Penjelasan Sederhana Kenapa Siulan Bisa Dianggap Pelecehan Seksual

catcalling cat calling suit-suit pelecehan seksual siulan teori feminisme patriarki ruang publik aman tidak aman laki-laki dominan superior ngajak kenalan mojok.co

catcalling cat calling suit-suit pelecehan seksual siulan teori feminisme patriarki ruang publik aman tidak aman laki-laki dominan superior ngajak kenalan mojok.co

MOJOK.CO Tulisan ini bertujuan memberi pemahaman terhadap kita semua yang awam soal feminisme dan budaya patriarki. Siulan bisa dianggap pelecehan seksual yang sebutannya catcalling, dan saya akan jelaskan.

Saya rasa tidak perlu sekolah tinggi-tinggi untuk memahami betapa catcalling termasuk pelecehan seksual. Penjelasan yang bakal saya paparkan tidak akan teoretis dan njelimet kok. Semoga bisa jadi pencerahan buat yang belum ngerti.

Sebelumnya saya mau cerita dulu, pagi ini kawan saya mengalaminya, jadi objek siulan bapak bangunan di dekat kosnya saat mau pergi ke kantor. Jarak rumah kosnya dari kantor tidak jauh, bisa ditempuh dengan jalan kaki. Namun akibat peristiwa ini dia harus memutar lewat jalan lain yang dua kali lebih jauh karena merasa paranoid dan nggak nyaman. Dalam level kecil sekalipun, kerugian akibat pelecehan seksual yang sering dianggap sepele ini bisa menimbulkan trauma.

Kawan-kawan, pelecehan seksual berupa siulan ini kita kenal dengan istilah catcalling. Hingga saat ini belum ada padanan kata yang pasti dalam istilah bahasa Indonesianya. Ini sekaligus menandakan bahwa masyarakat kita masih minim pemahaman.

Maka itu silakan lepaskan semua beban emosi di kepala kalian dan nggak usah bawa-bawa perasaan dalam memahami konteks siulan sebagai pelecehan seksual. Baik yang pro dan yang kontra sama hal ini, cobalah kosongin gelas dulu.

Berangkat dari beberapa cuitan Hannah Al-Rasyid tentang pengalamannya saat disuit-suitin ojol, tanggapan netizen sangat beragam. Ini bakal jadi pertarungan yang tidak ujungnya jika kalian tidak saling memberikan pemahaman.

Siulan dianggap pelecehan seksual karena #1 Bikin objek catcalling-nya merasa tidak nyaman

Perlu diketahui bahwa catcalling nggak hanya dialami perempuan aja, laki-laki pun bisa jadi objek. Tapi kenapa sih seringnya cewek yang jadi objeknya? Tentu karena banyak cowok (nggak semuanya loh) yang merasa posisinya lebih superior. Budaya kita membiasakan cowok jadi dominan di masyarakat. Secara nggak sadar cewek yang pulang malam bakal dianggap lebih berbahaya dibanding cowok yang pulang malam.

Korban catcalling sering merasa tidak nyaman karena saat berjalan dan disiulin , mereka merasa nggak ada urusan sama sekali dengan orang asing yang bahkan nggak mereka kenal. Bagaimana mungkin ketika lewat di depan orang adabnya bilang permisi, tapi begitu ada cewek atau cowok ganteng lewat kalian langsung cerewet dan bersiul sambil menanyakan hal nggak penting?!

“Mau kemana, Neng?”
“Ih, masnya ganteng sendirian aja?”
“Cantik, senyum dong…!”

Siulan dianggap pelecehan seksual karena #2 Bikin objek catcalling merasa terancam

Bagi yang belum pernah mengalami akan sulit memahami betapa berkecamuknya kepala seseorang yang sedang disiulin. Merasa sebal iya, nggak nyaman iya, dan sebagian besar dikuasai rasa takut. Seringnya sih, cewek yang merasa lebih terancam. Keberadaan cewek di ruang publik sudah jadi kendala dari dulu, hingga seringnya cewek selalu merasa tidak aman dibanding cowok walau posisinya sedang sama-sama di tempat umum.

Tidak jarang yang berpikir bahwa pelecehan yang sekadar siulan itu bisa berubah jadi hal yang lebih besar. Didekati, dicegat, dimintain nomor posel, sampai dipegang-pegang adalah skenario paling minimal di kepala para objek catcalling.

Siulan dianggap pelecehan seksual karena #3 Pelecehan seksual tidak hanya yang melibatkan fisik

Pelecehan seksual bukan hanya tentang sexual coercion, melainkan juga pelecehan verbal, nonverbal, dan visual. Pelecehan seksual banyak bentuknya, namun punya efek yang hampir serupa. Perasaan tidak aman, amarah, dan traumatis bagi korban.

