Memahami Logika Edhy Prabowo yang Dikritik Susi Pudjiastuti Soal Ekspor Benih Lobster

lobster

MOJOK.COEdhy Prabowo dikritik Susi Pudjiastuti soal rencana kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang ingin legalkan ekspor benih lobster. Duh, duh.

Sial benar nasib Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan, baru juga beberapa bulan menjabat sudah diserang sana-sini. Terutama mengenai wacana Edhy yang ingin membuka kembali keran ekspor benih lobster.

Tak main-main, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sampai ikut-ikutan mengkritik rencana kebijakan Edhy via Twitter. Gara-gara Bu Susi yang bikin “twitwar” ini, netizen pun ramai-ramai mengkritik rencana kebijakan Edhy pula.

Paling tidak, sampai pada Senin-Selasa malam (16-17 Desember), tagar #TenggelamkanEdhyPrabowo sempat masuk trending topic di Twitter.

Hadeh, dasar netizen tak tahu diuntung, padahal Edhy Prabowo ini sedang berupaya untuk melakukan terobosan spektakuler di awal-awal periode jadi Menteri Kelautan. Baru juga ditelaah kok udah diserang mulu sih, kapan kerjanya kalau gitu?

Apalagi, menurut Lord Edhy Prabowo, dengan terbitnya aturan soal ekspor benih lobster maka penyelundupan yang merugikan negara bakal nggak ada lagi.

Selama ini, benih lobster selundupan memang dijual ke Vietnam. Maklum, kebutuhan Vietnam akan benih lobster sangat besar. Hm, potensi pasar yang menjanjikan sih memang.

“Mana saja (negara tujuan ekspor), nanti sementara ini kan kita lihat dari pengalaman Vietnam yah. Selama ini yang terjadi kan nggak langsung ke Vietnam, dia lewat perantara penyelundup-penyelundup itu melalui negara lainnya yang terdekat dengan Indonesia,” kata Edhy.

Kebijakan ini sendiri sangat bertentangan dengan aturan Menteri Kelautan pada era Susi Pudjiastuti.

Saat itu Bu Susi melarang ekspor benih lobster karena bisa merusak alam lobster di perairan Indonesia. Oleh karena itu, Edhy sedang melakukan kajian apakah dimungkinkan benih lobster ini bebas dijual-belikan dengan aturan-aturan tertentu.

“Daripada dijual melalui perantara, kenapa nggak langsung? Dengan siapa nanti dijual apakah dengan koperasi atau ke siapa yang tahu. Kemudian langsung ke negara penerima benih daripada lewat perantara lagi, penyelundupan lagi. Kenapa kita nggak fokus pada si pemilik benih ini agar punya harga yang lebih besar?” kata Edhy di lain kesempatan.

Peraturan yang dulu dibikin Susi Pudjiastuti ini memang merepotkan orang-orang progresif seperti Edhy. Dalam aturan disebutkan kalau lobster hanya boleh dijual secara massal jika beratnya sudah di atas 200 gram.

Bahkan, Bu Susi sempat memperketat lagi dengan merivisi aturan ini. Bahwa lobster yang boleh dijual harus memiliki panjang karapas di atas 8 sentimeter dan bobot lebih dari 300 gram.

Meskipun ada aturan ini, pada praktiknya di lapangan, beberapa penyelundupan lobster pun marak. Setidaknya, sepanjang Januari sampai Oktober 2016, angka penyelundupan lobster yang digagalkan mencapai 800 ribu ekor dengan nilai Rp124,8 miliar.

Itu angka yang baru digagalkan lho, belum dengan selundupan yang berhasil. Bisa sampai ratusan miliar itu kalau mau ditotal. Nah, coba kalau duit segitu bisa dilegalisasi dan pemerintah bisa dapat devisa atau pajak dari ekspor itu? Kan lumayan ya to?

Oleh karena itu, wajar kalau Edhy merasa tergiur dengan besaran angka untuk pemasukan negara jika penjualan benih lobster ini bisa dilegalkan olehnya. Ini kan logika ajaib yang sangat monumental.

