Kenangan Memang Menyebalkan, Bahkan Keburukan Pun Bisa Dirindukan

dirindukan

Saya punya seorang kawan yang sudah hampir tiga tahun ini merantau ke Jepang. Di sana ia bekerja, saya tak tahu ia kerja apa, yang saya tahu, dia tinggal di Jepang.

Ia banyak membagikan cerita kehidupannya selama di Jepang lewat akun media sosialnya.

Di Jepang, banyak hal berjalan dengan mekanisme yang sangat baik. Di sana, orang benar-benar membuang sampah pada tempatnya. Memarkirkan kendaraan di tempat yang seharusnya. Masuk kerja dan sekolah tepat waktu. Dan mekanisme-mekanisme baik lainnya.

Belakangan ini, ia kerap menuliskan kerinduannya tentang Indonesia. Katanya, Jepang memang indah dan menyenangkan sebagai sebuah negara. Namun, ia merasa, keindahan tersebut tak benar-benar bisa memuaskan dirinya sebagai manusia. Ia tetap rindu dengan keadaan kampung halaman yang kadang tidak sebaik Jepang.

Hal tersebut juga terjadi pada kawan saya yang lain yang kini tinggal di Amerika. Katanya di Amerika, kalau ada satu anggota keluarga yang sakit, maka begitu menelpon ambulance, dia akan datang kurang dari 20 menit. Hal yang tak akan bisa terjadi di Indonesia karena berbagai hal, dari mulai kemacetan sampai prosedur yang kadang rumit dan bertele-tele.

Kendati demikian, ia tetap kerap merasa kangen dan merasa bahwa Indonesia, kampung halamannya merupakan tempat yang paling indah dan selalu layak untuk dikenang dan dirindukan.

Ada banyak hal-hal remeh di Indonesia yang punya arti mendalam dalam hidup. Ia tak bisa digantikan oleh segala hal mewah yang ada di tempat.

Kenangan akan sebuah tempat memang tak selalu berasal dari segala sesuatu yang indah-indah. Ada kalanya, saat kita berada di tempat yang baru, tempat yang teratur, dengan segala ritme kehidupan yang efisien, taktis, dan nyaman, kita justru rindu pada tempat lama, yang penuh dengan ketidakteraturan dan seringkali membuat kita repot dan kerap membuat kita hidup dalam ketidaknyamanan.

Dalam salah satu tulisannya (kalau tidak salah, judulnya Sebuah Warung Kopi Di Lucky Plaza), Umar Kayam pernah menuliskan tentang kerinduan akan Jogja, saat ia berada di Singapura. Dimana yang dirindukan oleh Umar Kayam saat itu justru bukan suasana yang hangat dari Jogja, atau keramahan orang-orangnya. Melainkan aroma khas dari bekas sampah yang baru saja disapu.

Seperti halnya kenangan, Kerinduan juga tak melulu tentang sesuatu yang indah-indah.

Maka jangan heran jika banyak laki-laki yang begitu meratapi perpisahannya dengan wanita yang sangat ia cintai, sungguhpun wanita tersebut adalah wanita yang doyan selingkuh dan sering sekali menyayat hati si laki-laki.

Alasanya satu: Laki-laki memang selalu rindu untuk disakiti.

Exit mobile version