Memprotes Kebijakan Pemerintah Sama Sekali Nggak Ada Hubungannya dengan Pilihan Saat Pilpres

pilihan pilpres

MOJOK.COMau mencoblos Jokowi, silakan. Mencoblos Prabowo juga silakan. Keduanya sama-sama berhak untuk memprotes pemerintah. Nggak ada urusannya dengan Pilpres.

Saat Jokowi meneken Perpres yang isinya menaikkan kembali tarif iuran BPJS yang sebelumnya sempat turun karena aturan kenaikan iuran BPJS dianulir oleh MA, banyak orang yang kemudian memprotes keputusan tersebut.

Maklum, keputusan tersebut dinilai melawan secara halus keputusan MA, selain itu, momennya juga sangat tidak pas, mengingat ekonomi masyarakat sedang sangat terpukul karena corona.

Tak sedikit dari orang-orang yang memprotes kebijakan tersebut adalah orang-orang yang dulu pernah mencoblos Jokowi saat Pilpres. Saya salah satunya.

Balasan atas protes-protes yang dilancarkan oleh orang-orang yang dulu pernah mencoblos Jokowi itu pun kemudian punya pattern yang seragam: “Akhirnya sadar”, “Sudah Insaf?”, “Sekarang sudah waras, ya?” dan komentar-komentar sejenis.

Komentar-komentar macam ini tentu saja menyebalkan. Maklum saja, komentar jenis ini membuat banyak orang jadi enggan dan gengsi kalau ingin memprotes atau mengkritik keputusan pemerintah karena dulu ikut mencoblos presiden yg menjabat. Ini bahaya.

Memprotes keputusan pemerintah itu seharusnya blas nggak ada hubungannya dengan pilihan kita saat Pilpres.

Baik yang memilih Jokowi, Prabowo, maupun yang golput sekalipun, harusnya sah dan berhak untuk memprotes kebijakan pemerintah sebisanya kalau memang dinilai buruk. Pemerintahan bisa berjalan dengan ideal jika rakyatnya ikut aktif memprotes, mengkritik, bahkan mengggugat kebijakan-kebijakan pemerintah.

Sebagai contoh, aturan kenaikan iuran BPJS yang tahun lalu sempat dibikin melalui Perpres itu bisa dianulir oleh MA karena digugat oleh komunitas cuci darah Indonesia. Ini bukti sahih bahwa rakyat berhak dan bebas untuk ikut mengawasi kebijakan pemerintah. Nggak ada hubungannya dengan dulu pilih Jokowi, Prabowo, atau golput sekalipun.

Yang golput sangat pantas kalau protes saat pemerintah bikin keputusan menyebalkan sebab sedari awal mereka sudah berkeyakinan bahwa kedua capres sama-sama bukan pilihan yang baik. Yang pendukung Prabowo lebih pantas protes karena sejak lama mereka sudah yakin Pemerintah Jokowi bakal blunder. Yang mendukung Jokowi pun jauh lebih layak untuk protes karena ada beban moral yang besar pada diri mereka sebab Jokowi bisa jadi presiden ya karena dipilih oleh mereka.

Tentu saja hal sesimpel itu seharusnya sangat bisa dimengerti. Kalau kayak gitu saja kok nggak mudeng, mungkin memang gobloknya orang se-kecamatan diambil sendiri.

Mangkanya, pas baca balasan twit beberapa orang yang memprotes naiknya kembali tarif iuran BPJS yg isinya “Akhirnya sadar” atau “Sudah Insaf” itu, saya membatin pengin banget nanya alamatnya buat saya kirimin satu botol cerebrovit. Biar cemerlang.

Begini, di Pilpres 2014, misalnya, seperti yang diketahui oleh banyak orang, saya memang lebih memilih Jokowi ketimbang Prabowo (Di Pilpres 2019, saya memutuskan golput). Maka, ketika Pemerintahan Jokowi bikin keputusan yang di mata saya buruk, ya saya punya beban moral dong supaya protes. Sebab bagaimana pun, saya punya andil atas terpilihnya Jokowi sebagai presiden.

Kenapa dulu saya memilih Jokowi, ya karena memang pilihannya cuma dua itu. Jokowi dan Prabowo. Nggak ada pilihan lain. Dari dua itu, yang saya tahu lebih punya sisi baik lebih banyak ya Jokowi. Kalau waktu itu yang jadi capres Gus Mus atau Bu Susi, misalnya ya pasti saya pilih mereka.

Bahwa ada yang membela Jokowi matian-matian mau Jokowi benar atau salah, pasti ada. Tapi jangan lantas menganggap semua yang memilih Jokowi pasti seperti itu. Itu goblok mentok namanya.

Saya pribadi merasa tak pernah membela mati-matian, ya sekadar membela karena saya merasa perlu. Misal saat ada isu Jokowi yang tak mau tes DNA untuk membuktikan dia PKI atau tidak. Sebagai orang yang di SMP sudah dapat pelajaran biologi, tentu saja saya membela Jokowi dalam polemik ini.

Kenapa saya membela? Ya karena memang serangan itu bebalnya setengah mampus. Sejak kapan orang bisa diketahui PKI atau tidak lewat tes DNA? Sampel apa yang mau dites? Kerak besi yang nempel di palu? Atau bekas tanah yang nempel di arit? Bisa nangis jamaah itu guru biologi se-Indonesia.

Atau saat Jokowi dicibir karena dianggap anak nggak jelas sebab pas lebaran dianggap nggak sungkem sama ibunya dan kebetulan memang nggak ada fotonya saat sungkem. Lha gimana, saya ini juga nggak pernah difoto pas sungkem sama ibu saya, apa itu berarti saya anak nggak jelas? Kok enak betul.

Kalau saya merasa perlu membela ya saya bela. Tapi kalau saya merasa perlu buat protes saking jengkelnya saya ya saya protes. Sesederhana itu.

Jadi kalau ada orang yg memprotes pemerintah Jokowi padahal dulu ia mencoblosnya, nggak perlu dikomen “Sudah insaf, Bos?” Sebab nggak ada jaminan kalau presidennya bukan Jokowi negara ini bisa lebih baik. Wong semua capres dulu ya janjinya manis semua.

Exit mobile version