Catcalling umumnya dilakukan oleh orang asing, sehingga objeknya semakin merasa nggak aman saking awamnya dengan orang yang baru saja mencoba berkomunikasi dengannya. Jika dilakukan oleh kawan sendiri dalam konteks bercanda maka kesimpulan pengelompokkannya ke dalam pelecehan seksual harus ditarik lebih jauh. Apakah objek catcalling merasa tidak aman dan dirundung, jika iya maka dia akan masuk pelecehan seksual secara verbal bahkan bullying.

Siulan dianggap pelecehan seksual karena #4 Menjadikan orang sebagai objek seksual dengan dalih pujian

Kalian boleh menilai seseorang cantik, tampan, atau seksi. Namun tidak untuk menggodai ketika mereka sedang berjalan, terutama jika kalian sama sekali nggak kenal. Penilaian ini bisa menjadi sebuah pujian jika disampaikan dengan baik dalam konteks yang aman. Ngajak kenalan bahkan sah-sah saja jika disampaikan dengan sopan, nggak pakai siul-siul sambil minta nomor hp. Mereka kan juga manusia, bukan objek seksual yang bebas kalian perlakukan sesukanya.

Ketika sama-sama berada di ruang publik, apa salahnya sih menghargai seseorang yang nggak kita kenal. Kalian bertemu dengan orang yang kalian nggak pernah tahu hal buruk apa yang sedang dan pernah mereka alami. So behave.

Siulan dianggap pelecehan seksual karena #5 Tujuan catcalling itu hanya menggodai, bukan menyapa, bahkan berramah-tamah

Banyak orang berdalih kalau catcalling itu sapaan dan bahkan pujian. Bahkan ini juga jadi alasan beberapa driver ojol dalam menanggapi cuitan Hannah. Kita lihat dulu intensinya satu-satu ya, Guys.

Intensi sapaan adalah untuk kesopanan, seringnya dengan senyuman dan kata-kata permisi atau ucapan salam. Sapaan tidak bertujuan untuk menggodai dan sama sekali tidak bermuatan seksual. Kalau ada orang asing yang ngucap “Assalamualaikum neng, mau ke mana nih?” padahal orang lain di sekitarnya tidak disapa, maka sudah barang tentu cewek itu merasa nggak nyaman. Kenapa harus dia, kenapa dia sambil ngelihatin padahal sebelumnya mereka nggak kontak mata? Cewek ini otomatis merasa terancam, apalagi jika orang asing itu pakai dalih nggak jawab salam dosa, basi masnya… Kalian nggak lagi niat mendoakan seseorang dengan salam kok.

Catcalling itu beda dengan ramah-tamah. Biasanya orang yang berniat ramah-tamah itu karena memang ada punya urusan atau keperluan lebih lanjut dengan orang yang mereka ajak bicara. Misalnya di kedai kopi, wajar dong kalau baristanya tanya, “Selamat Pagi, Mbak, mau pesan apa?” atau basa-basi dengan pertanyaan, “tumben sendirian aja nih, temenna yang kemarin nggak diajak?”

Siulan dianggap pelecehan seksual karena #6 Aktivitas ini memang nggak berfaedah mau apa pun alasannya

Untuk apa melakukan hal yang sebenarnya nggak ada gunanya, lalu dilakukan lagi besoknya, dan besoknya lagi. Dengan itu pelaku catcalling bahkan cuma dapat ketakutan dari objek catcalling-nya. Nah, sekarang coba tanyakan lagi pada diri sendiri kalian berharap apa setelah siulin orang lewat?!

Siulan dianggap pelecehan seksual karena #7 Dilakukan tanpa konsensual

Kenapa sih, kalau suami sendiri yang suit-suit kok malah demen? Iya, sayang, ada yang namanya konsensual. Tindak pemerkosaan terjadi karena korban sama sekali tidak setuju untuk melakukan hubungan seks. Sementara jika pasangan melakukan hubungan seks atas kesepakatan bersama, kita nggak pernah bisa melabeli pemerkosaan sekalipun terjadi di luar pernikahan. Itu adalah perzinahan dan kajiannya udah beda lagi.

Sama dengan siulan, ujaran cantik, salam, yang dilontarkan begitu saja kepada orang asing yang kebetulan sedang kalian temui. Kalian belum dalam kesepakatan untuk saling berkenalan, ngobrol, bahkan berteman (walau kesepakatan ini lebih sering bersifat nonverbal). Wajar jika objek siulan kalian merasa tidak nyaman. Pelaku catcalling seolah sedang melompati fase komunikasi yang seharusnya dilewati dulu.

Sebenarnya kalau dilanjutkan, alasannya bisa sampai ribuan. Tapi setidaknya kita bakal sama-sama belajar ya, Guys. Harapannya sih, kelompok awam yang sama sekali belum punya literasi gender jadi paham tanpa harus belajar teori budaya dulu. Kapan-kapan lagi ya.

BACA JUGA Tipikal Joke ‘Ada yang Menonjol Tapi Bukan Bakat’ Nggak Lucu, Bos! atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version