhatikan, tolong benar-benar berhati-hati sebelum melakukan pinjaman. Simak baik-baik apa saja syarat dan ketentuan plus review dari orang lain. Selain itu, pastikan bahwa kamu memang dapat membayar pinjaman beserta bunganya tepat waktu. Selama kamu mampu membayarkannya sebelum jatuh tempo, sepertinya kamu akan aman dari tagihan yang mengerikan itu.

Dari berbagai jenis tempat meminjam, yang salah satunya adalah pinjaman online dengan iming-iming tidak ribet di awal tapi ternyata tetep aja ribet di akhir, maka teman atau orang tua memang sebaik-baiknya tempat ngutang. Pasalnya menyediakan fasilitas tanpa bunga dan hanya dengan jaminan kepercayaan.

Exit mobile version