Ketimbang menggalakkan aparat untuk menangkap para penyelundup, lebih baik para maling ini dikasih izin aja sekalian sama negara. Beres kan?

Jadi ketika Menteri Susi Pudjiastuti masih menjabat dulu harus pusing melihat laporan penyelundupan benih lobster, Pak Edhy nanti bisa bangga karena eranya akan bebas dari aksi penyelundupan benih lobster.

Hayaa iya dong, kan udah legal. Jadi nggak perlu diselundupin lagi dooong. Bijimana seeh?

Anu, Pak Edhy, nggak bikin aturan agar kapal nelayan asing bisa masuk secara bebas ke Indonesia sekalian aja nih?

Biar nanti bisa pamer kayak gini—misalnya, “Tuh, lihat, di era saya bahkan tidak ada pencurian ikan di perairan Indonesia. Hebat kan saya? Semua kapal asing yang masuk bukan mencuri, tapi emang kami izinkan dengan bebas. Hehe.”

Benar-benar logika yang mahadahsyat.

Di sisi lain, kenapa benih lobster perlu diizinkan untuk diekspor? Menurut Edhy, infrastruktur di Indonesia belum siap kalau mau melakukan budidaya lobster secara besar-besaran.

“Untuk membesarkan sendiri kan harus dibangun infrastrukturnya. Sambil menunggu ini (infrastrukturnya dibangun), kita kasih kuota (ekspor). Sampai waktu tertentu dia boleh ekspor,” kata Edhy.

Oke, oke, mungkin bakal banyak yang nyerang Pak Edhy. “Ya penyediaan infrastruktur itu kan memang tugas Menteri Kelautan dan Perikanan, Paaaak? Mau kabur dari tanggung jawab ya?”

Lho, lho, jangan salahkan Pak Edhy dulu. Sebagai calon menteri terbaik sepanjang masa di Indonesia, kerjaan blio kan sudah banyak.

Masak iya, satu periode jabatan blio cuma mau dipusingkan untuk bangun infrastruktur pengembangan benih lobster doang sih? Kapan dong kalau mau liburannya? Jalan-jalannya? Memangnya jadi menteri nggak boleh menikmati hidup?

Daripada pusing memikirkan infrastuktur, lebih enak kan langsung mengambil kebijakan yang langsung ada duitnya kan?

Soal lingkungan nanti jadi rusak kan nanti bisa dibicarakan lebih lanjut. Biar itu jadi tugas LSM-LSM peduli lingkungan aja sih. Pemerintah mah yang penting bisa dapat untung instan.

Di sisi lain, Pak Edhy lalu membandingkan rencana kebijakan ekspor benih lobster ini seperti ekspor nikel yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

“Kan banyak komoditas lain yang dilakukan seperti itu? Kayak nikel. Kan dilakukan seperti itu, awalnya boleh diekspor tapi pengusaha harus bikin refinery. Awalnya boleh diekspor tapi pengusaha harus bikin refinery. Ini (ekspor benih lobster) juga sama seperti itu, tapi masih dalam taraf kajian,” tambahnya.

Hal yang langsung kena gaspoool sama Bu Susi Pudjiastuti lewat Twitternya.


Yaelah, Bu. Justru karena lobster itu benda hidup, makanya ayo kita ambil sebanyak mungkin benihnya.

Biar apa?

Biar anak cucu kita nanti bisa dapat dongeng yang hebat berpuluh-puluh tahun mendatang. Lalu anak kita melihat gambar-gambar lobster terbaik tanah air itu dari buku-buku dongeng dan pelajaran. Karena lobster-lobster itu udah jadi hewan yang dilindungi karena jumlahnya yang mulai sedikit.

Luar biasa memang visi Pak Edhy. Kelangsungan stok dongeng masa depan Indonesia pun dipikirin lho sama beliau.

Salam Jalesveva Jayamahe Pak Edhy. Di lautan kita pernah jaya.

BACA JUGA Kebijakan ‘Tenggelamkan!’ Susi Pudjiastuti Dihapus atau tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Exit mobile version