Obrolan Prabowo dan Jokowi yang Semakin Hari Semakin Menyebalkan

Skor Seri: Jokowi Salah Sebut Al-Fatihah, Prabowo Salah Sebut Gelar Kanjeng Nabi

Skor Seri: Jokowi Salah Sebut Al-Fatihah, Prabowo Salah Sebut Gelar Kanjeng Nabi

Entah anda punya pikiran yang sama dengan saya atau tidak, namun saya berpikir kalau masyarakat kita sekarang ini rasanya terlalu jauh ngurusi soal politik, utamanya soal presiden, lebih utamanya lagi, soal Prabowo dan Jokowi.

Ini jelas punya hubungan yang besar dengan perkembangan dunia media sosial yang membuat orang-orang bisa dengan mudah mengakses informasi, dan bahkan ikut menjadi bagian dari informasi itu sendiri.

Sosial media membuat banyak orang mampu mengemukakan argumennya tentang banyak tema, dari tema keseharian, pendidikan, fashion, agama, sampai yang kerap menjadi masalah bagi banyak orang: politik.

Nah, pembahasan politik di sosial media ini menjadi hal yang kelihatannya cukup krusial. Politik dulu menjadi hal yang tampak sangat mewah, tinggi, sangat langit. Dan itu buruk, sebab ia menjadi terasa sangat eksklusif.

Namun, ketika politik menjadi hal yang konsumtif, mudah ditemukan, mudah dibicarakan, egaliter, dan sangat bumi, rasanya ia tak jauh beda buruknya.

Rasanya menyenangkan melihat banyak orang paham dengan politik, paham soal partai, paham soal kubu, paham soal calon presiden, paham soal pilpres, dan paham akan hal-hal yang menyertainya. Namun yang tak bisa dipisahkan dari itu, orang-orang juga menjadi tampak menyebalkan, sebab kemudian justru hal-hal yang berkaitan dengan politik itulah yang ia bicarakan terus-menerus.

Hampir semua hal besar di media yang saya baca selalu saja punya sangkut yang erat dengan perhelatan kontestasi politik elektoral. Dan itu menyebalkan.

Bicara soal kecelakaan pesawat, dikaitkan dengan kondisi transportasi, kemudian dihubung-hubungkan dengan infrastruktur, dan ujung-ujungnya Jokowi.

Bicara perang, kemudian disangkutpautkan dengan kehebatan TNI, kemudian dihubungkan dengan Kopasus, eh ujung-ujungnya ke Prabowo juga.

Nonton film Hanum Rangga, ujung-ujungnya sampai Prabowo, nonton film A Man Called Ahok, ujungnya-ujungnya soal Jokowi.

Pokoknya semua tema selalu saja bisa ditarik menjadi Prabowo-Jokowi.

Dan jujur, itu bikin muak.

Di grup whatsapp, saya berkali-kali menemukan postingan yang isinya saling menyerang satu sama lain antara kubu pendukung Jokowi dan kubu pendukung Prabowo. Padahal saya paham betul, si pendukung Jokowi dan si pendukung Prabowo ini adalah dua orang yang saling kenal baik dan cukup akrab. Entah kenapa, ketika membicarakan soal calon presiden, keduanya bisa tampak saling membenci.

Kehidupan memisahkan banyak, sosial media menyatukannya, dan politik memisahkannya kembali.

Tentu saya suka banyak orang melek politik, namun saya merasa jauh lebih suka kalau orang-orang nggak melek-melek amat soal politik.

Ini sama seperti saya menganggap bahwa warga negara yang paham hukum itu bagus, tapi kalau setelah paham hukum kemudian dikit-dikit lapor polisi, dikit-dikit lapor polisi, bahkan hanya karena urusan yang sepele, rasanya kok ya esensi paham hukum itu jadi nggak bagus lagi.

Saya suka orang-orang paham soal Jokowi dan Prabowo, tapi kalau kemudian hal tersebut membuat semua sendi kehidupan menjadi melulu soal Jokowi dan Prabowo, tentu rasanya muak juga.

Dan sayangnya, itu sekarang sedang terjadi, entah sampai kapan.

Agaknya benar apa kata orang: Di negara lain, presiden itu mikir rakyatnya, di Indonesia sebaliknya, rakyatnya yang mikir presiden.

Exit mobile version