Pembahasan Rahasia Ahok saat Kunjungan ke Gibran selain soal Penghapusan Premium

MOJOK.COAda satu spekulasi pembahasan serius yang dirembug Ahok sama Gibran di Loji Gandrung. Selain soal ide penghapusan premium tentunya.

Ketika Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kedapatan mengunjungi Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo, pada Rabu (7/4/2021), hal yang bikin saya penasaran sebenarnya ini: mereka berdua bahas apaan ya?

Hayaaa maklum to, pertemuan keduanya kan berpotensi jadi santapan ghibah yang sangat gurih, nggak hanya buat saya, tapi juga buat netizen Indonesia. Lah piye? Gibran dan Ahok itu lagi memiliki daya magnet dalam dunia politik belakangan ini jeh.

Persoalan magnet itu ke kutub negatif atau positif, ya itu tergantung preferensi politik sampean masing-masing sih ya.

Intinya, menurut pengakuan Ahok, kunjungannya ke Loji Gandrung pada pukul 19.30 WIB untuk ketemu Gibran ini sebenarnya adalah pertemuan spontan.

“Saya lagi mau kunjungan kerja ke Cepu. Karena masih pagi-pagi jalan jadi nginap di Solo. Pas nginap, saya kontak Pak Wali Kota. Ada waktu tidak untuk mampir,” jelas Ahok seperti dilansir dari kompas.com.

Meski begitu, pertemuan ini saya lihat tetep aja menimbulkan spekulasi di media sosial. Bodoamat Ahok sudah kasih garis batas jelas, “Ngobrol biasalah. Kan Mas Gibran sudah ngomong, (kalau) bisnis sudah kasih Mas Kaesang. Saya tidak ngomong bisnis.”

Ahok juga sudah menerangkan kalau dirinya cuma kasih masukan dikit-dikit ke Gibran soal kota Solo. Menurut Ahok, kota Solo masih kurang hijau.

“Mas Wali (Kota) sudah sangat baik. Saya lihat sudah ngurusin pendidikan, kesehatan, rumah sakit. Tinggal soal taman mungkin bisa lebih hijau kota. Pertamina banyak mendukung penghijauan,” kata Ahok.

Meski begitu, bukan itu yang dibicarakan netizen soal kunjungan Ahok, tapi soal keceplosannya Ahok yang bilang bahwa salah satu bahan obrolan ringannya malam itu adalah soal ide menghapus penjualan premium oleh Pertamina.

Pertanyaan netizen ya simpel aja; Lah kok soal kebijakan Pertamina nanyanya ke Gibran? Emang tahu apa… eh, nggak ding, maksudnya emang Gibran suka bahas hal-hal kayak gitu ya, Hok? Beliau kan udah sibuk jadi Wali Kota Solo sekarang?

Loh, loh, ya emang kenapa nggak boleh?

Emang orang nggak boleh ngobrolin soal ide penghapusan premium? Bapak-bapak di warung kopi sama emak-emak di pasar juga boleh kok nggosipin soal premium itu enaknya digimanain. Saya aja suka ngobrolin itu kalau lagi nongkrong di angkringan kok.

Bebas-bebas aja dong harusnya orang siapa mau bahas apa. Katanya freedom of speech, haaakok giliran Ahok sama Gibran jadi nggak boleh bahas yang mereka pengen gosipin sih? Lagian toh obrolan itu juga tertutup, nggak keluar ke mana-mana.

Perkara Gibran punya akses langsung ke Presiden untuk bahas ide Ahok… itu kan soal lain. Toh, kalaupun Ahok kepengin lobi soal rencana ini langsung ke Presiden, Ahok juga bisa dong ketemu Pak Presiden. Udah kenal akrab ini.

Oleh sebab itu, saya sih percaya aja kalau Ahok ketemuan sama Gibran itu sebenarnya nggak bahas hal yang penting-penting amat.

Malah, ketimbang cerita-cerita spekulasi tingkat tinggi begitu saya malah yakin kalau Ahok sama Gibran sempat bahas rute perjalanan dari Solo ke Cepu lewat jalur darat. Sebuah pembahasan super-rahasia. Top secret.

Begini, saya kasih penjelasan kenapa dugaan saya ini bisa ujug-ujug muncul.

Buat Ahok yang udah lama tinggal di Ibu Kota dan sekitarnya, barangkali blio belum tahu betapa legendarisnya rute perjalanan dari Solo ke Cepu via jalur darat… terutama kalau lewat jalur Purwodadi.

Wuiiih, jalur Purwodadi itu bisa dibilang merupakan salah satu jalur paling menantang di Jawa Tengah. Jauh lebih menantang ketimbang jalur reli Paris-Dakkar atau rute pesawat di Segitiga Bermuda.

Meski begitu, saya sih denger-denger jalur itu sudah diperbaiki akhir-akhir ini, cuma ya gitu, jalur Purwodadi itu dikenal dengan tanahnya yang suka bergerak. Orang setempat nyebutnya, “tanahnya hidup.” Oleh sebab itu, jalan rusak di Purwodadi itu adalah sebuah keniscayaan.

Ibarat premis manusia itu pasti mati, di Purwodadi itu ada kepercayaan bahwa jalan mau diperbaiki kayak gimana ya pasti rusak lagi.

Bahkan saya yakin Bupati Purwodadi itu nggak pernah berani kasih janji politik waktu Pilkada ke masyarakatnya untuk memperbaiki semua jalanan di daerah Purwodadi. Hayaaa gimana ya… orang-orang fix nggak bakal ada yang percaya lah, Markonaaah.

Oleh sebab itu, saya yakin kalau Ahok ini bakal ngasih tahu Gibran kalau rombongannya akan menggunakan jalur tol ke arah Ngawi, lalu dilanjutkan belok kiri ke arah Utara. Jalur yang lebih aman, nyaman, dan mulus kayak kulit arinya Anya Geraldine.

Meski begitu, dalam obrolan rute perjalanan kayak gitu, saya kok yakin ya, kalau Gibran sempat ngasih tahu Ahok soal jalur ke Cepu lewat Purwodadi. Berikut juga dengan legenda-legendanya kayak Bus Rela (bus jalur Solo-Purwodadi) yang lebih sangar ketimbang Bus Mayasari Bakti atau Bus Sumber Kencono, legenda jalur Kedung Ombo, dan legenda-legenda lainnya.

Soalnya maklum, bagi orang Solo (saya kebetulan pernah tinggal di Solo beberapa tahun) jalur Purwodadi itu udah kayak foklor atau cerita rakyat.

Sebuah kisah yang pasti tidak akan dilewatkan untuk diceritakan ke orang yang dari Solo mau ke arah sana atau ke daerah sekitaran Blora, Cepu, atau Pati.

Dan sebagai orang yang suka tantangan, saya rasa Ahok kayaknya perlu deh untuk menjajal jalur darat itu sekembalinya dari Cepu. Cobain deh, Hok, jalur Purwodadi. Sekali-kali deh buat pengalaman hidup. Seru kok.

Lalu saya bayangin Ahok ngomel-ngomel ke saya, “Seru, Nenek Lu!”

BACA JUGA Perkenalkan Grobogan, Daerah Pinggir Pantura yang Orangnya Nyah-nyoh Pol dan tulisan soal Ahok lainnya.

Exit mobile version