Ketika Lelaki Berlindung di Balik Kata Realistis Saat Putus Cinta

MOJOK.CODalam perkara putus cinta, perempuan lebih mengutamakan perasaan, sedangkan lelaki dengan logika dan pikiran realistisnya.

Beberapa kali saya mendengar cerita tentang hubungan sepasang lelaki dan perempuan yang menjalin romantisme ke arah yang lebih serius, tapi sayangnya, hubungan tersebut harus terkendala beberapa hal, walau sebetulnya keduanya masih sama-sama saling sayang. Bisa dikarenakan faktor ekonomi, pendidikan, kasta keluarga, ataupun perbedaan aliran agama (((padahal sudah seagama))) serta perbedaan aliran partai politik.

Untuk alasan yang terakhir, tentu saja saat ini semakin memanas karena efek rumah kaca semakin kisruhnya Cebong dan Kampret di berbagai lini media sosial.

Cerita yang kemudian sering saya dengar. ketika ada halangan tersebut, pihak perempuan tidak menganggapnya sebagai halangan. Justru hal itu dijadikan sebagai sebuah ujian supaya cinta yang terikat semakin kuat. Maka tidak mengherankan, si perempuan bakal berusaha berkorban dengan cara apa pun yang ia bisa untuk melanggengkan jalinan kasih tersebut.

Pokoknya kalau dilihat orang, dia udah macam bucin alias budak cinta lantaran apa pun yang dia lakukan selalu memprioritaskan—biar bisa bersanding dengan—pasangannya!

Berbeda dengan pihak perempuan, lelaki justru lebih memiliki perasaan was-was atau ketar-ketir dengan halangan yang ada di depan mata. Biasanya, bukannya sibuk untuk mengusahakan supaya tetap bersama, lelaki justru sibuk menghitung dan mempertimbangkan segala konsekuensi dari hubungan tersebut, jika tetap memaksa ingin berlanjut. Semua ini dilakukan dengan alasan…

…ingin memutuskan sesuatu dengan lebih realistis.

Hal ini tentu terasa menyakitkan dan seakan tidak adil, sebab: kok bisa-bisanya sebuah perasaan sayang harus dipertimbangkan? Pakai hitungan lagi! Kalau sayang, ya sayang aja!!111!!! Memangnya ini lagi pengin menyayangi seseorang atau mau menyayangi uang supaya tetap hemat, cermat, dan bersahaja, sih?!

Apalagi, seperti yang kita tahu, perempuan memang lebih sering memutuskan sesuatu dengan perasaannya. Sementara itu lelaki dengan logikanya.

Oke kita ambil contoh sebuah kisah cinta anak muda—menuju dewasa—yang sedang dimabuk asmara. Anggap saja ini cerita tentang Lastri dan Bejo. Mereka berdua telah berpacaran hampir 4 tahun. Lastri memiliki keluarga dengan tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih tinggi dibanding Bejo. Ketika itu, Lastri sudah lulus kuliah lebih dulu dibanding Bejo.

Lulusnya Lastri menjadi tamparan bagi Bejo. Apalagi selulus kuliah, Lastri sering menyindir-nyindir meminta untuk segera dinikahi dengan menunjukkan vendor-vendor pernikahan di Instagram. Tentu saja kondisi ini menjadi lengkap bagi Bejo. Ia pun mencapai sebuah kesimpulan bahwa dirinya dan kondisinya saat ini tidak bisa diharapkan. Jadi daripada Lastri harus repot-repot menunggunya, lebih baik keduanya berpisah saja. Toh, Lastri pasti akan menemukan lelaki yang jauh lebih baik dibanding dirinya.

Bagi Lastri, keputusan Bejo ini sangat egois dan tipikal pria kekanak-kanakan yang mudah putus asa. Pasalnya ia langsung menyerah begitu saja dan tidak ingin memperjuangkan ujian yang ada. Atau dugaan yang lebih parah…

…Bejo sudah tak lagi sayang padanya dan punya selingkuhan lainnya. Sementara itu bagi Bejo, keputusan yang dia ambil ini adalah yang paling realistis. Ia sudah menghitung dan mempertimbangkan banyak hal sebelum keputusan tersebut keluar dari mulutnya.

Ya, begitulah. Perempuan memang memiliki keunikan untuk membangun hubungan dengan orang di sekitarnya, yakni melalui emosi dan perasaan. Oleh karena itu, ketika seorang perempuan memang melihat ada halangan dalam hubungan tersebut, ia tidak langsung menganggap itu sebagai halangan. Dengan menuruti rasa cintanya pada pasangan, ia pun yakin bahwa segala halangan yang ada tidak menjadi masalah untuk dapat menyatu. Asalkan keduanya memang masih memiliki rasa yang sama.

Lantas, perempuan sering tampak berjuang lebih mati-matian untuk mempertahankan hubungan itu. Ia melakukan ini karena baginya, bukankah keduanya masih saling sayang dan memimpikan untuk dapat hidup bersama?

Di sisi lain, lelaki lebih menggunakan logikanya untuk memutuskan sesuatu. Maka ia akan lebih memilih mempertimbangkan dulu hal-hal yang menjadi halangan di depan mata, meskipun di dalam hati masih nyata-nyata tersimpan rasa sayang. Pikiran yang lebih realistis ini biasanya juga didasari oleh rasa tanggung jawab lebih terhadap pasangan. Apalagi kalau udah bawa-bawa urusan pernikahan. Mungkin cuma laki-laki sumbu pendek aja yang nggak memilih berpikir terlalu berat terhadap pernikahan dan justru…

…berniat beristri empat!!!1111!!1

Kalau yang kayak gini sih, disuruh taubat nasuha dulu aja lah. Lha wong, belum tentu sanggup menafkahi satu istri, kok bisa-bisanya bercita-cita punya istri empat. Belum lagi kalau mau bahas perkara adil atau nggaknya. Hadeh~

Exit mobile version