Menjadi Anak SD yang Takut Disuntik dan Pelajaran yang Terkandung di Dalamnya

MOJOK.COMenjadi anak SD itu berat: kami harus siap diimunisasi, meski takut disuntik. Tapi katanya, ada amanat yang bisa diambil dari “penyiksaan” ini.

Belakangan, lini masa di media sosial dihebohkan dengan video seorang anak SD yang ketakutan menghadapi agenda suntik imunisasi di sekolahnya. Bukan sekadar takutnya yang mengundang perhatian, tapi juga caranya mengekspresikan ketakutan itu: bernyanyi lagu Ddu-du Ddu-Du milik BLACKPINK. Agar lebih segar di ingatan, kira-kira begini keadaannya.

Bukan cuma si fanboy BLACKPINK, sebelumnya juga pernah beredar video-video yang menunjukkan ketakutan anak-anak SD saat akan disuntik imunisasi. Ada yang kabur sampai memanjat jendela, ada pula yang nekat menendang guru saking paniknya. Semuanya mengundang tawa, walaupun sebenarnya hal-hal tadi menunjukkan betapa “horornya” jarum suntik bagi dedek-dedek gemesh tersebut.

Yaaah, mau bagaimana lagi; imunisasi memang penting. Meski sudah dibawa ke puskesmas sejak balita untuk diberi imunisasi, nyatanya kita pun harus mengulangnya kembali di bangku SD, khususnya untuk imunisasi lanjutan DT, Td, dan campak di kelas 1, 2, dan 3.

Naaah, bentuk imunisasi yang berupa jarum suntik itulah yang menghebohkan masa kecil kita. Sudahlah yang datang itu dokter-dokter dewasa bermuka jutek, eeeeh nyodorin jarum suntik, pula! Sialnya, kita pun harus rela kulit kita ditusuk jarum sembari si dokter berkata santai, “Kayak digigit semut aja, kok.”

Sampai sekarang, saya bertanya-tanya: semut mana, sih, yang gigitannya sengilu suntikan sebenarnya??? Hmm??? Semut mana, coba, Dok??? Halo, Dokter???

Tapi, tenang, jangan emosi dulu. Setelah masa-masa menjadi anak SD yang takut disuntik itu sudah berlalu 18 hingga 20 tahun yang lalu (“Hah? Tua amat, Mbak?”), saya mulai bisa menelaah pelajaran-pelajaran penting yang bisa kita ambil dari pemberian imunisasi suntik ini.

Pertama, agenda suntik imunisasi ini ternyata bisa membantu kamu-kamu semua—adek-adek SD—untuk mem-filter pertemanan.

[!!!!!!11!!!!!1!!]

A-apa maksudnya? Bagaimana bisa kesakitan kita ditusuk dokter justru menjadi pintu gerbang bagi pertemanan yang lebih tulus?

Coba, ingat-ingatlah kembali apa yang terjadi saat itu: kamu yang takut disuntik menangis sejadi-jadinya sambil merasa bahwa hari itu adalah hari terakhir dari hidupmu. Kamu menyesali semuanya—mulai dari keputusanmu untuk berangkat sekolah, keputusanmu pakai jepit kupu-kupu paling bagus, hingga keputusanmu membawa bekal berupa mi goreng yang sengaja dimasukkan ke kotak makanan supaya nanti terbentuk persegi sempurna waktu jam istirahat. Rasa-rasanya, hal itu seluruhnya sia-sia karena kamu berakhir menangis seperti orang gila dan mukamu pasti jelek sekali.

Nah, di sinilah sesungguhnya kamu bisa melihat baik-baik: siapa yang menertawakanmu dan siapa yang menemanimu menangis karena sama-sama kesakitan. Maksud saya…

…teman macam apa, sih, yang bakal menertawakan temannya sendiri yang mengalami mental breakdown dan malah haha-hihi membagikan video aib mereka di Instagram Story??? Hmm???

Kedua, dengan suntik, kamu juga bisa belajar menghargai teman apa adanya.

Hal ini sebenarnya berkaitan dengan poin pertama. Selain mengetahui teman-teman sejati yang tidak akan menertawakan dan ngejek-ngejekin kamu sepanjang pelajaran PPKn, kamu juga bisa belajar menghargai orang lain, termasuk teman-temanmu yang ternyata adalah fanboy BLACKPINK, misalnya.

Pasalnya, perasaan takut ternyata memang bisa memicu otakmu untuk mengirim sinyal berupa insting untuk melakukan salah satu dari dua hal ini: 1) kabur; atau 2) lawan. Tak heran, kadang orang-orang yang ketakutan justru melakukan hal-hal yang absurd, misalnya memukul, menyakiti diri sendiri, karaokean lagu Ddu-du Ddu-du, atau bahkan pergi dari hubungan yang telah dibinanya bertahun-tahun.

Miris, tapi mau bagaimana lagi, mylov~

Ketiga, kamu bisa melatih diri bersikap lebih cool, khususnya di depan gebetan.

Seperti yang kamu dan saya tahu, masa-masa SD adalah masa-masa cinta monyet, alias suka-sukaan sama teman sekelas. Tentu saja, hal-hal remeh seperti suntik imunisasi tak boleh menyurutkan kegagahan dan kejelitaan dirimu.

[!!!!!!11!!!!!1!!]

Mau seberapa besarnya perasaan takut disuntik yang melanda, pokoknya kalau di depanmu ada si gebetan/pacar, kamu harus setengah mati bersikap cool dan kuat. Sebodo amat kalau mau dipanggil bucin alias budak cinta. Yang penting, hidupmu diwarnai cinta dan berbunga-bunga, sebelum bertahun-tahun ke depan harus bertemu quarter life crisis, dalam keadaan jomblo pula~

Keempat, suntik imunisasi mengajarkanmu bahwa akan ada banyak kesakitan-kesakitan dalam hidup.

FYI aja, nih, ketakutan akan tindakan suntik sebenarnya wajar-wajar saja terjadi dan tidak harus reda dengan kalimat-kalimat palsu sepalsu cintanya semacam analogi, “Nggak sakit, kok, cuma kayak digigit semut.” Tapi pertanyaannya, kenapa kamu harus selalu diberi pernyataan bohong begitu, lagi dan lagi???

Jawabannya, tak lain dan tak bukan, terletak pada tujuan mulia dokter-dokter dewasa yang menyuntikmu: mereka ingin kamu memahami bahwa disuntik adalah bagian kecil dari luka-luka kehidupan.

[!!!!!!11!!!!!1!!]

Ya, ya, ya, di masa depan, akan ada lebih banyak sakit dan luka yang menyerang, mulai dari masalah teman cewek kelas sebelah yang jaketnya ngembar-ngembarin jaketmu, jemputan yang lama datang dan membuatmu menunggu sendirian di depan pagar sekolah sama penjual cilok, nilai ulangan yang jeblok, hingga saat nanti dewasa kamu harus (amit-amit) menghadapi patah hati hanya beberapa bulan sebelum rencana lamaran dan pernikahanmu terlaksana.

Percaya, deh, kalau sudah begitu, kamu bakal merindukan sakitnya disuntik imunisasi.

Exit mobile version