Menikah dengan Perwira Demi Prosesi Pedang Pora

MOJOK.COBukan hanya disambut dengan prosesi Pedang Pora, menikah dengan perwira juga bisa bikin kamu punya seragam Persit atau Bhayangkari biar hits macam ibu pejabat.

Akhir tahun biasanya menjadi musimnya kondangan yang diikuti dengan harap-harap tipis untuk bisa segera dikondangin. Ngomong-ngomong masalah kondangan dan sebuah pernikahan, ada masa di mana beberapa teman perempuan saya tergila-gila dan berambisi ingin menikah dengan seorang lelaki berseragam, bagaimanapun caranya.

Lelaki berseragam yang saya maksud, bukan yang asal pekerjaannya pakai seragam. Laki-laki yang masuk dalam daftar ini antara lain yang berseragam Polisi, TNI, ABRI, dan profesi-profesi semacamnya.

Para lelaki berseragam ini, terlihat menarik di mata beberapa teman perempuan saya. Pasalnya, seragam yang mereka kenakan melekat erat dengan pangkat yang disandang dan identitasnya sebagai seorang abdi negara. Hal ini, tentu menjadi sesuatu yang terasa keren dan layak untuk dipamerkan pada dunia.

Bagi seorang perempuan, apalagi yang belum lulus kuliah—dan maunya langsung nikah aja—punya calon suami yang sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, menjadi sesuatu yang cukup membanggakan. Rasa-rasanya, masa depannya bersama sang calon suami sudah tampak jelas. Seorang calon suami yang berprofesi sebagai seorang abdi negara—apalagi yang sudah berpangkat perwira—tentu saja menjadi sebuah investasi masa depan yang tidak perlu diragukan lagi perihal kepastian—kenyamanan—hidupnya.

Memangnya kenapa sih harus punya suami berseragam? Alasan dari pertanyaan ini, berkaitan dengan rasa ingin menunjukkan ke banyak orang kalau punya kepastian akan masa depan.

Sayangnya, masalah memamerkan ini, tidak akan mudah dilakukan jika sang calon suami adalah abdi negara yang tidak memiliki seragam dengan pangkat ‘sejelas mereka’. Apalagi, bagi calon suami yang ternyata kerjaannya nggak pakai seragam. Tentu, keinginan kuat untuk pamer menjadi tidak mudah direalisasikan.

Masalah menunjukkan identitas si calon suami ini, dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya berkat aplikasi yang namanya Instagram. Foto berdua di studio ala-ala pre wedding dengan sang calon suami sambil mengenakan seragam masing-masing, menjadi sesuatu yang jamak dilakukan.

Foto-foto macam ini akan banyak bertebaran. Coba saja diingat-ingat, biasanya nih, yang unik dan entah kenapa yang sering saya lihat, dalam foto-foto tersebut, mas-masnya bakal mengenakan seragam profesinya lengkap dengan pangkat perwiranya. Sedangkan mbak-mbaknya, bakal mengenakan seragam yang ada bau-bau profesi kesehatannya. Gimana, apa kamu juga sering melihatnya?

Akhirnya, hal ini akan memunculkan sebuah gambaran pasangan ideal yang hanya dimiliki oleh para abdi negara berseragam dan tenaga medis semata. Hmmm, apakah sebetulnya ini ada pengaruhnya dari drama Korea Descendant of the Sun yang terlalu bikin baper itu, ya?

Selain itu, yang membuat menikah dengan seorang perwira adalah sesuatu yang dianggap fantastis adalah salah satu prosesi pernikahannya, yakni Prosesi Pedang Pora! Iya, prosesi yang bakal membuat pernikahanmu—kalau kamu nikah dengan perwira—terkesan istimewa. Bahkan kalau cuma dibayangkan saja, bakal sangat terasa kesyakralannya.

Pedang Pora sendiri berasal dari kata Pedang Pura atau Gapura Pedang. Prosesi rangkaian pedang berbentuk gapura ini menjadi tradisi pernikahan bagi para perwira militer, sebagai simbol melepas masa lajangnya. Selain itu, prosesi ini juga untuk memperkenalkan sang mempelai wanita kepada dunia angkatan bersenjata.

Dalam prosesi ini, yang akan menjadi pengiring dan merangkai pedang-pedang tersebut adalah rekan-rekan atau adik tingkat dari mempelai pria yang juga berpangkat perwira. Fyi, prosesi Pedang Pora hanya akan dilakukan sekali seumur hidup. Jadi, kalau ternyata calon suamimu adalah duda atau kamu ternyata dijadikan istri kedua, mohon maaf nih, nggak usah ngimpi dapat sambutan Pedang Pora di pesta pernikahanmu.

Namun, di balik kemeriahan yang bakal kamu rasakan jika memang menikah dengan seorang perwira, ada hal yang perlu kamu pertimbangkan juga, Sayang. Jangan lupa, menikah dengan seorang abdi negara itu sama artinya kamu juga harus siap ditinggal-tinggal bertugas di berbagai pelosok tanah air bahkan luar negeri—jika dia diminta untuk terlibat sebagai pasukan perdamaian misalnya.

Selain itu, kamu juga harus siap jika diajak berpindah-pindah tempat tinggal, dan tinggal di mana saja. Baik di daerah pelosok, terpencil, bahkan di perbatasan. Jangan sampai, keputusanmu untuk menikahi seorang perwira, hanya sebatas euforia foto pre wedding dan prosesi Pedang Poranya semata. Namun, kamu tidak mempersiapkan diri dengan hal serba tidak pasti setelah menikah. Eh, ujuk-ujuk, kamu merengek-rengek setiap ditinggal bertugas. Atau merengek karena merasa tidak mampu beradaptasi dengan tempat tinggal barumu. Apalagi, kalau seumur hidupmu, kamu sudah terbiasa hidup enak dan segala kebutuhanmu tercukupi dengan sekali bilang.

Lagian, kamu yakin nih, cuma pengin pesta pernikahan yang ada Pedang Poranya? Nggak pengin, nikah sama seseorang yang dapat memberikanmu kehidupan setelah menikah penuh pesta pora?

Hal lain yang juga tidak kalah penting untuk dipahami, jangan sampai pilihanmu menikah dengannya hanya dari pangkat dan seragamnya saja. Sayang, masalah menikah tidak sebatas memilih orang berdasarkan apa yang terlihat kasat mata. Namun, jatuh cinta dan menikahlah dengan seseorang karena kebaikan budi pekertinya. Halah.

Menikah adalah perkara sekali seumur hidup dan menjadi sebuah agenda besar di hidupmu. Jangan sampai hidupmu jatuh terpelosok hanya karena jatuh cinta dengan duniawi semata.

Uuuhhh, sungguh ter-Mario Teguh sekali~

Oh ya, kalau kamu masih tetep kekeuh pengin nikah sama lelaki berseragam, tapi nggak dapat-dapat Perwira ataupun pangkat di bawahnya, ya udah pacarmu suruh aja pakai seragam Pramuka. Terus pestanya, pakai prosesi Tongkat Pora. Kalau nanti ditanyai pangkatnya apa, jawab aja: Siaga, Penggalang, Pandega, atau justru Pembina. Gampang, toh?

Exit mobile version